Geliat Musisi Makassar Mengusung Musik Jazz

Oleh : Dr. Yohan C Tinungki, MSi

SOROTMAKASSAR -- Makassar. Menarik, itulah yang dapat penulis katakan melihat para musisi kota Makassar memainkan musik “jazz” di Benteng Fort Rotterdam Makassar, Sabtu dan Minggu malam (10-11/11/2018) lalu.

Apanya yang menarik? Ya, sangat menarik melihat para musisi itu dengan penuh keyakinan memainkan musik jazz semisal fusion, cool jazz, funk, atau swing, tapi sayang yang terdengar hanyalah kulit luar dari musik jazz, bukan jazz yang sebenarnya.

Why ? Ya, karena pada dasarnya skill, harmoni, interval nada, modus yang digunakan bukan elemen yang sesungguhnya dalam memainkan musik jazz.

Sebelum menyatakan diri sebagai musisi jazz hendaklah memahami beberapa hal dalam musik jazz seperti perubahan motif-motif simetris, perubahan sukat, perubahan ritmis (alterasi ritmis), perubahan melodis (alterasi melodis), penerapan kontraksi (pengerutan) motif, ekspansi kromatis dari tonalitas, reevaluasi terhadap bas berfigur, bitonal, polytonal, atonal, free-tonal, twelve-tone, tone-row, dodecaphonic, belum lagi skill individu dalam memainkan modus jazz seperti modus dorian, frigian, dan modus lainnya.

Memang tidak ada larangan untuk memproklamirkan diri sebagai seorang musisi jazz, karena jazz adalah milik semua orang. Tapi yang jadi pertanyaan apakah pantas memproklamirkan diri sebagai musisi jazz tanpa ditunjang teori-teori yang penulis sebutkan di atas?

Ya, pantas saja, tapi dengan sebutan musisi “Jess” bukan “Jazz”. Kita dihadapkan pada beberapa pilihan jenis musik jazz yang dapat kita jadikan sebagai identitas kita sebagai musisi jazz seperti Acid Jazz, Bebop, Big Band, Dixieland, Free Jazz, Funk, Fusion, Gypsy Jazz, Jazz Blues, Swing, dan sebagainya.

Lalu, musisi „Jazz‟ Makassar berada di wilayah mana ? Atau mungkin mengusung semua gaya jazz di atas, hebat ? Musik jazz konvensional (mainstream jazz) dibangun di atas harmoni tonal yang dikombinasikan dengan harmoni modal. Secara umum harmoni sering disebut juga keselarasan, keserasian, kesesuaian, dan semacamnya. Di dalam kajian musikologis sering diartikan sebagai keselarasan antar nada. Lebih khusus lagi keselarasan antar pitch. Baik yang berbunyi secara vertikal (yang kemudian menjadi akord), ataupun yang berbunyi secara horisontal (yang kemudian menjadi melodi/modus).

Boleh dibilang dari berbagai jenis musik, Jazz merupakan musik yang paling mementingkan keseimbangan antara penampilan individu dan keutuhan kelompok. Dibandingkan musik jenis lain yang terpola baku, musik jazz lebih menggunakan pola sebagai suatu bentuk kesepakatan kelompok yang dengan konsisten dilaksanakan secara bersama-sama. Namun kesepakatan itu bukanlah merupakan rambu-rambu yang mati, karena diantara rambu-rambu tersebut musik jazz memberi kesempatan pada tiap individu untuk mengajukan pendapat tiap pribadi.

Jadilah harmoni yang menjadi ciri khas musik jazz. Ekspresi individu ini lebih dikenal sebagai improvisasi yang merupakan bagian dari suatu komposisi jazz. Menariknya, Improvisasi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pemain sehingga besar kemungkinan tiap kondisi membuahkan improvisasi yang berbeda-beda.

Dengan berkembangnya waktu eksplorasi musik jazz semakin kaya. Bitonal, polytonal, atonal, free-tonal, dan semacamnya merupakan buah dari rasionalisasi atas tonal, kemudian membawanya terjebak lebih jauh dalam hitungan yang terlampau matematis (meski begitu tidak semua musik yang malakukan distorsi terhadap tonal otomatis menjadi terlampau matematis, hanya sebagian saja !

Bukankah pendewaan atas rasio merupakan fenomena modernisme? Yang kemudian digugat oleh postmo. Sementara twelve-tone, tone-row, dodecaphonic, atau serial music, sebagai bentuk utama musik atonal - free tonal merupakan fenomena paling ekstrem dari intelektualisme musik (barat) modern.

Bagaimana mungkin free jazz yang mengambil estetika musik modern dapat dikatakan sebagai tonggak postmo ? Ironis memang, karena salah satu proyek postmodern didalam musik adalah dekonstruksi atas intelektualisme (yang kebablasan) dalam musik
modern. Ideologi jazz yang bersifat pembebasan, liberal, demokratis dan dekonstruktif terhadap kebekuan gaya-gaya permainan sebelumnya adalah merupakan sifat kritis yang perlu juga dipahami dan diinternalisasi oleh penggemar jazz kalau mereka ingin mengerti apa itu jazz.

Jazz adalah life style bukan meniru seutuhnya lagu dari seorang penyanyi/musisi jazz yang kita dengar dari cd player, sehingga kita dikatakan memainkan lagu jazz bukan memainkan musik jazz. Jazz bukan robot, jazz bukan musik klasik yang jelas jumlah biramanya, jelas jumlah nadanya dalam sebuah lagu.

Jazz adalah improvisasi dari modus-modus, improvisasi yang sesuai dengan mood hati si musisi yang tidak dibatasi oleh jumlah sukat. Jazz bukan improvisasi berdasarkan tangga nada mayor atau minor, atau tangga nada kromatik, atau kecepatan jari semata dalam memainkan tuts-tuts keyboard. Dibutuhkan pengetahuan sebelum memainkan atau memproklamirkan diri sebagai musisi jazz, karena dalam jazz sarat dengan ilmu harmoni, progressif chord, interval nada, pola ritmik, modus, dan banyak ilmu musik lainnya, perlu diketahui bahwa musik bukan sekedar bunyi, tapi musik adalah ilmu, dan jazz sangat dekat dengan ilmu musik tersebut. Jika kita tidak masuk dalam wilayah itu, maka kita akan disebut musisi “Jess” bukan musisi “Jazz”.

Terlepas dari semua hal di atas, salut buat para pekerja dan musisi “jazz”
Makassar yang telah menggaungkan musik jazz di kota Makassar tercinta. Jazz Never Die !!!

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN