Mengagumi Koleksi Wayang Potehi di Era Dinasti Tang


SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Bersilaturahim di hari pertama lebaran Idul Fitri 1440 H di rumah sahabat dan sekaligus senior saya yang juga Pengurus Wilayah PITI Sulsel, Moeh. David Aritanto, sapaan akrabnya MDA. 

Secara kebetulan di rumah MDA yang dikenal juga sebagai Pengamat Sejarah Budayawan Tionghoa, berkenalan seorang anak muda keturunan, namanya Eko yang menjabat Wakil Ketua M2P2TM (Muda Mudi  Persaudaraan Peranakan Tionghoa Makassar).

Sesuai dengan profesinya seperti disebutkan di atas, dirumah MDA terlihat banyak barang dan foto-foto peninggalan sejarah yang dikoleksinya. Seperti kamera kayu, koper kulit, koin dinasti, peti, ratusan Foto-foto Pecinan Makassar dan barang-barang lainnya. 

Yang tak kalah menarik dalam pandangan saya adalah Wayang Potehi, dalam bahasa hokian adalah Wayang Percakain di era Dinasti Tang. 
Sungguh menarik melihat wayang tersebut, tentu ada diantara kita belum pernah menyaksikan pertunjukan Wayang Potehi itu kan ?

Wakil Ketua Muda Mudi Peranakan Tionghoa Makassar itupun bertanya dan menyampaikan apresiasinya, Xu (panggilan ke MDA) saya doakanki panjang umur. Luar biasa wawasan sejarah yang kita tahu. Luar biasa banyaknya koleksita' !

Mendengar kalimat itu junior MDA
tersenyum yang kebetulan berada di tempat itu, Panji Putra Dwiarya Aritanto yang nama Mandarinnya Chen Tian Shan.
Lalu MDA menceritakan cikal bakal
Wayang Potehi berawal saat Kejayaan Dinasti Tang. 

Sambil memperbaiki posisi duduknya, MDA melanjutkan kisah itu. Lima orang terpidana mati yang akan dieksekusi esok paginya. Malamnya, diantara kelima napi, ada satu yang merenung dan sedih karena lihat temannya sedih. 

"Ada yang berkata, untuk apa bersedih ? Biar bagaimanapun besok kita sudah dihukum mati," cerita MDA terhenti sejenak sambil menenguk kopi dihadapannya dan menghisap rokoknya yang hampir pupus di atas asbak.

MDA melanjutkan, mereka sepakat dan bergembira dengan membuat boneka-bonekaan dari percakain. Mereka memainkan dengan jari-jari sambil melontarkan dialog. Sementara yang lainnya pukul kaleng, piring sebagai musik pengantar cerita.

Lucunya pertunjukan itu terdengar sorak sorai di dalam sel tahanan. Kaisarpun menanyakan ke pengawal. Kenapa para napi ribut-ribut di selnya.  Pengawal menceritakan ke Kaisar perihal kelakuan kelima terpidana mati. Akhirnya, Kaisar pun memerintahkan pengawal untuk meminta para napi mempertontonkan pertunjukannya. 

Setelah menonton, Kaisar terpesona dan membebaskan kelima napi tersebut dari hukumannya. Dan kelima napi itu dijadikanlah sebagai tim penghibur Istana Kekaisaran Tang. Maka jadilah Wayang Potehi. Kemudian Wayang Potehi dibawa perantau Tiongkok ke Indonesia.

Mendengar cerita Wayang Potehi dari MDA, anak muda keturunan Tionghoa, Eko yang berkacama minus ini semakin berdecak kagum ke Xu (MDA). Dengan tenang MDA hanya menanggapi dan meluruskan bahwa
seorang sejarahwan dan budayawan itu tidak instan dan harus punya bukti-bukti peninggalan sejarah, kumpulan data dan tulisan-tulisanya. 

"Kalau ada yang bicara sejarah dan budaya tapi jam terbangnya hanya sebatas bui-bui air laut. Itu boleh jadi sebuah pembohongan besar terhadap publik. Dan bisa jadi, ia memutar balikkan fakta." tegas MDA seraya menambahkan, sembarangan ngomong nanti disangka hanya untuk mencari sebuah popularitas. 

Karena seorang sejarahwan dan budayawan, bukan popularitas yang dikejar melainkan hanya sekedar hobbi dan panggilan jiwa, untuk meluruskan realitas masa lampau dari tradisi dan sejarah yang benar-benar pernah ada. (rk)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN