SOROTMAKASSAR - JAKARTA.
Peluang, tantangan, dan harapan terhampar di awal tahun baru Imlek 2576 Kongzili yang bertepatan dengan 29 Januari 2025. Menurut Ketua Harian Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), Dr. Djoni Toat Muljadi, SH, MM, menghadapi tahun Ular Kayu ini harus dengan perasaan optimis.
Djoni menerangkan, dalam kepercayaan Tionghoa, ular melambangkan kecerdikan, kebijaksanaan, dan kemampuan beradaptasi. Sementara unsur kayu merepresentasikan pertumbuhan, pembaruan, dan kreativitas. Kombinasi Ular Kayu diyakini bisa membawa energi positif untuk mendorong inovasi dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan ke depan yang semakin berat.
“Harapan saya, semoga kita bisa melewati tahun Ular Kayu yang lincah dan penuh inspirasi ini. Semoga tahun ini membawa kemakmuran, khususnya untuk semua rakyat dan bangsa Indonesia, dan umumnya untuk seluruh penduduk di muka bumi. Selain itu, semoga kita bisa hidup dalam kerukunan dan harmoni,” katanya.
PSMTI, yang dalam bahasa Mandarin disebut Yin Hua Bai Jia Xing Xie Hui, memiliki visi bahwa suku Tionghoa warga Negara Kesatuan Republik Indonesia bersama seluruh komponen bangsa memiliki hak dan kewajiban untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menuju masyarakat adil dan makmur.
Visi ini diejawantahkan dalam empat misi yang sudah disusun oleh founding fathers organisasi kemasyarakatan ini. Pertama, meningkatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Kedua, masuk dalam arus besar Bangsa Indonesia dengan turut serta secara aktif dalam pembangunan NKRI dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga, memantapkan jati diri sebagai salah satu suku dalam keluarga besar Bangsa Indonesia.
Keempat, memberikan manfaat bagi bangsa dan negara, terutama dalam bidang sosial, budaya, pendidikan, dan kemasyarakatan.
Berdasarkan visi dan misi itu, menurut Djoni, banyak hal yang sudah dan akan terus dilakukan PSMTI. Di antaranya adalah dialog untuk membangun kesepahaman dan program pelatihan bisnis yang membantu UMKM serta organisasi masyarakat (ormas) yang menjalin kerja sama dengan paguyuban. Selain itu, secara berkala juga dilakukan aksi sosial untuk membantu mereka yang kurang beruntung.
“Kami menjalin kerja sama dengan ormas seperti GP Ansor dan DMI (Dewan Masjid Indonesia) dalam memberikan pelatihan bisnis. Kepada pengurus di tingkat provinsi serta kabupaten/kota, kami juga mengharapkan untuk melakukan komunikasi dan kerja sama sehingga bisa berbuat sesuatu untuk lingkungan,” ujarnya kepada Edy Suherli, Bambang Eros, Irfa Meidianto, dan Karisa Aurelia Tukan dari VOI yang menemuinya di Sekretariat PSMTI, Equity Tower, SCBD Jakarta, Rabu, 22 Januari. Inilah petikan selengkapnya.
*Apa makna tahun baru Imlek 2576 Kongzili dan bagaimana menghadapi tahun ular kayu ini ?
Tahun ini kita memasuki Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili. Kata orang, ular itu lincah, gesit, cerdik, dan mampu beradaptasi. Sedangkan unsur kayu melambangkan pertumbuhan, pembaruan, dan kreativitas. Kombinasi kedua unsur ini diyakini bisa membawa energi positif yang mendorong inovasi dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan. Jadi, di tahun Ular Kayu ini kita harus lincah dan gesit untuk memenangkan persaingan.
Harapan saya, semoga kita bisa melewati tahun Ular Kayu yang lincah dan penuh inspirasi ini. Semoga tahun ini membawa kemakmuran, khususnya untuk semua rakyat dan bangsa Indonesia, dan umumnya untuk seluruh penduduk di muka bumi. Selain itu, semoga kita bisa hidup dalam kerukunan dan harmoni sehingga dapat menikmati hasil jerih payah dan kerja keras kita.
*Apa yang sudah dan akan dilakukan PSMTI untuk menjaga budaya Tionghoa di tengah arus globalisasi yang tak terbendung ?
