Bamsoet Dukung Film Kisah Hidup Syekh Nawawi Al-Bantani

 

SOROTMAKASSAR - JAKARTA.

Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan dukungannya terhadap rencana pembuatan film nasional bertajuk 'Sang Guru'.

Film ini mengisahkan kehidupan Syekh Nawawi Al-Bantani, salah seorang imam dan pengajar di Masjidil Haram Mekkah yang berasal dari Indonesia.
Ide pembuatan film "Sang Guru" ini berasal dari Wakil Presiden RI, Prof. K.H. Ma'ruf Amin. Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan salah seorang ulama besar dan cendekia Indonesia asal Banten. Ketokohan beliau mendunia karena menjadi imam besar dan pengajar di Masjidil Haram Mekkah yang didikannya melahirkan ulama besar di tanah air, seperti K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan yang merupakan murid dari Syekh Nawawi.

"Melalui film 'Sang Guru' diharapkan mampu memberikan inspirasi serta tauladan kepada para generasi muda bangsa," ujar Bamsoet usai menerima puteri Wakil Presiden, KH. Ma'ruf Amin, Hj. Siti Nur Azizah Ma'ruf Amin, yang didampingi Produser 786, Nicky Rewa dan Dirut FAJAR Multi Film, Zulkifli Gani Ottoh, di Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024.

Bamsoet menjelaskan, Syekh Nawawi lahir pada tahun 1813 di Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten.

Syekh Nawawi adalah anak sulung dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Syekh Umar bin Arabi Al-Bantani, adalah seorang ulama di Banten dan ibunya bernama Zubaedah.

Sejak kecil, Syekh Nawawi menunjukkan bakat serta kecerdasan yang luar biasa dalam mempelajari ilmu agama. Selain belajar langsung kepada bapaknya, Syekh Nawawi juga menuntut ilmu kepada Haji Sahal dan Raden Haji Yusuf.

"Syekh Nawawi kemudian memutuskan pergi ke Mekkah untuk belajar agama Islam di Masjidil Haram. Selama tiga tahun di Mekkah, Syekh Nawawi belajar kepada para ulama besar di Arab, diantaranya Sayyid Ahmad An-Nahrawi, Syekh Muhammad Khatib Al-Hanbali, Sayyid Ahmad Zaini, dan Sayyid Ahmad Ad-Dimyati," kata Bamsoet.

Syekh Nawawi marah melihat perlakuan penjajah Belanda terhadap masyarakat di sekitar kampungnya saat kembali ke Banten.
Ia pun mengajak masyarakat untuk melawan Belanda melalui khotbah yang disampaikan. Akibatnya, penjajah Belanda mengawasi ketat setiap pergerakan Syekh Nawawi, yang kemudian membuatnya kembali ke Mekkah dan tetap memimpin pergerakan dari sana.

"Ilmu agama yang diperoleh Syekh Nawawi terus meningkat setelah kembali ke Mekkah. Beliau kemudian dipercaya sebagai pengajar dan imam di Masjidil Haram. Syekh Nawawi disegani oleh para ulama dan penuntut ilmu agama Islam dari penjuru dunia," ujar Bamsoet.

Selama hidupnya, Syekh Nawawi sangat produktif menulis kitab. Jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tafsir, tauhid, tasawuf, dan hadis. Salah satu karya terkenalnya adalah kitab tafsir Al-Kashif, yang merupakan tafsir Al-Qur'an dan dinilai sebagai salah satu karya penting dalam bidang tafsir.

"Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tahun 1897 dan dimakamkan di Jannatul Mu'alla, Mekkah, bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma binti Abu Bakar al-Siddîq," kata Bamsoet. (manaf)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN