SOROTMAKASSAR - MAKASSAR.
Dugaan malpraktek di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Makassar menyita perhatian masyarakat hingga tokoh agama setelah keluarga Nurfitriyanti (korban) menjelaskan rentetan kronologis dugaan malpraktek yang dialaminya.
Bakri (orangtua korban, red) menerangkan awal kronologis akan mendapatkan tindakan operasi mengatakan, bersama anaknya mendatangi RS Bhayangkara dengan maksud untuk memeriksa sakit yang dialami Nurfitriyanti (20) pada akhir bulan Mei 2024 sekitar pukul 20.00 WITA.
"Setibanya di rumah sakit, tepatnya di Intalasi Gawat Darurat (IGD) RS Bhayangkara, kami bertemu salah satu perawat dan kemudian langsung dilakukan pemeriksaan kesehatan kepada Nurfitriyanti terkait penyakit yang dideritanya," ungkapnya.
Dengan keprofesionalannya, perawat tersebut melakukan tindakan kepada Nur (sapaan akrab korban, red) melalui Ultrasonografi Medis (USG), dan dari hasil USG tersebut diterangkan terdapat sebuah penyakit batu empedu. Adapun pembuktiannya itu tertera pada foto dan selebaran surat bertanggal 3 Juni 2024.
"Tanggal 16 April 2024 Nurfitriyanti masuk di RS Bhayangkara dengan keluhan panas dingin (demam), dari hasil USG diterangkan ada batu empedunya. Pada tanggal 20 April anak saya keluar dari rumah sakit dan akhir bulan Mei masuk lagi dengan keluhan sakit perut, setelah di USG diterangkan empedu kista. Sekitar tanggal 4-5 Juni, Nur diperbolehkan pulang ke rumah dan dijadwalkan kembali kontrol kesehatan pada tanggal 11 Juni dan selanjutnya diagendakan akan di USG pada tanggal 13 Juni 2024, akan tetapi Nur masuk lagi ke RS Bhayangkara pada tanggal 12 Juni dengan keluhan sesak disertai sakit perut. Setelah mendapatkan perawatan, oleh dokter mengatakan besok operasi jam 12 siang. Namun operasi tersebut dilaksanakan pada pagi hari," urai Bakri.
"Tidak ada hasil USG baru sebelumnya, setelah masuk ruangan operasi tiba-tiba petugas keluar untuk memanggil orangtua Nurfitriyanti masuk ke dalam ruangan operasi. Kemudian dokter menyampaikan bahwa empedu dan kistanya tidak bisa diangkat," terangnya menambahkan.
Lanjut Bakri menjelaskan, setelah operasi dilaksanakan, Nurfitriyanti masuk ke ruang ICU sehari dan esoknya dipindahkan ke kamar tanpa ditengok sama sekali oleh dokter.
"Hingga keluar dari RS di tanggal 18 Juni 2024, sama sekali dokternya tidak pernah muncul hanya asistennya saja yang ada," kata Bakri.
Lanjutnya, beberapa hari di rumah, Nurfitriyanti mengalami sesak, jahitannya terlepas bagian pusar, kemudian Ia langsung membawanya ke RS Siloam (24/6/2024) tetapi ditolak karena sudah dibedah. Jadi, kembali dia membawanya ke RS Bhayangkara dan ditolak juga dengan alasan banyak pasien (tidak ada tempat tidur kosong).
"Ibunya sempat cekcok dengan perawat sembari melontarkan ucapan 'kenapa ditolak' sementara Nurfitriyanti ini dioperasi di rumah sakit ini," terangnya.
"Setelah terjadi perdebatan akhirnya anak saya diperiksa oleh dokter diatas mobil dan sekitar pukul 23.00 Wita Nurfitriyanti baru masuk kamar perawatan. Tetapi dokter tidak pernah muncul. Tanggal 29 Juni, jam 12.00 Wita siang jahitan bekas operasinya dibuka. Berselang itu, sekitar pukul 20.00 Wita bekas jahitan yang dibuka tersebut mengeluarkan darah diduga karena luka itu belum kering. Sudah pendarahan dan mengakibatkan fisiknya jadi lemah sehingga dimasukkan ke ICU sekitar jam 3-4 dini hari," ucap orangtua Nurfitriyanti di hadapan sejumlah awak media.
Kemudian di tanggal 30 Juni usai waktu shalat magrib, jantung dan nadi anaknya tidak stabil sehingga dipasangkan selang di hidung dan mulutnya. Tanggal 2 Juli 2024 Nurfitriyanti meninggal dunia sekitar pukul 07.15 Wita.
Menurutnya, wafatnya Nurfitriyanti diduga kuat terjadi akibat malpraktek yang dilakukan oleh salah satu oknum dokter ahli penyakit dalam dan bedah berinisial ER.S yang bertugas di RS Bhayangkara Makassar.
"Diduga akibat tindakan yang menyalahi prosedur SOP inilah sehingga Nurfitriyanti (20) menghembuskan nafas terakhir dan menjadi korban malpraktek yang dilakukan oleh salah satu oknum dokter RS Bhayangkara," ungkap Bakri.
"Pasca dilakukan operasi pada saat itu, anaknya mengalami jahitan yang sangat panjang sehingga kondisi kesehatan Nurfitriyanti menjadi lemah dan akhirnya meninggal dunia," tambahnya.
Atas kejadian ini, orangtua korban meminta kepada pihak RS Bhayangkara Makassar agar segera bertanggung jawab terkait dugaan malpraktek yang dilakukan salah satu oknum dokter ahli penyakit dalam dan bedah yang berujung meninggalnya Nurfitriyanti. (*)