PSMTI didirikan pada tahun 1998, pasca kerusuhan rasial yang terjadi di Indonesia. Organisasi PSMTI bersifat sosial, budaya, dan kemasyarakatan sebagai wadah komunikasi, interaksi, serta penyerap dan penyalur aspirasi suku Tionghoa di Indonesia dengan lembaga negara, instansi pemerintah, organisasi, dan komponen masyarakat lainnya. Kami berusaha berkontribusi untuk NKRI dan membantu pemerintah dalam melaksanakan program-program yang telah dicanangkan.
Lewat PSMTI, kami menyosialisasikan kepada generasi muda Tionghoa agar tidak melupakan budaya leluhur meskipun kini telah bersinggungan dengan budaya global. Kami melaksanakan pemilihan Cici Koko dari daerah hingga tingkat nasional. Kami juga membuat buku tentang sejarah Tionghoa agar bisa dibaca oleh generasi saat ini.
Selain itu, kami mendirikan museum, seperti Taman Budaya Tionghoa Indonesia di TMII. Museum serupa juga didirikan di Sukabumi, Bandung, dan daerah lainnya. Melalui museum ini, kami mendokumentasikan dan memamerkan warisan budaya agar bisa dinikmati oleh generasi sekarang dan yang akan datang.
*Apa yang PSMTI lakukan agar terjadi dialog dan kerja sama antara warga Tionghoa dengan masyarakat lokal sehingga tercipta harmoni ?
Sampai saat ini, alhamdulillah, PSMTI sudah terbentuk di 37 provinsi dan telah hadir di 308 kabupaten/kota di Indonesia. Kami menjalin kerja sama dengan ormas seperti GP Ansor dan DMI (Dewan Masjid Indonesia) dalam memberikan pelatihan bisnis. Kepada pengurus di tingkat provinsi serta kabupaten/kota, kami juga mengharapkan adanya komunikasi dan kerja sama agar dapat berkontribusi untuk lingkungan.
*Antara pendatang dengan warga lokal idealnya terjadi akulturasi budaya. dalam konteks warga Tionghoa, apa yang terjadi ?
Saat bermigrasi ke suatu tempat, biasanya terjadi akulturasi budaya. Pada masyarakat Tionghoa, hal serupa juga terjadi. Salah satu contoh akulturasi adalah barongsai. Kelompok barongsai kini telah berkolaborasi dengan kesenian daerah setempat dalam berbagai pertunjukan.
*Banyak orang Tionghoa yang jago berbisnis. Apa yang membuat hal itu bisa terjadi ?
Awalnya, keberadaan orang Tionghoa sejak era kolonial Belanda hingga pasca-kemerdekaan diarahkan untuk menekuni dunia bisnis dan perdagangan. Kesempatan mereka untuk berkiprah sebagai ASN, TNI, dan aparatur negara lainnya amat sempit. Bahkan, untuk masuk ke sekolah negeri pun sulit. Karena bidang bisnis masih terbuka, akhirnya anak-anak orang Tionghoa diarahkan ke sekolah bisnis. Namun, sekarang semua sudah terbuka; anak-anak kami bisa masuk ke berbagai profesi, tidak lagi seperti dulu. Yang menjadi politisi banyak, bahkan sudah ada yang menjadi kepala daerah.
*Jadi, ada sejarahnya mengapa orang Tionghoa jago dalam bidang bisnis ?
Ya, karena terpaksa oleh keadaan. Akhirnya, orang Tionghoa sungguh-sungguh membuktikan kemampuan mereka dalam bidang bisnis. Ternyata, mereka bisa bertahan dan berhasil dalam dunia bisnis.
*Apa ada program membina UMKM untuk dilatih berbisnis ?
Ada, seperti yang sudah saya kemukakan tadi dengan DMI dan ormas GP Ansor. Dalam berdagang, orang Tionghoa juga tidak bisa hanya dengan sesama mereka; harus membuka diri dengan suku lain agar pasarnya semakin luas. Kami melakukan pelatihan untuk UMKM dan organisasi lain yang ingin bekerja sama membuat pelatihan bisnis dan lain sebagainya. Ada juga kerja sama dengan pemerintah kota dan pemerintah daerah di berbagai daerah.
*Masih ada kesenjangan antara orang Tionghoa dan masyarakat lokal. Apa yang bisa dilakukan untuk mempersempit kesenjangan itu ?
Bicara soal kekurangan bukan dominasi suku tertentu saja, atau kesuksesan milik suku tertentu saja. Saya kira di setiap suku ada yang berhasil dan ada juga yang tidak berhasil. Di Tangerang atau Bandung (Jalan Pagarsih), banyak orang Tionghoa yang berada di bawah garis kemiskinan, mereka juga tidak punya rumah. Selain melakukan pelatihan bisnis, kami membantu menyalurkan bantuan sosial pada momen-momen tertentu. Kami juga membuka peluang untuk jaringan dalam perdagangan, misalnya.
Bulan Desember yang lalu, kami menggelar pertemuan marga-marga Tionghoa se-Asia Tenggara di Jakarta, dengan PSMTI sebagai tuan rumah. Dalam pertemuan itu, ditegaskan kembali pentingnya peluang untuk berjejaring dengan masyarakat lokal.
*Saat ini, apakah masih ada diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa ?
Alhamdulillah, untuk saat ini sudah semakin berkurang. Kami di PSMTI membuka divisi khusus untuk menerima pengaduan jika ada yang mengalami diskriminasi. Hampir tidak ada yang mengadukan persoalan diskriminasi dan sejenisnya.
*Apa harapan anda untuk Indonesia ke depan yang lebih baik ?
Yang kami garisbawahi adalah kepastian hukum. Bagi mereka yang berkecimpung di dunia bisnis, hal ini amat penting. Kalau tidak ada kepastian hukum, jadi repot. Dana yang sudah diinvestasikan bisa hilang; bukannya cuan, malah buntung jadinya. Para investor dari mancanegara, saya kira, juga mengutamakan kepastian hukum. Mereka akan menunda investasinya jika mengetahui tidak ada kepastian hukum.
Jadi, soal ini harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Kalau pertumbuhan ekonomi ingin baik dan investor mau datang, kepastian hukum harus dijaga dan ditegakkan.
Jangan sampai sebuah izin usaha yang sudah diterbitkan tiba-tiba dicabut di tengah perjalanan. Berapa banyak dana yang sudah diinvestasikan untuk sebuah usaha, namun di tengah jalan izinnya dicabut. Ini yang bikin repot.
*Apa bisa disebutkan contoh kasus yang Anda sebutkan itu ?
Karena saya juga seorang advokat, saya pernah menemukan kasus seperti itu di Bandung. Di tingkat nasional juga ada, tetapi saya tidak bisa menyebutkan secara spesifik. Ada izin di tingkat kementerian yang bisa dicabut di tengah jalan. Ini membuat cemas orang-orang yang sudah menanamkan modalnya. Mereka jadi rugi karena aturan yang tiba-tiba berubah.
*Yang sekarang sedang viral dan menjadi perhatian media serta banyak pihak adalah kasus pagar laut Tangerang. Apakah itu yang Anda maksud ?
Oh, bukan itu.
*Apakah PSMTI menggunakan media sosial untuk mensosialisasikan program kepada anggota dan masyarakat ?
Sekarang ini, nyaris semua pihak sudah menggunakan media sosial untuk berbagai keperluan, termasuk untuk sosialisasi program di lingkup internal dan eksternal. Selain menggunakan media sosial, kami juga bekerja sama dengan media massa nasional yang mendukung kegiatan yang kami lakukan.
*Apa harapan anda pada masyarakat Tionghoa di Indonesia agar membantu terciptanya harmoni untuk Indonesia kini dan nanti ?
Saya mengimbau kepada seluruh teman-teman Tionghoa untuk pandai-pandai bergaul dengan lingkungan di mana Anda berada, tinggal, dan juga menjalankan usaha. Yang perlu menjadi prioritas adalah tetangga di sebelah kanan, kiri, depan, dan belakang. Mengapa harus tetangga ? Karena jika ada apa-apa, merekalah yang pertama akan membantu. Keluarga kita mungkin ada, tetapi jauh. Itulah pentingnya menjaga hubungan baik dengan tetangga dan lingkungan sekitar.
Djoni Toat Muljadi Menemukan Surga di Bawah Laut
Keindahan yang ada di permukaan bumi ternyata ada tandingannya. Itulah yang ditemukan oleh Djoni Toat Muljadi dan mungkin juga oleh banyak penyelam lainnya. Di dasar laut, ternyata ada surga nan indah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Inilah yang membuat penyelam selalu ingin kembali menyelam.
Sebagai negara bahari, Indonesia memiliki banyak spot menyelam yang diakui keindahannya di dunia. Dari Pulau Weh di ujung barat Aceh hingga Papua di ujung timur, tersebar ribuan spot menyelam yang bisa dijelajahi. Di antara yang sudah tersohor adalah Sabang (Aceh), Kepulauan Seribu (Jakarta), Maratua (Kalimantan Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Bunaken (Sulawesi Utara), Labuan Bajo (NTT), Morotai (Maluku Utara), dan Raja Ampat (Papua Barat).
