SOROTMAKASSAR - MAKASSAR.
Isu penggunaan Hak Angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 terus bergulir. Kekuatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sendiri sebagai pengusung hak angket belum cukup untuk meloloskannya, karena menghadapi koalisi besar Prabowo-Gibran.
Penggunaan hak angket DPR diusulkan oleh calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo guna mengusut berbagai dugaan kecurangan Pemilu, karena Senayan memiliki wewenang melakukan investigasi mendalam. Usulan itu menjadi patut dipertimbangkan karena muncul dari unsur PDIP, partai dengan perolehan kursi terbanyak di DPR.
Diperlukan minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari 1 fraksi di DPR untuk bisa mengajukan hak angket. Lalu, keputusan penerimaan atau penolakan hak angket ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPR, sehingga PDIP harus mampu menghimpun kekuatan yang solid.
Upaya tersebut semakin terealisasi saat usulan Hak Angket DPR RI yang digaungkan oleh Ganjar Pranowo mendapatkan respon positif dari Anies Baswedan.
Sebelumnya Ganjar Pranowo menyarankan agar DPR RI menggunakan Hak Angketnya atas adanya kecurangan Pemilu 2024.
“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” ungkap Ganjar yang dikutip dari akun YouTube MetroTV, Rabu 21 Februari 2024.
Dorongan dari Ganjar Pranowo tersebut mendapat respon yang baik dari koalisi perubahan.
“Kami melihat itu adalah inisiatif yang baik, dan ketika Pak Ganjar menyampaikan keinginan untuk melakukan angket itu, fraksi PDI Perjuangan adalah fraksi yang besar,” ungkap Anies Baswedan.
Anies Baswedan juga meyakini dengan adanya PDIP sebagai Fraksi terbesar di DPR RI saat ini, usulan Hak Angket pasti bisa berjalan.
Hak Angket ialah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 199 UU Nomor 17 Tahun 2014, Hak Angket bisa terjadi saat diusulkan oleh, minimal 25 anggota DPR RI dan lebih dari 1 Fraksi. Hak Angket juga bisa dilakukan jika didukung 50 persen dari anggota DPR RI.
Beberapa ahli hukum juga turut mengikuti perkembangan isu bergulirnya hak angket DPR terhadap kecurangan Pilpres 2024.
Pengacara muda, Yodi Kristianto, SH, MH yang juga anggota Tim Penyelesaian Sengketa Pemilu PSI DPD Kota Makassar dan Tim Kampanye Daerah Prabowo-Gibran Kota Makassar menilai isu Hak Angket adalah upaya delegitimasi Pemilu yang lebih kepada persoalan kekuatan politik di DPR daripada persoalan hukum.
“Hak Angket dan Hak Interpelasi lebih memungkinkan dilakukan oleh Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud dan Timnas AMIN daripada melakukan upaya hukum pelaporan di Bawaslu dan penyelesaian sengketa Pemilu di MK dimana peluang mereka untuk kalah lebih besar,” kata Yodi Kristianto.
“Tetapi di sisi lain, Hak Angket perlu dilakukan untuk melihat seberapa efektif penyelenggaraan Pemilu dan penting bagi legitimasi Presiden dan Wakil Presiden terpilih,” lanjutnya.
Yodi Kristianto mengatakan, ada mekanisme dan syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan hak angket terhadap Pemilu, yaitu kecurangan yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif. Sejauh ini menurutnya pihak-pihak yang berupaya menggulirkan hak angket tidak menunjukkan bukti-bukti konkret tentang adanya TSM.
“Bukti surat suara yang tidak sah atau kesalahan pengimputan data di Sirekap maupun kesalahan pengisian C1 di beberapa TPS belum dapat dikategorikan sebagai TSM, itu hanya kecurangan kecil saja untuk dapat dilakukan Hak Angket,” kata Yodi Kristianto.
Yodi Kristianto mengatakan, publik secara luas akan turut memantau proses Pemilu hingga selesai dan misi mustahil pengajuan Hak Angket cukup menarik atensi publik dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. (*)