Drama Tari Tumanurung Bainea Ri Tamalate Akan Tampil di Kutai Festival Budaya Nusantara (KFBN) 2024. (Bagian Pertama)

Oleh: Rachim Kallo
(Sekretaris LAPAKKSS)

Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS) dengan bangga mengumumkan partisipasinya dalam Kutai Festival Budaya Nusantara (KFBN) yang akan berlangsung dari 8 – 13 Juli 2024. Acara ini diselenggarakan seperti dikutip dari undangan partisipasi event, bertujuan untuk mengembangkan dan melestarikan seni budaya sebagai identitas bangsa dan sebagai sarana promosi untuk mengangkat budaya masing-masing daerah peserta yang mengikuti event Kukar Festival Budaya Nusantara Tahun 2024 ke kancah Internasional.

KFBN 2024 memiliki rangkaian acara : Opening Ceremony, Kirab Budaya, Pentas Seni dan Budaya, Expo, Parade Tari Nusantara, City Tour, Goes to School, dan Closing Ceremony dari seluruh penjuru Nusantara, termasuk penampilan istimewa dari drama tari "Tumanurung Bainea Ri Tamalate,” Naskah/Sutradara Yudhistira Sukatanya dan Koreografi Dr. Nurlina Syahrir, M.Hum.

Berikut Sinopsisnya. Al kisah, di perkirakan pada tahun 1320-1345. Tu-Manurunga ri Tamalate, Putri kayangan turun ke bumi di bukit Tamalate, Takakbassia, Gowa. Sebelum kedatangan Tu-Manurung Bainea dikisahkan terjadi pada saat terjadi kekacauan besar akibat perang saudara antara - kerajaan-kerajaan kecil di wilayah bagian utara dan di bagian selatan sungai Jeneberang. Sembilan kerajaan kecil tersebut terdiri atas Tombolo, Lakiung, Parang-parang, Data, Agangjekne, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili.

Seorang dari kalangan mereka dipilih menjadi ketua federasi yang disebut Paccallaya- orang yang memberi pencerahan, solusi atas segala permasalahan yang terjadi diantara mereka. Meski demikian Paccallaya sebagai ketua federasi sembilan Kasuwiang tentu tidak memiliki kemampuan meredakan perang saudara yang tengah terjadi. Untuk menghentikan peperangan, diperlukan seorang figure berwibawa dan adil, berhati mulia dan bisa diterima oleh semua pemimpin, kaum dan rakyatnya. Tapi siapa?

Suatu hari, seiring waktu perang saudara kian gawat berkecamuk, Paccallaya bermimpi, di dalam mimpi itu ia seolah melihat turunnya putri beserta rombongannya dari surgaloka di bukit Tamalate. Sang Putri tersebut diyakini akan dapat membawa perdamaian bagi Tanah Gowa.

Memerhatikan tafsir mimpi itu maka pada hari yang telah ditentukan, Paccallaya bersama Kasuwiang Salapanga sepakat akan berkumpul di Bukit Tamalate. Di sana mereka duduk melingkar mengelilingi segugusan batu cadas berukuran besar. Kemudian mengadakan Empo Sipangatarri atau perundingan saling mendengar dan mempertimbangkan usulan dari sembilan federasi. Dalam perundingan disepakati untuk bersama-sama menunggu kehadiran sang Putri turun kayangan untuk menjemput harapan terciptanya perdamaian.

Menjelang sore Paccallaya dan kesembilan Kasuwiang juga orang yang berdiam di kampung Bontobiraeng melihat kilatan cahaya warna warni di langit, kemudian cahaya itu tergerai turun perlahan-lahan ke bumi, berhenti di atas sebuah batu besar. Dari pusat kumparan cahaya di atas batu itu menjelma hadir seorang putri cantik bermahkota-tiara emas bertahtakan berlian, kalung emas, rantai emas, serta gelang emas. Kedatangannya didampingi dayang-dayangnya dengan iringan tabuhan gendang, Sang Putri tersebut lalu berdiri menatap sekelilingnya dengan tatapan anggun berwibawa.

Melihat peristiwa gaib itu, kesembilan Kasuwiang- kepala Kaum tersebut bersepakat bahwa inilah pemimpin yang dinantikan. Pembawa perdamaian di Butta Gowa. Paccallaya menghampiri sang Putri dan kemudian memberi hormat. Lalu memberi nama Tumanurung Bainea artinya Putri yang turun dari kayangan.

Paccallaya dan Sembilan Kasuwiang kembali berunding dan sepakat untuk mengangkat Sang Putri dari kayangan sebagai raja mereka. Namun sebelum menjalankan pemerintahan, Karaeng Bainea dan rakyat Gowa yang diwakili Kasuwiang Sembilan melakukan dialog yang kemudian dijadikan sebagai dasar kontrak sosial yang mengatur kewajiban masing-masing dalam menjalankan kekuasaan Pemerintahan.

Setelah terjadi kesepakatan, berkatalah Pacallayya: “Sombai Karaengnu To Gowa” Warga pun sontak berseru: Sombangku… Sombangku… Sombangku. Kemudian Karaeng Bainea atas permintaan Pacallaya berserta Kasuwiang Salapanga diangkat menjadi pemerintah kerajaan Gowa. (bersambung)

Politik

Pendidikan

Opini

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN