SOROTMAKASSAR -- Jakarta.
Kasus yang menjerat Ruslan Buton terkait penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap seorang petani La Gode di Taliabu, Maluku Utara, pada 2017 lalu, tidaklah benar
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun kepada wartawan di Jakarta, Minggu (31/5/2020).
Menurut Tonin Tachta Singarimbun, kasus pemecatan Ruslan tersebut bernuansa politis. Dia mengatakan pada 2017 lalu, saat itu Ruslan Buton masih menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.
Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya. “Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan,” katanya.
“Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya. Dia tangkap karena dia komandan di daerah sana,” lanjut Tonin.
Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.
Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan seluruh TKA itu.“Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan,kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima,” paparnya.
“Tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA, maka akan saya tolak,” kata Tonin menirukan ucapan Ruslan saat itu.
Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai diincar agar turun dari jabatannya.
Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode.
Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba menyerang markas TNI AD.
“Yang dibunuh ini (La Gode, Red) bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk penjara,” jelasnya.
“Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga,” sambungnya
Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah militer.
Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.
“Itu jelas didesain dia harus dipecat. Pokoknya dia harus dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China di sana susah masuk. Berarti direkondisikan preman ini untuk mengganggu 'kan,” ujar dia.
Sekedar diketahui, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.
Resmi Ditahan
Eks anggota TNI Ruslan Buton resmi ditahan penyidik Bareskrim Mabes Polri atas dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian, menghina penguasa, atau menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran.
Ruslan ditangkap usai meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundurkan diri. Ia menilai Jokowi gagal menyelamatkan warga di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
“Sekitar 7 jam setelah tiba di ruang periksa Dittipidsiber lantai 15 Gedung Bareskrim maka sekitar jam 08.00 WIB, Ruslan Buton menjadi warga Rutan Bareskrim selama paling lama 20 hari dari tanggal 29 Mei 2020 sampai dengan tanggal 17 Juni 2020,” ujar pengacara Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun, kepada wartawan, Sabtu (30/5).
Tonin menyebutkan, kliennya menolak menandatangani Berita Acara Penahanan (BAP) karena merasa tidak melakukan apa yang disangkakan. Sebelum dilakukan penahanan, ungkap Tonin, tim penasihat hukum sempat mengajukan surat penangguhan penahanan.
Ruslan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP. (*)