“Alhamdulillah, saya sudah pernah menyelam di tempat menyelam terbaik di Indonesia,” ujar Djoni yang juga seorang instruktur selam.
Meski sudah menyambangi spot selam yang tersohor itu, dia mengakui belum bisa menyelami semua spot selam yang ada. “Setiap daerah itu punya banyak sekali spot selam. Tak mungkin saya bisa menyelami semuanya,” kata Djoni yang menjabat Ketua Bidang Hukum dan HAM PSTMI Pusat.
Menurut Djoni, keindahan alam di bawah laut sulit diungkapkan dengan kata-kata. “Kalau kita sering melihat keindahan alam di permukaan, cobalah sesekali melihat yang ada di bawah permukaan laut dengan menyelam. Silakan bandingkan sendiri mana yang lebih indah. Setelah menyelam, Anda baru akan percaya bahwa ada surga di bawah laut,” paparnya.
“Kita melihat akuarium saja sudah senang, apalagi kalau benar-benar bisa menyelam. Perpaduan terumbu karang, tumbuhan laut, serta tingkah ikan-ikan dan satwa laut lainnya membuat pemandangan itu amat indah. Rasanya enggak mau pulang kalau tak ingat durasi menyelam sudah hampir habis, hehehe,” ujar pria kelahiran Bandung, 28 Januari 1964.
Pengalaman Unik Menyelam
Bagi Djoni, membawa anggota perkumpulan selamnya yang jumlahnya bisa puluhan orang sekali menyelam adalah hal yang paling mengkhawatirkan. “Namanya ada yang baru pertama kali menyelam, kadang ada yang sedikit panik. Itu wajar. Makanya perlu didampingi dan ditenangkan. Alhamdulillah, selama membawa teman-teman menyelam belum ada kejadian yang aneh,” kata penasihat Asosiasi Advokad Indonesia (AAI) Bandung.
Setelah berada di dalam laut, yang ada hanya kekaguman melihat keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa. Demikian indah dan memesona. “Melihat ikan beraneka bentuk dan jumlahnya tak terhitung, serta satwa laut lainnya, membuat saya tak henti bersyukur dan mengagumi ciptaan Yang Maha Kuasa,” kata Djoni yang juga menjabat Ketua Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) Jawa Barat 2021-2025.
Tak hanya menyambangi spot selam di dalam negeri, Djoni juga sudah menyelam di Maladewa alias Maldives. “Saya sudah empat kali menyelam di Maldives. Yang seru di sana, ikan hiunya jinak, namanya nurse shark. Saat menyelam, tubuh kita disundul. Ikan pari yang sudah tak ada patilnya juga senang bercengkerama dengan para penyelam,” ungkapnya.
Sekolah dan Bangun Jejaring
Meski memiliki banyak kesibukan, mulai dari organisasi profesi sebagai advokat, politisi, hingga kegiatan sosial seperti di PSMTI, Djoni tetap membagi perhatian dengan keluarga. “Keluarga saya mengerti dengan beragam kesibukan yang saya lakukan. Saat ada waktu, saya juga bersama mereka,” ujar Djoni yang mengikuti jejak ayahnya, seorang Tionghoa mualaf yang banyak terlibat di organisasi sosial.
Kepada generasi muda, ia berpesan untuk mengutamakan pendidikan. “Selagi masih ada kesempatan untuk sekolah, sekolah terus. Dengan bekal pendidikan yang memadai, bisa membawa kita ke dunia kerja dan dunia profesional,” ujar pria yang aktif dalam ikatan alumni UNPAD.
Namun, itu belum cukup. Jejaring juga amat dibutuhkan. “Jejaring itu amat penting. Ini pengalaman pribadi yang saya alami. Jadi, selain pendidikan, carilah jejaring seluas mungkin. Lewat jejaring ini, pekerjaan atau profesi yang Anda lakoni bisa lebih lancar. Bergaullah seluas mungkin tanpa membedakan suku, bangsa, ras, dan agama. Kalau banyak teman, yakinlah hidup kita tak akan susah,” kata Djoni Toat Muljadi menyudahi perbincangan.
"Saya mengimbau kepada seluruh teman-teman Tionghoa untuk pandai-pandai bergaul dengan lingkungan di mana Anda berada, tinggal, dan juga menjalankan usaha. Yang perlu menjadi prioritas adalah tetangga di sebelah kanan, kiri, depan, dan belakang. Mengapa harus tetangga ? Karena kalau ada apa-apa, merekalah yang pertama akan membantu," tandas Djoni Toat Muljadi. (voi.id)