Mengamati Kehidupan Empat Komunitas Orang Indonesia di Belanda

Oleh : Hamus Rippin

Di Belanda hidup puluhan etnis, yang disebut etnisminderheden atau allochtone (orang asing) dari berbagai bangsa di dunia. Empat di antaranya adalah kelompok etnis keturunan bangsa Indonesia. Penampilan fisik mereka sama dengan orang di Indonesia, tetapi mereka menganggap diri satu dengan lainnya berbeda.

Saya yang telah sekitar empat puluh empat tahun menetap di Belanda, selama ini mengamati kehidupan empat kelompok orang Indonesia di negeri kincir angin. Meski berasal dari satu tanah air, tapi kadang mereka merasa saling berbeda satu sama lain.

Kelompok pertama adalah orang Indo-Eropa belasteran yang berasal dari keturunan Belanda, indisch, yang artinya keturunan Indonesia-Belanda. Kelompok ini adalah keturunan hasil perkawinan campuran orang Belanda dengan orang Indonesia.

Tiga kelompok lainnya adalah Ambon, Jawa Suriname, dan kelompok orang-orang Indonesia merdeka. Kelompok terakhir ini maksudnya orang Indonesia yang berada di Belanda dengan kemauan dan atas usaha sendiri.

Dalam hidup sehari-hari, mereka hidup berdampingan, namun setiap kelompok mengakui kelompoknya berbeda dari kelompok Indonesia lainnya.

Kelompok Indo, merupakan kelompok tertua sejarahnya di Belanda, karena sudah beberapa generasi hadir di negeri kincir angin. Melalui orang tua dan leluhurnya, mereka pindah ke Belanda. Orang Indo antara lain adalah anak dari hasil perkawinan antara tuan dan pengasuh rumah tangga sejak masa kolonial, di Nederlands India

Tetapi kelompok ini mencapai puncaknya berpindah ke Belanda pada zaman pergantian kekuasaan di Indonesia, dari Orde Lama ke Orde Baru, pada akhir tahun 1965 1966, kemudian mereka berdiam negeri Belanda. Mereka ini menganggap diri selaku orang Belanda, walaupun orang Belanda sendiri menganggap mereka orang asing.

Sebaliknya, sebagian orang di Indonesia juga beranggapan bahwa orang Indo adalah orang asing. Hingga terjadi istilah bangsa yang kehilangan tanah air dan orang-orang yang asing di negeri leluhurnya.

Kelompok kedua, yakni kelompok Ambon, datang ke negeri Belanda melalui kebijaksanaan Pemerintah Belanda pada awal tahun 1950-an. Pemerintah Belanda merasa bertanggung jawab atas keselamatan bekas serdadunya, yang bergabung dalam KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger).

Bekas tentara KNIL ini diangkut oleh pemerintah Belanda dari Indonesia setelah Tentara Nasional Indonesia mengalihkan kekuasaan di bawah Presiden Sukarno. Bekas tentara KNIL ini, diangkut dengan kapal laut dari Indonesia ke Belanda pada tahun 1951.

Jumlah dari kelompok Ambon asal KNIL ini membentuk kelompok yang terbesar dari empat kelompok dimaksud. Dari hasil kawin mawin mereka dengan berbagai ras di Belanda, sampai ke generasi keempat sekarang, mungkin jumlahnya sudah ratusan ribu jiwa. Mereka ini tersebar ke berbagai penjuru negeri, mulai dari selatan di Provinsi Maastricht sampai ke utara, di Provincie Groningen dan Friesland.

Kelompok berikutnya, Jawa Suriname. Kelompok ini, berliku-liku jalannya sejarah yang dilalui. Leluhur mereka berangkat dari pulau Jawa pada jaman kolonial menuju ke Suriname. Asal mula kelompok ini, adalah tenaga pekerja dari Jawa pada tahun 1890 dibawa ke Suriname, selaku tenaga kerja kontrakan yang akan dipekerjakan di perkebunan tebu.

Dan menurut mereka, leluhurnya di janji oleh pemerintah kolonial, setelah selesai kontrak mereka, mereka akan dikembalikan ke pulau jawa selaku negeri asalnya. Tetapi perjalanan masa terus berlalu, janji tetap janji, apa yang dijanjikan kepada leluhur mereka tidak pernah ditepati, sehingga menetaplah mereka di Suriname dan membentuk satu kelompok yang menjadi bagian dari penduduk negara Suriname.

Mereka menetap di sana hingga Suriname merdeka dan membentuk satu komunitas Jawa - Suriname, kemudian dengan suka rela, selaku bangsa merdeka datang ke negeri Belanda. Jawa Suriname ini, tetap merasa orang Jawa, tetapi tidak merasa orang Indonesia. Karenanya, mereka fasih berbahasa Jawa tapi jarang yang bisa berbahasa Indonesia.

