* Oleh : Rachim Kallo (Bagian I)
Sastra I La Galigo untuk pertama kali dalam sejarah dikenal dengan pembuatan perahu besar 'Phinisi'.
Mitos di masyarakat percaya bahwa kapal besar yang dipergunakan oleh Sawerigading untuk berlayar ke negeri Cina adalah sejenis kapal Phinisi yang dibuat dari bahan kayu pohon raksasa Welenreng.
Kapal asli dari peradaban Sulawesi Selatan yang melegenda dan terkenal tangguh dalam mengarungi lautan samudera sejak dahulu hingga sekarang.
Wajarlah jika Phinisi kemudian menjadi warisan budaya dunia yang kemudian pantas diakui oleh UNESCO dan patut dilestarikan serta dikenang sepanjang masa.
Sinerji Teater Makassar pun mengangkat kisah Phinisi kedalam lakon drama berjudul 'Pelayaran Peradaban I Welereng' ke atas pentas dengan bentuk pertunjukan teater.
Sinerji Teater Makassar selama ini dikenal gigih mempertahankan konsep pentasnya, Teater Realis -- dengan pendekatan dramaturgi dan artistik yang kuat.
Mulai berdiri pada 21 April 1998, dan menggelar pentas pertamanya ‘Mentang-mentang dari New York' (1998). Kemudian di tahun 2006 memproduksi ‘Petang di Taman’ karya Iwan Simatupang.
Lalu pada tahun 2013 mementaskan ‘Menunggu Godot’ karya Samuel Beckett. Dan selanjutnya 26 Mei 2014 di Benteng Fort Roterdam menghelat 'The Talk Show'.
Tahun 2016 mementaskan 'Musang Berjanggut' karya Djamalul Abidin. Tanggal 27-29 Agustus 2017 di Gedung Kesenian Sulawesi Selatan menggelar 'Monserrat' karya Emmanuel Robles.
Terakhir pada 2018 lalu, mementaskan 'Hoax', dan rencana berikutnya di bulan April mendatang kembali mengadakan pertunjukan drama kolosal 'Pelayaran Peradaban I Welenreng' di panggung Trans Studio Makassar.
Drama 'Pelayaran Peradaban Pinisi I Welenreng' ini merupakan sebuah pertunjukan teater multi media ' Phinisi for World Heritage' yang ditulis dan disutradarai oleh Yudhistira Sukatanya.
Tujuan pertunjukan teater ini menurut Yudhistira Sukatanya saat ditemui media ini, yang pertama adalah untuk memeriahkan HUT ke-348 Sulawesi Selatan dengan menghadirkan pertunjukan teater multi media yang dapat memberikan cermin pembelajaran tentang bauran sejarah keagungan sastra masa lalu, pencapaian peradaban dan progres adopsi teknologi dalam konteks karya masa kini.
Yang kedua, lanjutnya, ikut mendorong suksesnya program 'Pinisi Next Heritage For The World' dari Sulawesi Selatan.
Kemudian yang ketiga, hal ini dipandang penting pula guna menghadirkan jiwa patriotisme, nasionalisme saat ancaman atas eksistensi keberagaman dan keutuhan persatuan bangsa.
"Semoga ini menjadi salah satu jawaban atas gumam problem aktual kebangsaan,” harap Yudhistira. (*)