SOROTMAKASSAR -- Makassar.
Gelaran "Ini Bukan Festival" menampilkan seniman lintas generasi dari beberapa daerah, seperti Makassar, Gowa, Maros, Bulukumba, dan Barru. Perhelatan yang menampilkakn seni tari, musik, rupa, teater, dan sastra ini, diselenggarakan di Etika Studio, Jl. Tamalate I Makassar, mulai 15-21 November 2020.
Halim HD, Networking Kebudayaan, menyampaikan, kegiatan berkesenian itu perlu diorganisasikan dan terus dibangun jejaringnya. Bahkan dirinya, mengapresiasi penyelenggaraan "Ini Bukan Festival" yang secara kolaborasi dilaksanakan seniman lintas generasi di Sulsel.
"Inilah yang membuat saya tertarik datang ke Makassar, sebagai bentuk dukungan terhadap penyelenggaraan "Ini Bukan Festival"," katanya dihadapan peserta workshop bertema Komunitas Sebagai Basis Sistem Produksi.
Ditambahkan, materi workshop yang diprint satu lembar, yang dipegang oleh peserta, sama dengan yang dia ajarkan untuk mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Selain Komunitas Sebagai Basis Sistem Produksi, materi lainnya yakni Pengembangan Komunitas dan Jaringan Kerja Kebudayaan serta Komunitas Sebagai Jaringan Distribusi Kreatif.
Selain memberi materi workshop, Halim HD juga menjadi pembicara dalam Dialog Mengenang Karya Andi Ummu Tunru. Dia jadi pembicara bersama Andi Redo dari Batara Gowa dan Dr. Halilintar Latief, yang dipandu Dr. Asia Ramli Prapanca.
Sebelum sesi dialog, Batara Gowa melakukan pertunjukan Ma'lino Dance, In Memoriam Andi Ummu Tunru.
Selama kegiatan, pengunjung tak hanya dihibur dengan pertunjukan kesenian, tapi juga mendapat edukasi melalui diskusi yang menghadirkan pelaku kesenian maupun akademisi. Pengunjung juga bisa membeli kerajinan unik, kaos dan kuliner di area pasar, yang menghadirkan pelaku UMKM. Di antaranya ada Egg Box, nasi kuning Berkah, Circle Eleven dan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro (ASPPUK) Maros, Pangkep dan Barru.
Di panggung "Ini Bukan Festival" juga tampil mahasiswa Unismuh Makassar, yang tergabung dalam Bengkel Seni, Bahasa dan Sastra Indonesia (BASSI). Mereka menampilkan musik akustik dan monolog "Bertarung dalam Sarung" karya Alfian Dipahatang.
Juga ada pertunjukan monolog "Opo" karya Bahar Merdhu yang dibawakan Arzety dari Maros. Sementara dari Grisbon menampilkan musik milenial dan pertunjukan teater "Anak-anak yang Bermain Teater". Usai pertunjukan, dilanjutkan dengan diskusi yang menampilkan Bahar Merdhu, penulis dan sutradara teater dan Moch Hasymi Ibrahim, budayawan Sulsel.
Dr Halilintar Latief, salut atas penyelenggaraan event ini yang mengindikasikan antusiasme orang berkesenian. Namun event ini juga mengingatkan bahwa warga membutuhkan gedung kesenian yang representatif.
"Karena kalau kota ini mau jadi kota dunia, indikatornya hanya tiga, yakni museum, perpustakaan dan gedung kesenian, bukan mal dan pusat-pusat perbelanjaan," pungkasnya.(rk)