Laporan M. Dahlan Abubakar
DALAM hidupnya, Ina Sei sekeluarga selalu menciptakan hubungan silaturahim dengan siapa pun. Tidak pernah bersilang sengketa dengan siapa pun. Ini merupakan modal agar tidak ada pihak yang merasa iri dengan bisnisnya.
Meskipun anak-anaknya sudah menempuh pendidikan tinggi, namun pada hari libur (pascalebaran ketika penulis berkunjung), tidak malu-malu membantu kedua orangnya melayani orang yang hendak “diobati” penyakit laparnya.
Pelayanan Ina Sei hanya berlangsung hingga pukul 18.00 Wita (magrib). Malam hari istirahat. Ina Sei dan Midun, panggilan suaminya saat kecil dan ketika masih sekolah dulu, bermalam di saungnya, sementara anak-anaknya tinggal di Desa Nanga Wera. Ketiga anaknya masing-masing sudah memiliki rumah.
Ina Sei berasal dari Kampung Ntundu, sementara Gumri berasal dari Tadewa yang terkenal dengan pusu, wadu kopa (batu tapak kaki), pantai manu, dan kampung dewa.
Salah seorang yang menjual di dekat saung Ina Sei menjelaskan, kedai makan ini tidak pernah sepi. Jika tidak pagi, yang paling ramai justru pada siang dan sore hari. Tidak hanya mereka yang pergi rekreasi (wisata), mereka yang bepergian karena urusan pernikahan pun selalu mampir di Ina Sei.
Apalagi mereka yang calon kepala desa, juga tidak mau ketinggalan menyambangi warung makan dengan tagline unik ini. Orang Kanca dan Parado, kata ibu yang sebagian tanahnya dibeli oleh Ina Sei tersebut, usai panen jagung sering berwisata ke Ina Sei.
Ketika ibu itu pertama tinggal di pantai utara Kabupaten Bima itu, jalan masih rusak parah. Penumpang kendaraan dari Kota Bima ke Wera, harus membawa nasi bungkus. Kini hanya terbilang dua jam sudah sampai ke Wera, yang kini sudah terbagi ke dalam dua kecamatan, yakni Wera yang didukung 14 desa dan Kecamatan Ambalawi (6 desa).
Jumlah penduduk yang tinggal di sekitar saung Ina Sei dulu masih bisa dihitung dengan jari. Tanah masih padat dengan hutan perawan. Tololai, yang termasuk di wilayah Kecamatan Ambalawi sekarang, terkenal sebagai penghasil kayu jati kelas satu di Bima. Kini, jati Tololai tinggal kenangan. (Bersambung)