Darwin Fatir, Wartawan LKBN Antara Beberkan Kronologi Penganiayaan Dirinya Oleh Oknum Petugas


SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Lelaki Muh. Darwin Fatir, wartawan LKBN Antara yang dikabarkan menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan sejumlah oknum petugas kepolisian saat dirinya sedang menjalankan tugas jurnalistik meliput aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sulsel, Selasa (24/09/2019) sore, membeberkan kronologi dan sekaligus memberikan klarifikasi terkait peristiwa yang dialaminya.



Dalam rilisnya yang diterima media ini malam tadi, Muh. Darwin Fatir mengungkapkan secara rinci jalannya kejadian aksi unjuk rasa yang berujung pecahnya bentrokan hingga dirinya harus dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bros Makassar guna mendapatkan perawatan medis.

Darwin Fatir menjelaskan, awal kejadian sebelum bentrokan kedua pecah, sejumlah mahasiswa dari berbagai elemen berhasil tembus ke kantor DPRD Sulsel. Diawal aksi terlihat berlangsung kondusif, namun setelah pengunjuk rasa merangsek ke pintu masuk gerbang utama, terjadi adu ketegangan karena mahasiswa berusaha merubuhkan gerbang pagar kantor dewan setempat.

Entah siapa terpancing emosi duluan, sejumlah polisi langsung menembakkan gas air mata ke arah demonstran, disambung semprotan air dari mobil Water Canon ke arah pendemo, dan otomatis massa aksi pun berhamburan.

Lantas kondisi inilah dimanfaatkan aparat membubarkan mahasiswa dengan cara represif bahkan ada beberapa oknum melempari dengan batu kepada mahasiswa yang berlarian ke arah showroom mobil dan rumah warga yang berdekatan dengan lokasi bentrokan

Banyak diantara mahasiswa yang masih bertahan hingga mencoba kabur dengan memanjati pagar tembok rumah warga setempat karena sudah tersudut.

Beberapa oknum polisi itu pun berlarian menangkapi mereka dan terlihat sangat emosional, lalu memukulinya secara brutal bahkan diantara mereka ada yang berdarah-darah. Padahal mereka belum tentu pelaku kriminal apalagi melakukan aksi anarkis tapi dipukuli kaya pencuri oleh aparat. Entah apa yang ada dipikiran  penegak hukum kita saat itu.

Karena merasa iba, saya berusaha untuk mengingatkan para aparat penegak hukum ini untuk tidak memukuli mahasiswa seperti itu. Saya berusaha  mengingatkan bahwa perlakuan itu diliput media imbasnya bisa berakibat pada kredibilitas kepolisian di mata publik. Karena kejadian itu fakta, maka jurnalis berhak meliputnya sebab di lindungi Undang-undang Pers.

Namun beberapa oknum kepolisian ini malah melarang meliput dan mencoba menghalang-halangi saya mengambil gambar. Bahkan ada yang menghardik saya dengan kata-kata menantang, lalu saya dikerumuni mereka lantas dipukuli beramai-ramai seperti mahasiwa tadi.

Saya beserta teman-teman media lain yang juga meliput berusaha mengatakan bahwa kami dari media, kami wartawan, tapi tetap disikat, hingga kepala saya kena pentungan sampai bocor, tangan lebam hingga perut dan dada masih sesak sebab dihadiahi tendangan sepatu laras dari petugas yang masih berbekas di baju putih yang saya kenakan.

Beruntung ada Kapolrestabes Makasar memeluk saya untuk diselamatkan dari amukan oknum-oknum itu hingga saya berhasil keluar dari zona merah tempat mereka melampiaskan kemarahannya kepada mahasiswa. Setelah itu saya dibawa kawan-kawan duduk sejenak lalu dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bros Makassar.

Ternyata setibanya disana ada puluhan mahasiswa terkapar, sampai pihak rumah sakit pun terpaksa menjadikan ruang pelayanan sebagai unit gawat darurat, karena ruang IGD sudah penuh. 

Sampai saat ini kepala saya masih sakit, dan semua badan terasa lemah usai dirawat di Rumah Sakit setempat.

Sy memaksakan menulis rilis ini untuk meluruskan dan menyampaikan duduk persoalan sebenarnya, apakah perlakuan aparat harus sebrutal itu ? Apakah selama mereka dididik diajarkan bisa memukuli saudaranya sendiri ?

Tidakkah penanganan mahasiswa bisa lebih baik dari pada harus refresif ? Mengingat ini adalah agenda nasional yang menggerakkan hampir seluruh mahasiswa di Indonesia. Mereka tidak dibayar untuk melakukan aksi, tapi mereka mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Gerakan mahasiswa hari ini murni bukan bayar-bayaran yang biasanya diduga  dilakukan oknum yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan kelompok dan golongannya.

Dengan kejadian ini publik akan tergugah bahwa inilah fakta sebenarnya terjadi. Saya mohon maaf kalau ada salah kata, tapi ini adalah realita. (ht/jw)

Politik

Pendidikan

Opini

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN