Istilah 'Jappa Jokka Cap Go Meh' Digagas David Aritanto

* Oleh : Rachim Kallo.

Belakangan ini, tampak dimana-mana dan bahkan hampir di seluruh sudut jalan dalam kota Makassar, terpajang spanduk bertuliskan hajatan 'Jappa Jokka Cap Go Meh'. Perayaan ini akan dihelat pada Selasa 19 Februari 2019. Melihat tulisan di spanduk-spanduk tersebut, rasa penasaran penulis seketika muncul. Siapakah yang mengetahui persis asal muasal istilah yang menjadi tagline dalam perayaan Cap Go Meh di bumi Anging Mammiri ini ?

Terlintas dalam pikiran, wajah dari sosok seorang sahabat lama, Moeh. David Aritanto yang mungkin banyak mengetahui riwayat munculnya istilah tersebut. Penulis pun mengontak bersangkutan via telepon seluler dan membuat janji bertemu hingga kemudian bersua di salah satu kedai sara'ba Jln Sungai Cerekang, Makassar, Senin (18/02/2019).

Dalam pertemuan penuh keakraban ini, David Aritanto menuturkan, 'Cap Go Meh' berasal dari bahasa Hokkian yang artinya Malam ke-15 Imlek atau Hari Terakhir Perayaan Imlek.

Di Makassar pada masa kepemimpinan Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI, kegiatan di hari terakhir perayaan Imlek lebih dikenal dengan Pasar Malam 'Cap Go Meh'. Penggagas kegiatan itu adalah seorang tokoh Tionghoa, Yonggris yang menjabat Ketua Walubi (Perwakilan Ummat Budha Indonesia) Sulsel dan Roy Ruslim (Ketua Vihara Girinaga Makassar).

Belakangan bentuk kegiatan tersebut berubah menjadi Pasar Malam 'Cap Go Meh' yang dirintis oleh Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) Komunitas Pemerhati Budaya Tionghoa Indonesia (KPBTI) hingga munculnya istilah ' Jappa Jokka Cap Go Meh' yang diakui digagas David Aritanto, seorang seniman dan budayawan dari warga keturunan daerah ini.

Dari hasil pantauan penulis, tiga tahun terakhir ini istilah ' Jappa Jokka Cap Go Meh' ini justru dijadikan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar sebagai salah satu even pariwisata tahunan. Lantas, apakah Pemkot sudah berkoordinasi dengan penggagas istilah 'Jappa Jokka Cap Go Meh' tersebut ?

Istilah 'Jappa Jokka Cap Go Meh' diakui David Aritanto diambil dari kultur Bugis Makassar. Sebagai anak bangsa keturunan Tiongho yang blasteran Bugis-Makassar, hajatan 'Jappa Jokka Cap Go Meh' dijadikan sarana menampilkan tradisi, budaya dan kuliner khas masyarakat keturunan. Sehingga bisa menjadi tempat berkumpul sambil menikmati penganan kue dan makanan lainnya yang berciri Tionghoa dan Bugis-Makassar serta berkarakter masing-masing kabupaten.

Namun menurut David, kenyataan yang ada tidak seperti itu. Sebab selama even 'Jappa Jokka Cap Go Meh' dilaksanakan tahun-tahun terakhir ini, kesannya hanya memindahkan Pasar Senggol Semalam di jantung wilayah Pecinan, Jalan Sulawesi, Makassar.

Sejarah 'Cap Go Meh'

David berkisah, sesungguhnya 'Malam Cap Go Meh' bukanlah malam temu jodoh seperti yang ditafsirkan banyak orang. Sejarah 'Cap Go Meh' sebenarnya banyak versi, namun sesuai versi cerita rakyat kuno Tiongkok hanya ada dua versi.

Versi pertama, papar David, sejarah lampion yang berkisah dari keresahan seorang kaisar yang bermimpi akan dibakar dan dibumi hanguskan kerajaan serta wilayah pemerintahannya kala itu. Melihat gelagat keresahan kaisar, perdana menteri membisik ke kaisar perihal di pasar adanya seorang ahli nujum yang dapat memecahkan kegundahan mimpinya.

Lalu kaisar mengikut petunjuk dari perdana menterinya. Ternyata tanpa diketahui oleh kaisar bahwa ahli nujum itu sebenarnya perdana menterinya yang menyamar sebagai ahli nujum. Sepulang dari pasar, kaisar memerintahkan seluruh rakyatnya membuat lampion sesuai anjuran ahli nujum itu, dan dinyalakan pada malam hari. 

Tujuannya untuk mengecoh musuh yang akan menyerang kerajaan dan wilayah pemerintahannya. Alhasil, dari kejauhan pada malam hari desa-desa di penuhi cahaya terang benderang mirip kobaran api dari lampion yang di pasang di depan rumah. Akhirnya musuh mundur dan mengira sasaran penyerangan sudah terbakar, padahal cahaya itu berasal dari lampion yang menyala. 

Versi kedua, lanjut David bercerita, kisah putri Yen Siao yang merupakan abdi dalam kerajaan di era salah satu dinasti Tiongkok. Sejak kecil dia dikungkung dalam istana kerajaan tanpa bisa berinteraksi dengan orang tuanya bahkan dia sendiri tidak mengenali bagaimana rupa orang tuanya. 

Suatu ketika Yen Siao merasa kesepian dan rindu ingin berjumpa dengan orang tuanya. Bahkan Yen Siao pernah nyaris mau bunuh diri dengan melompat ke dalam sumur. Untung perdana menteri di kerajaan itu melihatnya dan bertanya, "Kenapa kau nekad mau menghambisi nyawamu di sumur itu ? Yen Siao lalu menjawab, "Tidak ada gunanya hidup dalam kemewahan istana tanpa merasakan kasih sayang dari kedua orang tua”.

Perdana menteri kemudian memberikan ide ke Kaisar untuk melaksanakan pesta rakyat dan festival lampion yang dilengkapi semboyan filosofi pada lampion. Sementara perdana menteri membuat lampion raksana yang bertuliskan Yen Siao. Lalu perdana menteri meminta Yen Siao berdiri tanpa kemana-mana di bawah lampion raksana tersebut.

Saat pesta itu berlangsung, tiba-tiba seorang bapak terperangah melihat tulisan di lampion raksasa, dan melihat seorang gadis yang berdiri tepat di bawah lampion itu. Bapak itu spontan berteriak dengan memanggil Yen Siao, sang gadis menoleh ke arah suara itu dan melihat sosok orang tua yang memanggilnya.

Akhirnya bapak dan anak di pertemukan di bawah lentera. Isak tangis penuh keharuan seketika pecah. Inilah cikal bakal 'Cap Go meh' sebagai hari kasih sayang. Tapi bukan hari kasih sayang untuk mencari jodoh !!!

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN