Oleh : Hasrullah
AKHIRNYA, kontestasi wacana di media sosial dan publik tentang TGUPP telah terjadi. Kritik dan masukan soal penanganan Covid-19 di pemerintahan Sulawesi Selatan mendapat respon Dr. Jayadi Nas, M.Si memberikan tanggapan balik terhadap wawacara penulis yang dimuat Tribun Timur edisi online Rabu, 8 April 2020 dengan tema : Mana itu staf Ahli Gubernur dan TGUPP yang dibayar mahal ?
Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih atas responnya, dan mengajak kita semua bagaimana menggeledah diri sosok pemerintahan Sulsel dalam menghadapi wabah yang sudah masuk zona merah. Dan, pertanyaan selanjutnya, bagaimana Nurdin Abdullah sebagai pemimpin nomor satu di daerah ini mengambil langkah taktis dan berani untuk memberikan jaminan kepastian bahwa pemerintah betul-betul hadir di saat rakyat membutuhkan perlindungan dan kenyamanan menghadapi penyakit yang mewabah yang tidak bisa diketahui secara pasti, berakhirnya penyakit meresahkan ini.
Jayadi sebagai salah satu tim TGUPP memberikan respon sebaiknya menyajikan pendapatnya secara cerdas dan tidak panik ketika menerima kritikan dan perbaikan penanganan penyakit corona. Untuk merespon dengan baik, sangat perlu membaca kembali hasil wawancara yang kami paparkan di depan publik. Sebagai tim ahli dan TGUPP semestinya kilas balik pemikiran saya yang dituangkan dijawab dengan elegan. Fokus kritik adalah :
(Pertama). Terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih di kaji. Simak soal pernyataan Gubernur Sulsel : “Ogah PSBB, Gubernur Sulsel lebih takut Kelaparan dari Corona” (Sumber media sosial, Tirto.id tertanggal 7 April 2020). Menurut Nurdin, Provinsinya merupakan daerah penyangga kebutuhan pangan di Indonesia yang harus memenuhi kebutuhan beras untuk 27 provinsi. Alasan sesuai menurutnya tak bisa menerapkan aturan PSBB di Sulsel. Pertanyaan sekarang apakah tim di TGUPP sudah dimintai pendapat soal testimoni Gubernur Sulsel disampaikan ke publik. Ataukah, di Tim TGUPP sudah melakukan diskusi yang sengit dan sistematik soal PSBB. Bukan kah dibentuknya TGUPP adalah membantu gubernur untuk percepatan dan akselerasi pembangunan di Sulsel. Bahkan ketika Prof. Yusran Yusuf ketika menjadi terperiksa menyampaikan pendapatnya di depan sidang Hak Angket mengutarakan bahwa ada 3 fungsi yang dijalankan TGUPP Sulsel ; (a) membantu organsasi pemerintahan daerah dalam menyusun program dan anggaran, (b) mendampingi tugas keahlian, (c) memberikan masukan kepada gubernur dalam pengambilan keputusan (sumber : News Sulsel, 10/7/2019).
Pertanyaan mendasar dan perlu kejujuran sebagai Jayadi yang maha terpelajar, apakah pak Gubernur sebelum memutus dan berbicara di depan publik, Tim TGUPP sudah meminta masukkan kepada TGUPP dan sekaligus menjalankan tugas keahlian sebagai “Tim Pakar”. Patut disayangkan Jayadi ini tidak menyimak apa yang kami tawarkan dalam wawancara.
(Kedua). Jayadi yang bergelar sangat terpelajar, apakah yang saya sampaikan itu narasi yang baik untuk memberikan solusi. Simak ; ”Kalau wabah ini cepat teratasi yah tidak ada masalah, tapi ini kan tidak ditahu kapan selesai. Makanya harus ada alternatif kalau memang kondisi sebar gawat. Jangan sampai orang meninggal gegara virus, karena kita tidak menjalankan aturan menteri dalam hal ini pemerintah”. Apakah juga membaca teks ini dengan benar sesuai orang terpelajar. Naskah solusi yang saya tawarkan jangan hanya dibaca teks manifest tapi juga latent atau yang tak nampak. Kecuali Jayadi buta membaca maksud baik terhadap narasi yang saya tawarkan.
(Ketiga). Bahkan dalam wawancara di paragraf terakhir. Gubernur yang didampingi TIM TGUPP, adalah pemimpin garda terdepan untuk memberi kepastian dan berupaya mengambil tindakan tepat dalam situasi wabah yang cenderung tidak terkendali. Solusi yang saya tawarkan dan saya memberi contoh dan inspirasi : Kenapa JK berhasil menangani kejadian yang sifatnya luar biasa ? Saya tanya Pak JK, apa kelebihan beliau ? JK adalah sosok Risk taker, orang yang selalu mengambil risiko. Kalau tidak mampu mengambil risiko, jangan jadi pemimpin. Situasi penyakit Corona masuk kategori “membahayakan” sepantasnya Gubernur mengambil langkah seperti yang selalu didramaturgikan Pak JK dalam menyelesaikan masalah krusial. Nyali mengambil resiko harus dipunyai seorang pemimpin.
(Keempat). Yang tidak bisa dipahami, DPRD Sulsel sudah tanggap mengambil keputusan untuk menggunakan dana sebanyak 500 milyar digelontorkan sejak 3 minggu lalu untuk digunakan keperluan penanganan Covid-19. Pak Selle sebagai ketua Komisi A DPRD Sulsel telah meyakinkan kita dan publik, DPRD Sulsel sudah menambahkan refocusing anggaran untuk penanggulangan Covid-19. Ditambah lagi, Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni’matullah sudah bersuara lantang mempersilahkan pemerintah provinsi mengambil tangan besi untuk cepat dan tanggap menggunakan dana yang telah disiapkan. Pertanyaan sekarang, apakah Jayadi dan Tim TGUPP baca koran yang disuarakan legislator kita di DPRD. Ataukah beliau hanya menutup mata dan telinga terhadap jeritan wakil rakyat.
(Kelima). Sebagai Tim Ahli Percepatan pembangunan (baca : tim ahli untuk menghadapi wabah kronis Corona) juga jeli melihat pikiran yang kami tawarkan di publik. Simak wawancara saya : “Kita tidak punya data stok pangan sampai beberapa bulan ke depan ? Persoalan itu harus dijawab oleh pemerintah, jangan seandainya terus”. Pada masa genting seperti ini, pemerintah harus mempersiapkan 10 kebutuhan pokok masyarakat. Ingatki Jayadi, pak Gubernur sudah memberi keterangan resmi bahwa Sulsel itu penyangga bahan pangan dan kebutuhan beras 27 provinsi. Sebagai Tim ahli sewajarnya pak gubernur perlu dilengkapi data yang akurat tentang data kebutuhan pokok. Sebagai penyangga kebutuhan pokok beras, kita siap tidak akan kekurangan pangan. Tapi dalam analisis teks, Gubernur hanya membuat statement yang tidak dilengkapi dengan data atau bahasa jurnalistisk yang talking news. Kita butuh informasi faktual news, seperti : ketersediaan beras di Bulog, gula pasir, minyak goreng, daging, sayur mayur, terigu, gas elpiji, bahan bakar, air bersih, dan listrik. Kita tidak butuhkan pernyataan dari pimpinan bahwa 3 bulan kedepan cukup untuk kebutuhan pokok. Baca itu Jayadi, masyarakat jangan dikasih angin surga. Orang cerdas selalu bicara data yang akurat. Anda digaji dari uang rakyat maka berilah informasi yang akurat, elegan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pernyataan Jayadi, mengatakan saya berkoar-koar tidak paham (otonominews.co.od, 9/4/2020), sebaiknya kita perlu menggeledah diri membuka mata hati dan bertanya hati intelektual, apakah saya ini adalah Jayadi yang sebenarnya saya kenal berpikir objektif dan kritis. Saya tahu anda berada dipihak “penguasa” sebaiknya tetap kritis- objektif dan memberikan masukan yang objektif dan kritis. Jangan hancurkan diri untuk kepentingan politik sesaat.
Selanjutnya, ada kesan, apa yang disampaikan dalam kilas balik pikiran Jayadi terhadap saya, ternyata anda tidak menempatkan mata intelektual dalam berargumentasi. Kalau ini terjadi, kasian pak Gubernur yang semestinya diberikan masukkan yang kritis dan berimbang sehingga dalam pengambilan keputusan memihak ke rakyat. Coba tengok 2 instagram baik itu via @makassar__info - @info_kejadian_makassar yang sudah disukai 9.107 followers. Begitu juga Respon salah satu followers @al_azhare.e : Kesehatan dan keselamatan rakyat itu jauh lebih penting, saya rasa ekonomi itu masih bisa ditata kembali setelah virus ini hilang, mohon kebijakan ta lebih tegas pak karena melihat Sulsel sudah zona merah @nurdin Abdullah.
Jeritan followers yang ditujukan ke Nurdin Abdullah, sudah sepantasnya didengar dengan masukan yang baik untuk kebaikan kita Bersama. Liked yang sudah hampir 10.000an sepantasnya dianggap suara rakyat adalah suara “tuhan”, pak Jayadi ? Apalagi Pak Jayadi tahu dan pernah belajar pembentukan opini publik. Hanya pemimpin yang cerdas mampu membaca trend opini publik apakah sang pemimpin masih dicintai rakyatnya ?
Akhirnya, sebagai sahabat, gunakanlah hati nurani untuk membaca aspirasi rakyat yang sementara ini gamang menghadapi Corona. Belajarlah dari drama kepemimpinnan seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Khofifah, dan Risma menghadirkan sosok pemimpin ditengah pikiran dan perasaan rakyatnya. Dan, pakailah postulat Pak JK dalam menghadapi dan menangani pandemi Corona dengan prinsip Risk Taker. Berikan Pak gubernur informasi kritis sehingga imbalan uang rakyat yang digunakan untuk dibayar mahal honor TGUPP kisaran 14-16 juta rupiah. Terbalaskan. (*)