Kelompok keempat adalah orang Indonesia merdeka. Yang saya maksud adalah orang Indonesia yang datang ke Belanda secara independen setelah Indonesia merdeka. Tidak ada hubungannya dengan kebijakan pemerintah atau pertalian darah dengan orang Belanda. Mereka berada di negeri Belanda dengan kemauan dan usaha sendiri.

Kelompok keempat ini, tidak pernah merasa ada kesamaan sejarah dengan tiga kelompok lainnya. Demikianpun turunan mereka, tetap mengetahui, mereka berada di Belanda dengan keinginan orang tuanya datang ke Belanda dengan berbagai alasan.

Perbedaan

Adakah perbedaan penampilan dari empat kelompok dimaksud diatas ?

Pengalaman saya yang sudah hampir setengah abad bergaul dari dekat dari empat kelompok disebutkan ini, tidak ada yang menonjol. Umumnya sama saja raut dan penampilan fisiknya dengan bangsa Indonesia yang ada di tanah air.

Mereka umumnya berkulit sawo matang, pada dasarnya. Tetapi setelah perjalanan masa berada di negeri bermusim empat dan bersuhu sejuk, hanya tiga atau empat bulan terkena mata hari panas, kulit mereka sudah agak mengalami perubahan, sedikit, agak putih telur. Kecuali yang berdarah campuran memang penampilan fisiknya agak berbeda dari yang lainnya.

Perbedaan lebih jauh dapat diketahui, kalau mencoba berbincang dengan mereka. Misalnya saat bertanya dalam bahasa Indonesia, dari Indonesia ? Tidak ada jawaban. Tetapi pertanyaan kemudian diubah dalam bahasa Belanda, Waar komt U vandaan ? baru didapatkan jawaban dalam bahasa Belanda, dan kadang terdengar pula cerita lebih jauh tentang siapa mereka serta asal-usulnya.

Misalnya, kami orang Maluku, orang tua kami dari Ambon. Dan selanjutnya mereka bercerita bahwa mereka adalah keturunan bekas tentara KNIL.

Atau jawaban ini, kami orang Indo, kami keturunan Belanda. Nenek kami menikah dengan orang Belanda. Kadang mereka menyebut kota asal neneknya di Indonesia, tetapi lebih banyak yang tidak tahu lagi dari mana asal neneknya.

Untuk orang Suriname jawabannya, kami orang Jawa, datang dari Suriname. Nenek moyang kami dibawa ke Suriname oleh Belanda. Kami masih punya keluarga di Jawa, tetapi tidak tahu persisnya dimana.

Tetapi, bila bertemu dengan kelompok ke empat, orang Indonesia merdeka, biasanya langsung terjadi percakapan yang mengalir lancar tentang kondisi tanah air dan topik hangat lainnya, tanpa perlu berlama-lama menjelaskan latar belakang mereka.

Bukan wirausaha yang menonjol. Lantas, bagaimana keadaan hidup sehari-hari dari empat kelompok ini ?

Dari empat kelompok ini, tidak ada orang keturunan Indonesia yang disebutkan diatas tampil menonjol selaku pengusaha nasional di Belanda. Dalam usaha-usaha kecil setingkat perusahaan pertokoan, sebagaimana di Indonesia, tidak ada yang sangat mengemuka. Satu dua orang di kota besar menjadi pemilik restoran, tetapi tingkatannya begitu-begitu saja.

Pada umumnya keturunan Indonesia yang ada di Belanda, hidup selaku pekerja di berbagai perusahaan swasta atau pemerintah. Dasar penghidupan mereka selaku orang digaji, bukan menggaji.

Turunan bangsa Indonesia di Belanda, bila dibandingkan dengan bangsa imigran lain seperti dari Turki dan Maroko, misalnya, masih kalah jauh. Jiwa wirausaha orang Indonesia boleh dikata mati suri dan tidak kompak satu dengan lainnya. Dan tidak mempunyai persatuan yang kokoh, apabila dibandingkan dengan komunitas lain.

Menurut saya, dapat dikatakan orang Indonesia kurang inisiatif, tidak ambisius dan tidak berani mengambil resiko tampil selaku pengusaha bila dibanding dengan bangsa lainnya.

Di bidang politik, baik lokal atau nasional, kelompok Maluku, sudah beberapa orang yang pernah duduk selaku anggota parlemen (Tweede kamer lid) dan politicus lokale (Gemeenteraad), tetapi skalanya tidak berarti bila dibanding dengan komunitas bangsa Turki, Maroko, Iran dan bangsa lainnya. (*)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN