SOROTMAKASSAR, TORAJA UTARA. –
Kasus dugaan korupsi Peningkatan Jalan tahun anggaran 2018 di Kelurahan Pallawa, Kecamatan Bangkelekila To'yasa, Kab.Toraja Utara terkesan dipaksakan. Padahal proyek ini selesainya sudah enam tahun lamanya dengan pendampingan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dari Kejaksaan Negeri Tana Toraja, dimana yang setiap saat mengawasi dan memberi petunjuk dalam pelaksanaan pekerjaan proyek ini sehingga dapat selesai tepat waktu dengan tetap menjaga kwalitas dan kuantitas/volume sesuai kontrak.
Kasus Proyek ini setiap mendekati pergantian pejabat di Kacabjari Rantepao selalu digaungkan dengan bukti sprindik dikeluarkan sudah melebihi dari satu kali oleh Kejaksaan, sehingga tersangka ATR dan BTP terkesan dipaksakan untuk dilakukan penahanan tanpa ada acuan temuan dari BPK sebagai badan pemeriksa keuangan yang sah dan diakui negara.
Ghemaria Parinding, SH. MH penasehat hukum ATR dan BTP dalam konfrensi pers Senin, (01/4/2024) menyampaikan bahwa, BPK dalam kasus proyek ini hanya menemukan keterlambatan yang tidak sesuai kontrak kerja sehingga menimbulkan kerugian negara. Sementara kerugian negara dalam keterlambatan kerja jauh sebelumnya sudah dikembalikan ke Negara oleh tersangka, namun pihak kejaksaan cabang Rantepao terus melakukan penyelidikan dengan meningkatkan ke tahap II sehingga angka nilai kerugian negara yang ditaksir oleh Jaksa menjadi 892 jt, ujarnya.
Sementara itu kata Ghemar, Konsultan Pengawas yang lebih bertanggung jawab baik buruknya suatu pekerjaan proyek tidak dilakukan pemeriksaan oleh jaksa, sehingga dalam kasus ini terkesan diduga ada titipan dan terkesan dipaksakan.
Padahal, “Dalam pelaksanaan pekerjaan ini ada pekerjaan tambah kurang (CCO) yang dituangkan dalam Amandemen Perjanjian 1 (Amandemen kontrak 1) akibat adanya berupa galian batu (breaker) sebanyak 354,14 meter kubik, sehingga menyebabkan pekerjaan tidak selesai tepat waktu pada tgl 22 Desember 2018, sehingga ada perpanjangan waktu dari tgl 23 Desember 2018 sampai dengan 10 Pebruari 2019 sesuai yang disepakati dalam amandemen Perjanjian dua (Amandemen kontrak II),” paparnya.
Tambah Ghemar, Setelah pekerjaan selesai sesuai hasil pemeriksaan konsultan pengawas dan direksi teknis atas hasil pekerjaan tertuang dalam kontrak dan amandemen kontrak sebagai dasar pemeriksaan pekerjaan yang diketahui oleh pejabat pembuat komitmen (PPK), disebut bahwa pekerjaan telah dilaksanakan dengan baik dan dinyatakan selesai 100%, sehingga sesuai dengan ketentuan yang ada pada kontrak.
Namun karena klien nya tidak merasa berbuat seperti yang disangkakan, maka kliennya menepis saran dan masukan dari Kadis PUPR Toraja Utara agar menemui jaksa Yoga Pradilla Sanjaya dan melakukan pendekatan namun kliennya malah menantang praktek kesewenang wenang jaksa Yoga Pradilla Sanjaya dan menanyakan masyarakat mana yang melapor dan kenapa tidak diperiksa dan di BAP ? dan apa dasar saudara jaksa penyidik melakukan penyelidikan dan menyimpulkan ada pengurangan volume pekerjaan rabat beton tanpa dasar yang kuat.
Sebelumnya ditempat terpisah dilokasi pengukuran, Gemar menuturkan bahwa adanya dugaan praktek rekayasa kasus dilakukan oleh Jaksa, Kami bersama keluarga klien mendatangkan Tim tenaga ahli kontruksi dari Dinas PUPR Provinsi SulSel atas nama Ir. Haji Eddy Jaya Putra, MT untuk melakukan pengukuran/pemeriksaan ulang fisik dilapangan.
Karena jaksa sebelumya diduga telah membuat rekayasa seolah olah pengukuran dan pemeriksaan itu sudah dilakukan secara transparan dengan pura-pura membuat undangan kepada pejabat pembuat Komitmen (PPK) Buyang T Paembonan, pejabat pelaksana Teknis kegiatan (PPTK) Gusti P Lande, ST, Konsultan Pengawas Tomas Bunga,ST, dan kontraktor pelaksana Ir. Agustinus Tomi Rantepasang. ungkap Ghemar.(pria).