Kerusuhan Suporter Terjadi Secara Kultural Struktural, Andi Ahmad Hasan Tenriliweng Raih Doktor Sosiologi Konflik Olahraga

SOROTMAKASSAR - MAKASSAR.

Menulis disertasi bertajuk “Konflik dan Kekerasan" (Studi Kasus Penanganan Konflik dan Kekerasan Suporter dalam Sepak Bola Modern Indonesia), mengantar Andi Ahmad Hasan Tenriliweng meraih gelar Doktor Sosiologi Konflik Olahraga di Aula Prof. Dr. Syukur Abdullah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Hasanuddin (Unhas), Selasa (3/10/2023) siang.



Putra pasangan Dr. Muhammad Iqbal Sultan, M.Si - Syamsurani, SE, MM lulus dengan yudisium “sangat memuaskan” dalam sidang ujian Promosi Doktor yang dipimpin langsung Dekan Fisip Unhas Prof. Dr. Phil. Sukri, M.Si.

Promovendus dibimbing Promotor Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA dan Co-Promotor masing-masing : Dr. Rahmat Muhammad, M.Si dan Dr. Buchari Mengge, M.Si yang merangkap sebagai penguji bersama Prof. Dr. Ansar Arifin, M.Si, Dr. M. Ramli AT, M.Si, Dr. Mansyur Radjab, M.Si, dan penguji eksternal Dr. Fajar Junaidi, M.Si dari Universitas Muhammadiah Yogyakarta (UMY).

Dalam promosi yang dihadiri sejumlah wartawan olahraga dan belasan supporter tersebut, Acang, panggilan akrab Andi Ahmad Hasan Tenriliweng, menyimpulkan dalam disertasinya, mekanisme konflik dan kerusuhan suporter di bagi dua bagian, yakni kultural dan struktural. Secara kultural seperti adanya persaingan antarwilayah sebelum masuknya sepak bola modern. Secara struktural adalah adanya fanatisme dan rivalitas intersuporter dan antarsupoter, pewarisan memori (relasi penerus konflik dan kerusuhan suporter), koneksivitas konflik suporter.

“Hasil penelitian membuktikan, konflik dan kekerasan suporter di Indonesia sudah dimulai sejak era perserikatan dan galatama (1932-1994). Hal tersebut berlangsung hingga saat ini, saat kompetisi sepak bola modern,” ujar ayah satu anak (dengan istri dr. Durriah Dayara S) tersebut.

Menurut doktor kelahiran Makassar 28 September 1991 tersebut, konflik dan kerusuhan suporter tercatat lebih jelas setelah era perserikatan dan galatama, pada masa liga Indonesia (1994-2007) yang mencatat 14 kejadian. Pada masa Indonesia Super League dan Indonesian Premier League (2008-2011) terdapat 11 kejadian. Pada masa liga 1 (2017-sekarang) terdapat 27 kejadian, termasuk Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 135 penonton.

Lulusan Diploma IV Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial (STIKS) Bandung 2013 tersebut menyarankan, upaya yang mesti dilakukan dederasi dalam menangani konflik dan kerusuhan suporter, yaitu : a). PSSI seharusnya menegakkan tata tertib dan regulasi yang mengantur tentang penyelenggaraan pertandingan sepak bola untuk tujuan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan pertandingan.

b). PSSI mesti melakukan transformasi menuju persepakbolaan yang mengkedepankan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan suporter dan jalannya pertandingan.

c). PSSI dan semua ‘stakeholders’ sepak bola mesti menerapkan dan mengacu pada FIFA Stadium Safety and Security Regulations.

d). Mempercepat pembentukan ‘Fans Relation Officer’ (FRO) pada masing-masing klub liga 1, 2, dan 3 yang bertugas menjadi penghubung sekaligus mediator dengan suporter sekaligus berorientasi melakukan sosialisasi dan edukasi untuk meminimalisasi konflik dan kekerasan supporter.

Magister Sosiologi Unhas 2016 ini juga menyarankan, guna meminimalisasi konflik dan kerusuhan, suporter hendaknya : a). Membentuk organisasi suporter agar komunikasi dapat berjalan jelas dan terarah.

b). Diharapkan para tokoh suporter dapat memberikan gambaran mengenai strategi resolusi konflik yang tepat dan efektif dalam menangani konflik dan dapat diselesaikan hingga inti permasalahan.

c). Promovendus juga menyarankan kepada kelompok suporter untut andil mengimplementasikan ‘Strategy of Peaceful Relation’ sebagai strategi resolusi konflik yang efektif dan meminimalisasi tindakan provokatif dari berbagai pihak.

d). Membentuk tim khusus “Emergency Medical Team” (EMT) dan “Disaster Medical Team” (DMT) dalam setiap pertandingan sepak bola. Tujuannya, mengantisipasi dan evakuasi pada saat keadaan darurat di stadion.

Tangan siluman

Promotor Andi Ahmad Hasan Tenriliweng, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA dalam ujian promosi doktor itu menegaskan, kekerasan dalam olahraga sepak bola sudah ‘given’ (terberi, dari awal). Di luar negeri ada ‘culture soccer’, yaitu budaya sepak bola itu dibangun hingga menjadi tradisi yang lahir dari kalangan keluarga. Dengan demikian, mereka mau berkorban untuk menonton pertandingan sepak bola.

“Di Indonesia, sepak bola itu sebagai sebuah ‘game’ (permainan). Masuk menonton di Indonesia terasa suasananya panas, berbeda ‘game’ sebagai suatu budaya,” ujar Dwia yang mengaku pernah menonton pertandingan sepak bola di Manchester, Inggris tersebut.

Sebagai sebuah ‘game’, imbuh Prof. Dwia, ada yang terlibat di bawah ‘tanah’, seperti ‘broker’ dan penjudi. Tantangan terbesar pertandingan sepak bola di Indonesia adalah konsep ‘game’. Banyak ‘tangan siluman’ yang terlibat.

“Membangun ‘fans relation officer’ (FRO) itu suatu langkah positif, namun akan menghadapi tantangan yang cukup berat dalam pertandingan sepak bola jika dilihat dari aspek sosiologis,” ujar Rektor Unhas (2014-1018 & 2018-2022) tersebut.

Dwia mengemukakan, tantangan berat yang dihadapi sepak bola Indonesia ke depan adalah bagaimana menjadikan olahraga ini sebagai budaya yang memiliki banyak nilai. Konflik terjadi karena adanya fanatisme dan dendam lama.

Ketika memberi pesan kepada bimbingannya menjelang sidang promosi ditutup Dekan Fisip Prof. Dr. Phi. Sukri, M.Si, Prof.Dwia menyampaikan selamat dan bangga atas pencapaian gelar Doktor Sosiologi Olahraga, khususnya konflik ini. Dwia berpesan, pertama, sebagai pendidik, dosen, jadilah ‘long life learner’ (pembelajar seumur hidup). Doktor bukan berarti berhenti belajar. Kepada Dekan dan Wakil Dekan agar bisa mengikuti “post doctoral”, kalau bisa ke luar negeri.

“Anda punya potensi untuk itu. Jadilah pembelajar yang sejati,” ujar Dwia.

Kedua, Dwia berpesan dalam kapasitasnya sebagai sosiolog, “Anda sebagai sosiolog harus menyimpul warga masyarakat. Banyak fenomena di masyarakat yang memerlukan makna sosiologis yang perlu dikomentari. Sosiolog biasanya, sangat ‘wise’ (bijak) dalam melihat setiap fenomena. Anda harus menjadi sosiolog pertama persepakbolaan yang punya arti di masyarakat. Memberikan nilai dari komentarnya yang menjadi bagian dari solusi konflik”.

Ketiga, “Anda sebagai anak dari Dr. M. Iqbal Sultan, M.Si - Ibu Syamsurani, SE, MM tunjukkan kedewasaan. Doktor itu melekat dengan karakter. Doktor bukan sekadar gelar pendidikan, melainkan seorang yang berperilaku sebagai orang yang amat terpelajar dalam setiap sikap.

"Jadi lebih terdidik, lebih matang, dan lebih dewasa. Oh…ya, yang satu lagi sebagai suporter, Anda harus bisa memberi warna kehadirannya sebagai suporter yang dapat mengubah sepak bola di Indonesia sebagai satu ‘culture’ (budaya), tradisi yang punya nilai luhur. Mulai dari kecil ‘is beautiful’ (sasuatu yang indah) yang bisa memengaruhi suporter PSM dan sebagainya,” kunci profesor kelahiran Tanjung Karang, Lampung 19 April 1964.

Usai menyampaikan intisari disertasinya, Acang menutup dengan kata “Ewako”. Namun ketika diberi kesempatan menyampaikan kesan-pesan usai meraih gelar doktor, Acang justru tidak terkutik dengan rasa sedih dan haru. Dia berurai airmata ketika harus menyampaikan terima kasih kepada setiap orang yang berjasa atas pencapaian gelar akademik tertingginya ini, khususnya kepada kedua orang tuanya. Tisu terpaksa ikut terlibat untuk menghapus linangan airmata haru Acang menjelang usai memberi kesan-kesannya. (MDA)

 

Top Hit

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN