Kedai Kopi Es Tak Kie, Sajikan Suasana Klasik Peranakan


{gallery rows=1 cols=4 preview_width=200 preview_height=150 preview_crop=yes lightbox=boxplus/dark lightbox_thumbs=none rotator_orientation=vertical loop=off caption_position=overlay-top}kuliner/takkie{/gallery}


Biji Kopi dari Lampung
Usaha kedai kopi ini pertama kali dirintis tahun 1927 oleh seorang perantau asal Kanton, Tiongkok, bernama Liong Kwie Tjong. Awalnya hanya berbentuk warung kaki lima di seputaran Glodok. Setelah berkembang, pemiliknya memindahkan ke sepetak bangunan di gang Gloria yang dibeli tahun 1930. Sejak itulah pengelolaan kedai yang diberi nama “Kopi Es Tak Kie” dilanjutkan putranya hingga cucu-cucunya. Pemberian nama Tak Kie, berasal dari kata Tak -- orang yang bijaksana, sederhana dan apa adanya, kemudian kata Kie – mudah diingat banyak orang. Maksud dari nama tersebut, sang pendiri ingin mengajarkan kepada para penerusnya untuk selalu tampil sederhana dan kerja keras.

Tahun 1973, cucu Liong Kwie Tjong bernama Ayauw mulai memegang kendali meneruskan usaha keluarganya. Bersama saudara-saudaranya, mereka sangat kompak mengelola sampai sekarang ini. Masing-masing punya bagian tugas yang rutin dikerjakan setiap hari. Ada yang bertanggungjawab memasak kudapan, menyajikan ke pengunjung, menangani manajemen dan keuangan, serta yang mengurusi pembelian biji kopi. Ayauw alias Latif Yunus -- anak ketiga dari 9 bersaudara, bertugas memimpin operasional bisnis warisan kakeknya. Uniknya, kedai kopi itu sejak dulu hingga kini hanya buka setengah hari saja, mulai pukul 07.00 pagi dan tutup pukul 14.00 siang.

Biji kopi jenis Arabika yang digunakan di kedai ini berasal dari Lampung dan diambil melalui 5 pemasok di Jakarta. Sekali pengambilan sebanyak 10 kilogram biji kopi yang diperhitungkan untuk kebutuhan pemakaian selama 10 hari. Namun jika lagi ramai-ramainya pengunjung, jumlah tersebut bisa habis dalam waktu sepekan. Biji kopi yang telah di-roast, diproses sendiri dengan mesin pengolah kopi tradisional yang sudah dimiliki sendiri sejak puluhan tahun silam. Selanjutnya setiap subuh, bubuk kopi olahan itu diracik dan dimasak kemudian ditampung dalam panci berukuran sedang. Nanti saat kedai siap beroperasi pagi hari, larutan kopi yang tentunya sudah dingin lalu dituang ke teko alumunium.

Nah jika cairan kopi yang sudah dingin diberi es batu, pastilah rasa kopi masih sama dan citarasanya tidak akan terpengaruh. Tentu beda rasanya dengan yang sering kita temukan, dimana minuman kopi es disajikan dengan cara larutan kopi yang baru diseduh lalu dicampur es batu. Ini mengakibatkan panas dari racikan kopi langsung melumerkan es batu dan membuat citarasa kopi tidak terlalu nampak karena terkalahkan oleh air tambahan dari es baru yang mencair. Bandingkan saja saat menenggak kopi es Tak Kie, rasa asam kopi sedikit samar oleh legitnya susu kental manis yang dicampurkan. Selain citarasanya yang boleh dipujikan, suasana minum kopi di kedai itu memang sukar dicari padanannya.

Berkunjung ke kedai “Kopi Es Tak Kie”, tamu-tamu tidak hanya menikmati minuman kopi es saja, tapi dapat pula mencicipi aneka kuliner khas etnis Tionghoa. Sebab pengelola menyediakan juga sejumlah kudapan dan makanan berat, mulai dari mie pangsit kuah, mie pangsit goreng, bakso, nasi campur, nasi tim, nasi hainam hingga bakcang. Kendati sebagian besar sajian makanan mengandung bahan daging babi, tapi ada juga tersedia menu makanan yang memakai bahan daging ayam dan daging sapi maupun ikan laut. Karenanya, bagi pengunjung muslim yang mampir ke tempat ini sebaiknya bertanya terlebih dahulu. Ayo buktikan sendiri deh asyiknya menikmati sajian klasik disini. (jw)

Top Hit

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN