Menurut promovendus, pada kedua UU tersebut membagi pelanggaran dan sengketa pemilu ke dalam enam jenis, yaitu ; pelanggaran administratif pemilu/pemilihan, tindak pidana pemilu/pemilihan, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu/pemilihan, sengketa proses, sengketa tata usaha negara pemilu/pemilihan, dan perselisihan hasil-hasil pemilu/pemilihan yang terintegrasi dengan peradilan dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia.
Sistem ideal peradilan khusus pemilu di Indonesia, imbuh mantan Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat tersebut, yaitu berada di bawah Mahkamah Konstitusi (MK) dengan pemberian kewenangan menjadi Peradilan Politik Ketatanegaraan yang selain menjalankan kewenangan yang diamanatkan UUD 1945 (pasal 24 dan 24C), dapat diberikan kewenangan baru, bukan hanya menangani sengketa hasil pemilu dan pemilihan, melainkan juga menangani semua jenis pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilu dan pemilihan yang meliputi : pelanggaran administratif, sengketa proses, dan pelanggaran kode etik penyelenggara. Kecuali, pelanggaran pidana tetap di peradilan umum di bawah Mahkamah Agung serta melakukan transformasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai peradilan Khusus Pemilu yang berada di Mahkamah Konstitusi.
Lulusan Fakultas Syariah IAIN (kini UIN) Alauddin Makassar tahun 1990 tersebut menyarankan, perlu dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada pasal 22E ayat (2) dengan memberikan nomenklatur pemilukada agar memperluas pengertian pemilu, sehingga pemilukada menjadi rezim (tata pemerintahan negara) pemilu. Juga perlu diamandemen pasal 24 ayat (2) dan pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945, terkait penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi menyelesaikan pelanggaran, sengketa administrasi dan sengketa proses pemilu serta berwenang membentuk peradilan khusus di bawahnya pada masa mendatang.
Selain pimpinan sidang promosi yang juga Direktur Program Pascasarjana UMI sekaligus ko-promotor dan seorang ko-promtor lainnya dan promotor, bertindak sebagai penguji adalah Prof. Dr. H.A. Muin Fahmal, SH, MH, Dr. Kamal Hijaz, SH, MH, dan Dr. Junaidi Zakariah, SE, M.Si selaku penguji lintas disiplin. Sementara Prof. Dr. Abdul Razak, SH, MH (sedang berada di Bali), Dr. Muh. Syarif Nur, SH, MH dan Dr. Nasrullah Arsyad, SH, MH berhalangan hadir dalam ujian promosi tersebut.
Dr. Drs. H. La Ode Arumahi, MH dilahirkan di Wanci sebuah kelurahan di Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 12 Desember 1963, putra dari pasangan mendiang La Mbou dan Wa Tima. Bersama istrinya, Hj. Riami, S.Tp, Arumahi dikaruniai empat orang anak, yakni : Muh. Ahmad Nahdi, Nahdatunnisa Arumahi, Muhammad Nahdi Arumahi, dan Imam Mahdi Arumahi.
Doktor Ilmu Hukum ke-305 UMI Makassar ini menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Wanci (1976), MTsn Wanci (1980), MAN Ujungpandang (1983), Fakultas Syariah IAIN Alauddin Ujungpandang (1990), S-2 Fakultas Hukum Unhas (2013), dan S-3 Ilmu Hukum UMI (2020).
Arumahi pernah menjadi wartawan dan menjabat pemimpin redaksi/penanggung jawab Harian Pedoman Rakyat (1987-2007), anggota dan Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sulsel (2003-2004), Komisioner, anggota, Ombudsman Makassar (2009-2013), Mediator Independen, anggota, Peradilan Negeri Makassar (2011) nonaktif, Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel (2013-2018 dan 2019-sekarang).
Selain pernah dipercayakan memangku sejumlah jabatan, Dr. Arumahi juga memiliki pengalaman dalam berbagai organisasi dan mengikuti beragam seminar, konferensi, dan pertemuan berskala nasional dan internasional.
Ketika diberi kesempatan memberikan kesan-kesannya selama sekitar tujuh menit oleh Direktur Program Pascasarjana UMI Prof. Dr. Sufirman Rahman, SH, MH, Dr. Arumahi terdengar terisak saat menyebutkan bahwa keberhasilannya meraih gelar akademik tertinggi (doktor) ini tidak lepas dari doa kedua orang tuanya yang telah tiada.
“Meskipun mereka telah meninggal dunia, namun arwahnya masih melihat keadaan keluarganya yang masih hidup. Hanya saja, mereka dengan kita dibatasi oleh alam yang berbeda,” ujarnya sembari mengutip yang apa yang diketahuinya dari Prof. Dr. H. Qurais Syihab. (MDA)