Masyarakat Seko dan Rampi Tolak Investor Tambang Emas

SOROTMAKASSAR - LUWU UTARA.

Selamatkan Kecamatan Seko dan Rampi yang berfungsi sebagai jantung Sulawesi yang berperan dalam memelihara keseimbangan lingkungan.



Sejak adanya penolakan masyarakat Seko dan Rampi terhadap investasi tambang, jaringan advokasi yang didukung sejumlah lembaga pemerhati lingkungan yang dimediasi oleh Jurnal Celebes pada bulan April turun ke lapangan membuat film dokumenter yang dilakukan oleh Jurnal Celebes didampingi sejumlah NGO dan lembaga bantuan hukum, mereprsentasikan  film dokumentasi perjalanan di Seko dan Rampi.

Direktur Eksekutif Jurnal Celebes, Mustam Arif dalam Launching film dokumenter Seko Jantung Sulawesi.
Menurut Mustam, film dokumenter ini diharapkan bisa menjadi mediasi untuk melihat kondisi Seko dan Rampi yang memiliki potensi daerah cukup besar, yang kini terancam oleh kerusakan lingkungan dengan munculnya beberapa investor tambang yang mengklaim tanah warga sebagai daerah konsesi.

Dikatakan, masyarakat adat Seko dan Rampi  berjuang untuk menghadapi dua perusahaan tambang yang akan melakukan eksplorasi tambang emas di daerah tersebut.



"Kami bukan anti investor, tapi yang jadi perhatian adalah konflik dengan masyarakat lokal yang nantinya akan berakhir dengan rusaknya lingkungan dan juga budaya lokal," ujar Mustam.

"Kami tidak ingin melihat  Seko sebagai jantung Sulawesi ini menimbulkan masalah dengan masyarakat lokal, termasuk kerusakan lingkungan, budaya dan kearifan lokal yang sangat potensial di Seko dan Rampi," tambahnya.

Masyarakat memang butuh perusahaan tambang, namun perusahaan yang bisa  memanusiakan manusia.
Karena jangan sampai power yang dimiliki investor itu akan kembali mengulangi peristiwa kelam masyarakat Seko, dimana pada tahun 2016 lalu, ada 11 orang warga Seko ditangkap aparat karena diduga menghalangi pembangunan power plan yang akan digunakan oleh perusahaan pertambangan di Seko.

Bisa jadi penangkapan dan intimidasi kepada warga Seko akan terus berlanjut, mengingat perusahaan tersebut tentunya akan menggunakan kekuatannya untuk mempengaruhi aparat. Kareba itulah Koalisi advokasi tambang  menolak masuknya industri tambang di Seko dan Rampi.

Menurut pimpinan Koalisi Advokasi Tambang (KATA), Mohamad Taufik Parende, koalisi advokasi tergabung didalamnya antara lain LBH, Jurnal Celebes, WALHI dan banyak lagi organisasi lingkungan lainnya. KATA sudah melakukan tahapan pengumpulan data administrasi terkait perizinan perusahaan tambang di Seko.

Dikatakan, izin tambang yang masuk di Sulsel sekarang ini cukup banyak dan Seko serta Rampi menjadi target pertambangan. Karena saat ini sudah ada 114 izin pertambangan di Sulsel.

Dikhawatirkan beberapa tahun ke depan akan muncul konflik terkait dengan pertambangan dan perampasan lahan dengan banyaknya izin tambang yang masuk ke Sulsel.

Di Rampi dan Seko sudah ada PT Kalla Arebamma yang luas konsesinya mencapai 14 ribu hektar dan PT Citra Palu Mineral juga memiliki lahan konsesi wilayah hutan 23.000 hektar.

Dijelaskan, hampir semua pemukiman di Rampi diklaim investor sebagai kawasan pertambangan, padahal diatasnya merupakan pemukiman penduduk.

Dijelaskan, dari awal perizinan PT Kalla Arebamma itu diduga cacat admistrasi, karena tak satupun warga yang dilibatkan dalam studi lingkungan perusahaan tambang.

Temuan yang didapatkan antara lain, PT Kalla Arebamma melakukan eksplorasi tanpa memiliki izin pinjam kawasan hutan di kecamatan Rampi. Titik eksplorasi memang di dalam kawasan hutan.

Temuan kedua, PT Kalla Arebamma tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Luwu Utara. Izin konsesi memang di luar dari wilayah pertambangan.

Selain itu, tidak melakukan konsultasi publik dengan masyarakat sekitarnya.Juga izin lingkungan PT Kalla Arebamma sudah kedaluarsa dari tahun 2017 sampai hari ini belum ada aktivitas di Kecamatan Rampi. Baru memobilisasi peralatan ke Kecamatan Rampi.

Tokoh pemuda Rampi, Gerson Topu mengatakan, kalau pertambangan masuk, maka akan merusak potensi pertanian alami yang tidak menggunakan pupuk.

Munculnya usaha tambang akan menimbulkan konflik, karena budaya warga akan hilang dan pertambangan juga akan merusak kebiasaan bercocok tanam masyarakat Rampi.

Masalah ketiga yakni, konsultasi publik terkait dengan izin tambang diduga dipalsukan, sehingga ada warga atas nama pemuda Rampi tetapi bukan dari Rampi. Sehingga tokoh adat akan menolak masuknya pertambangan. Bahkan diduga pemukiman warga akan diambil oleh perusahaan tambang.

Perwakilan pelajar Pemuda Seko, Roni Gatti menjelaskan, ada 9 suku adat di Seko dan Rampi dan juga memiliki aneka ragam hewan khas seperti Anoa.

Menurutnya, selaku pemuda Rampi dan Seko beserta adat setempat menyatakan menolak masuknya investasi tambang di dua daerah tersebut. (manaf)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN