SOROTMAKASSAR - PINRANG.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan warga Ta’e, Kelurahan Temmassarangnge, Kecamatan Paleteang terhadap aktivitas tambang yang dilakukan CV Ponro Kanni sehingga berdampak pada lingkungan warga pada Senin (14/4/2025) lalu di DPRD Pinrang, ditindaklanjuti Komisi II DPRD dengan melakukan kunjungan ke lokasi pada tanggal 16 April 2025.
Besoknya, Kamis (17/4/2025) Komisi II DPRD melaksanakan RDP dengan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk pihak CV. Ponro Kanni sebagai pengelola tambang, bertempat di ruang rapat Massedi Ada, Gedung DPRD Pinrang.
RDP yang dipimpin Ketua Komisi II, Amri Manangkasi juga dihadiri anggota Komisi II lainnya, Dinas Perkim dan LH Pinrang, La Ode Karman, Dinas Bima Cipta, Ilham Virgoyanto, pihak BPKPD serta pihak CV Ponro Kanni, H Arsyad dan Sarifuddin.
Menurut Ketua Komisi II DPRD, Amri Manangkasi, aktivitas tambang yang dilakukan CV Ponro Kanni memang dinilai sangat mengganggu aktivitas keseharian masyarakat di sekitar tambang, baik berupa debu yang mengganggu warga maupun lahan pertanian dan saluran irigasi yang juga terkena dampak yang merupakan imbas dari aktivitas tambang tersebut.
"Itu berdasarkan hasil kunjungan lokasi yang kami lakukan, beberapa waktu lalu,” ujar legislator Partai Golkar ini.
Hal tersebut juga dibenarkan La Ode Karman, perwakilan dari Dinas Perkim dan LH Pinrang. Menurut La Ode, aktivitas tambang yang dilakukan CV Ponro Kanni ini sudah sangat terasa dampaknya terhadap lingkungan sekitar.
"Dampak yang terjadi antara lain partikel debu yang masuk ke pemukiman warga serta lintasan air permukaan yang membawa material dari aktivitas tambang yang menutupi sebagian lahan pertanian dan saluran irigasi. Pihak perusahaan harusnya melakukan mitigasi atau upaya lainnya agar tidak mengganggu aktivitas warga sekitar," kata La Ode.
La Ode mengungkapkan, dalam dokumen lingkungan pertambangan, ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh pengusaha tambang. Salah satunya adalah pengelolaan air limbah dan pengendalian pencemaran udaranya, termasuk debu yang beterbangan.
"Itu harus dilakukan uji sebagai bagian dari ketaatan pengusaha untuk memastikan bahwa dampak yang ditimbulkan itu tidak melewati ambang batas dan meresahkan warga sekitar tambang," jelasnya.
Sementara Ilham dari Dinas Bima Cipta mengatakan, ijin usaha pertambangan itu merupakan kewenangan Dinas ESDM provinsi. Namun, salah satu persyaratan ijin pertambangan itu harus sesuai dengan penataan ruang atau acuan tata ruang pemerintah kabupaten/kota.
“Jadi, sesuai RDTR Pinrang, lokasi kegiatan pertambangan CV Ponro Kanni ini berada dalam kawasan Zona Taman Kota atau RTH (Ruang Terbuka Hijau). Walaupun sebenarnya, kawasan zona taman kota tidak boleh ada aktivitas pertambangan, namun dalam RTRW provinsi itu dibolehkan. Di sinilah letak dilemanya kita pemerintah kabupaten/kota. Apalagi, dalam UU tambang disebutkan bahwa pemilik IUP tidak boleh diganggu. Nah, kita di pemerintah kabupaten/kota jadi serba salah," kata Ilham.
Menyikapi hal itu, H Arsyad selaku Direktur CV Ponro Kanni mengaku akan menindaklanjuti arahan dan masukan yang disampaikan ke pihaknya. Arsyad bahkan mengaku pihaknya siap dipertemukan dengan warga yang mengadukan aktivitas tambangnya yang dinilai mengganggu kegiatan kesehariannya di sekitar lokasi pengelolaan tambang miliknya untuk mendapatkan solusi terbaik atas permasalahan tersebut. (busrah)