Oleh : Rachim Kallo
Sinerji Teater Makassar merupakan wadah bagi para seniman teater di kota Makassar yang diprakarsai oleh seniman-seniman senior Makassar. Sejak didirikan 21 April 1998 hingga saat ini, Sinerji Teater Makassar telah banyak menghadirkan pentas teater dengan naskah-naskah yang berkualitas untuk masyarakat Makassar. Semoga pertunjukan Kenduri kian mengukuhkan eksistensi kota Makassar sebagai kota seni pertunjukan yang maju di Indonesia.
Bagian ketiga dari tulisan ini memperkenalkan profil tim Drama kenduri, dari sutradara, para pemain dan tim produksi. Reputasi tim ini tak diragukan lagi. Berikut rangkumannya.
Sutradara “Kenduri” bernama Eddy Thamrin, menulis dan menyutradarai dengan nama Yudhistira Sukatanya, lahir di Bandung 27 Desember.
Pernah bekerja di RRI 27 Tahun. Mulai dari Makassar kemudian jadi Kepala stasiun di RRI Natuna; RRI Ternate dan RRI Bengkulu. Pernah menjabat penasehat Gedung Kesenian Societet de Harmoni dan BKKNI Sulawesi Selatan (2000).
Kini Ketua Bidang IV Dewan Kesenian Makassar (2013). Pengelola Sinerji Teater Makassar. Dosen LB di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN sejak 2013. Ketua harian Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKSS) 2016 - 2020.
Mendirikan Sanggar Merah Putih Makassar (1978) dan Sinerji Teater Makassar (1998). Penerima Celebes Award tahun 2002 dari Gubernur Sulawesi Selatan. Kini aktiv kembali menulis di media cetak, on-line dan editor buku.
Menurut Yudhistira Sukatanya saat ditanyakan pilihan Naskah Kenduri dan pertunjukan kali ini, hanya pentas rutin sebenarnya, Sinerji Teater itu tidak merencanakan pentas yang berjadwal. Tapi kita selalu mencari naskah-naskah yang tepat, layak untuk diapresiasi oleh masyarakat. Sehingga kami betul-betul merancang itu sebagai suatu pertunjukan yang pas pada waktunya, dan konsep pertunjukan yang diusungnya tetap di jalur teater realis modern - ala Indonesia.
Sementara dari pemain para seniman kawakan yang sudah berpuluh tahun mendedikasikan diri pada dunia seni. Diantaranya Soeprapto Budisantoso yang berperan sebagai Boss Koko.
Soeprapto Budisantoso menggeluti drama sejak tahun 1973, saat Budi, demikian ia akrab dipanggil, masih di bangku kuliah. Sepanjang masa kuliah, hingga tahun 1981, pria kelahiran Cilacap, 18 Juli 1953 ini terlibat aktif dalam Teater Gadjah Mada UGM serta Teater Mandiri Yogyakarta. la tampil dalam puluhan drama teater dalam kurun itu. Soeprapto peraih aktor terbaik Festival Teater Mahasiswa Nasional 1981.
Di Makassar sejak pertengahan tahun 90-an Soeprapto kembali aktiv berteater. Tampil di sejumlah pertunjukan bersama Sinerji Teater Makassar. Berawal dari Petang di Taman karya Iwan Simatupang (2006) . Di kelompok yang sama kemudian bermain lagi dalam Menunggu Godot- Semuel Backett sekaligus menyutradarainya (2013); Puang Tamboro Langi’ (2014) - (Menunggu Godot – Adaptasi versi Toraja ) Sutradara Yudhistira Sukatanya. Tahun 2016 mentas dalam drama komedi klassik Musang Berjanggut (2017) - Djamalul Abidin Ass, Drama Montserrat (2017) - serta drama Multi media I Welenreng-Pelayaran Peradaban (2018). Drama Inspektur Jenderal atau HOAX (2019).
Tak hanya giat berteater dan baca puisi, Soeprapto juga piawai dalam monolog. Pernah mewakili Makassar dalam Festival Monolog DKJ dengan lakon Ziarah dan bersama kelompok seniman Gedung Kesenian Societeit de Harmonie (GKSdH) mementaskan teaterisasi puisi Rendra Blues untuk Bonnie. Kini aktiv mengamati perfilman.
Soeprapto senantiasa memegang peranan penting dalam setiap proses produksi. Demikian pula kali ini. Ia bertindak sebagai produser.
Dalam Drama Kenduri - Soeprapto berperan sebagai Bos Koko. Tokoh yang sangat korup yang selalu gelisah memandang masa depan kehidupan disekitarnya. Baginya, setiap peran itu sangat menantang ‘Aktor berada di Di panggung bukan untuk memerankan tokoh, melainkan untuk menjadi tokoh itu. Menhadirkan roh para tokoh meminjam raga dan jiwa para aktor untuk mengaktualisasikan keberadaan mereka di dunia melalui panggung realitas pertunjukkan’ Katanya. (bersambung)