SOROTMAKASSAR--Jakarta.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Isinya, agar pemerintah memisahkan DJP dari Kemenkeu.
Anggota BPK, Rizal Djalil menilai, Ditjen Pajak lebih baik menjadi badan tersendiri seperti halnya Badan Narkotika Nasional (BNN). Dia menyebut nama badan DJP otonom, yakni Badan Penerimaan Perpajakan Nasional.
Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan kinerja DJP dalam memungut pajak.
"Sudah saatnya Ditjen Pajak menjadi badan tersendiri. Pajak yang merupakan soko guru penerimaan negara, mengumpulkan uang negara, jadi bahan sendiri, Badan Penerimaan Pajak Nasional," ujar Rizal di Auditorium BPK, Jakarta, Senin (22/7).
Rizal mencontoh salah satu lembaga pajak di dunia yang berdiri secara otonom adalah Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat (AS). Sebenarnya IRS juga tidak sepenuhnya otonom karena masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan AS. Tapi, IRS memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan, anggaran, dan sumber daya manusia.
Untuk surat dikirimkan Rizal ke Jokowi, kata dia, sebagai bagian dari menagih utang orang nomor satu di Indonesia sebab janji pemisahan DJP dari Kemenkeu dilontarkan dalam masa kampanye 2014 lalu.
Kata dia, tadinya badan otonom pajak direncanakan sudah terbentuk pada 2007. Namun hingga saat ini, wacana tersebut masih menjadi kajian di parlemen lantaran perlu dilakukan perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Pada 2007, sebagai pimpinan panja KUP, saya ingin tegaskan bahwa semua fraksi sudah setuju DJP itu jadi badan penerimaan perpajakan nasional. Tapi wakil pemerintah waktu itu mengatakan masalah koordinasi jadi persoalan. Hari ini itu harusnya enggak jadi persoalan karena digital system sudah jawab semua itu. Tidak ada persoalan koordinasi lagi," tutur Rizal. (int)