SOROTMAKASSAR -- Sinjai.
Kampung Marra, Dusun Mattiro Tasi, Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai yang berada di kaki Gunung Patiroang ini diwarnai dengan keunikan bangunan rumah tempat tinggal warganya yang mayoritas terbuat dari kayu yang bangunannya terlihat lebih rendah dari bangunan rumah panggung pada umumnya.
Sedikitnya terdapat 74 buah rumah yang menghiasi kampung ini, dan belum sampai sepuluh di antaranya yang dibangun secara permanen sebagai rumah batu, itupun bentuknya juga menunjukkan keunikan tersendiri karena tampak lebih ceper dari bangunan rumah batu pada umumnya yang seakan hendak mencakar langit.
Lebih uniknya lagi, karena dari luar, rumah panggung warga pada umumnya tampak jelas ditopang dengan sejumlah bambu dari empat arah mata angin, dan atapnya juga dipasung dengan bambu, sehingga atap rumah warga tampak adanya anyaman bambu.
Sementara pada bagian dalam rumah, rangka atap tetap diikatkan dengan rangka rumah, sehingga setiap ruas rangka atap dapat dengan mudah dilihat adanya lilitan tali yang menyatukan antara rangka atap dan rangka rumah, bahkan pada tiang rumah.
Kepala Dusun Mattiro Tasi, Desa Batu Belerang, Hamis yang ditemui di kediamannya mengungkapkan, rumah dari 84 Kepala Keluarga (KK) yang menghuni Kampung Marra, Dusun Mattiro Tasi, sengaja dibangun sedemikian rupa pendeknya, sebab kampung ini juga menjadi langganan angin kencang musiman yang selalu mengunjunginya dalam tiga tahapan setiap tahunnya.
Pengalaman selama ini, pada umumnya rumah yang lebih tinggi tidak jarang menjadi korban pertama disaat angin kencang datang menyapa. Persoalan masih minimnya bangunan rumah batu, bukan hanya disebabkan karena faktor keterbatasan ekonomi semata, tetapi infrastruktur jalan menuju kampung ini, masih sangat menyulitkan mobil truk untuk mengantar bahan bangunan yang dibutuhkan.
Adapun rumah yang tampak ditubung (ditopang) dan atapnya disakkala (dipasung) dengan menggunakan batang bambu, itu adalah jalan terbaik untuk menghindari risiko robohnya rumah atau terbangnya atap rumah saat angin kencang datang melanda.
"Angin kencang yang datang setiap tahun dalam tiga tahapan, ada-ada saja atap rumah warga yang diterbangkan disamping tanaman perkebunan warga yang rusak total, karena angin kencang ini memang memiliki kecepatan yang luar biasa, sehingga batu-batu kecil atau sebesar kelereng biasa diterbangkan," katanya.
Bahkan pada tahun 2006 silam, hampir semua rumah warga di kampung ini rata dengan tanah tersapu angin kencang, atap rumah yang berterbangan banyak tidak ditemukan, dan kejadian angin kencang selalu berulang setiap tahunnya, mulai dari bulan Oktober sampai November, kemudian Januari hingga Maret. (AaN)


