SOROTMAKASSAR -- Jakarta.
Pandemik Covid-19 tidak hanya mengubah kebijakan sosial dan ekonomi suatu negara tetapi juga sistem pertahanan dan keamanannya. Nasib narapidana yang ada di lapas juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Menyikapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo akan merevisi peraturan pemerintah terkait masalah narapidana.
Seperti disampaikan bahwa Presiden telah menetapkan social distancing bagi masyarakat Indonesia, presiden juga melirik nasib para penghuni lapas kedepannya. Pemerintah akan mengurangi resiko penyebaran Covid-19 yang bisa saja terjadi di lapas dengan pembebasan bersyarat kepada narapidana tidak pidana umum yang memenuhi kriteria.
Pembebasan bersyarat ini bertujuan untuk menghambat penyebaran Covid-19, utamanya di lembaga-lembaga permasyarakatan yang ada. Warga binaan lembaga pemasyarakatan (lapas) perlu diakui telah melebihi kapasitas di sejumlah lapas yang ada tentunya sangat beresiko mempercepat penyebaran Covid-19.
Hal itu disampaikan saat Presiden memimpin rapat terbatas melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 6 April 2020. Namun, pembebasan bersyarat tidak berlaku untuk narapidana koruptor.
"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi (narapidana) koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. Jadi mengenai PP 99 Tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini," ujarnya.
Sementara itu, Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengkaji keputusan presiden dalam revisi Perppu mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut. Perlu adanya strategi lebih lanjut untuk pembebasan bersyarat para narapidana seperti napi hamil, manula, diffabel + tipirin/victimless crimes dalam rangka mengatasi overcapacity.
“Kebijakan untuk menghentikan fasilitas penahanan di Rutan maupun Lapas membutuhkan langkah strategis dan perubahan mekanisme business process dalam sistem peradilan pidana,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa seusai melaksanakan Rapat Terbatas di kediamannya di Jakarta. (*)