Hujan siang Oktober 2012 baru saja berhenti. “Kotak” paling timur Lapangan Karebosi Makassar ramai dengan anak-anak yang bermain bola. Yang balita masih men-‘drible’ bola di bagian pojok barat ujung selatan lapangan. Para pemain yang berusia belasan tahun sedang menjalani “game” di dalam lapangan yang di bagian yang gundul tampak sedikit becek.
Dari bagian barat lapangan agak ke selatan, seorang pria berkulit gelap mengenakan topi berkaos merah menyala tampak memperhatikan pergerakan anak-anak asuhannya yang sedang “sparring”.
“Hallo seniorrrr....,” tiba-tiba saja dia berteriak tatkala melihat penulis yang bergerak dari arah utara, di dekat “Makam Tujua”, menuju ke arah dirinya.
“Kus, saya titip ponakan saya,” kata penulis memecah konsentrasinya memperhatikan anak asuhannya berlatih.
“Siapa, senior ?,” dia balik bertanya.
“Itu, Ady Setiawan,” penulis menjelaskan.
“Ohh..itu... yang tinggi sana ?,” kata Kusnadi lelaki yang berbincang dengan penulis tersebut.
“Ya,... Dia datang dari Bima hanya mau bermain bola,” penulis menambahkan.
“Oh..Ady. Saya akan mundur sebagai pelatih jika dia tidak menjadi pemain,”jawab Kusnadi membuat penulis sejenak tersentral mendengar apresiasi mantan pemain PSM dan Galatama Makassar Utama ini.
“Iya, terima kasih, Kus. Mohon dibimbing agar menjadi pemain,” imbuh penulis.
Itulah awal Ady Setiawan mulai berlatih di PS Bangau Putra yang dilatih oleh Kusnadi Kamaluddin. Penampilan Ady Setiawan yang dilahirkan di Parado Bima 10 September 1994, hanyalah seorang anak ujung kampung yang tidak pernah menerima polesan pelatih sepak bola dari siapa pun. Dia hanya melihat orang bermain bola di layar kaca. Dari situlah dia banyak belajar.
Berdasarkan genetik, Ady Setiawan bukan keluarga sepakbola. Ayahnya, Abudurrahman, seorang pegawai Puskesmas Parado Bima yang sudah berpulang ke rakhmatullah dua tahun silam. Ibunya, Muktaman hanyalah seorang ibu rumah tangga. Ady selalu memanfaatkan waktu libur kompetisi untuk menjenguk ibunya, namun tetap berlatih dengan tetap menjaga stamina. Kegiatan yang dilakukannya adalah dengan berlari naik turun bukit. Kadang-kadang juga mengajak anak-anak kampung naik sepeda merambah jalan desa.
Ady kecil memang sudah memperlihatkan bakatnya sebagai pemain bola. Tiada hari tanpa bermain bola. Dia berlatih sendiri tanpa kenal lelah dari waktu ke waktu. Menyadari di kampung paling ujung kabupaten tidak memiliki pelatih, Ady akhirnya banyak belajar melalui siaran pertandingan sepak boladi layar kaca. Gara-gara inilah, dia menempatkan secara “in absentia” (tanpa kehadiran) bintang Portugal Cristiano Ronaldo sebagai “pelatih”-nya. Tidak heran jika pergerakan CR7 – julukan pemain bintang tersebut – selalu dia tiru dalam setiap penampilannya. Itulah sebabnya, sehingga banyak orang terpesona dengan penampilan ada di kampung halamannya.
Ternyata, sebelum ikut berbagai pertandingan sepak bola, Ady ternyata menggeluti olah raga catur. Bahkan melalui cabang olahraga otak ini, dia tercatat sebagai salah seorang atlet pada turnamen tingkat Provinsi NTB pada tahun 2005, ketika usianya baru 11 tahun.
Hasil pembelajaran itulah, pemain dengan tinggi-berat 177 cm - 76 kg mulai bermain dalam pertandingan antarkampung (tarkam). Permainannya yang memukai ini ternyata dia direkrut mengikuti turnamen usia ini. Pekan Olahraga Nasional tingkat sekolah dasar pada tahun 2006. Kemudian mengiluti tingkat Kabupaten/Kota se-Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB Agustus 2008, bertepatan dengan usianya 14 tahun. Timnya muncul sebagai juara I turnamen tersebut.
Ketika mengikuti kejuaraan tingkat nasional 2007, tim NTB Ady yang ketika itu duduk di SDN Parado meraih juara III Olimpiade Olahraga Sains Nasional (O2SN). Dari pemantauan atas penampilannya pada kegiatan ini, Ady direkrut sebagai tim nasional Indonesia mengikuti ASEAN Primary School Sport Olympiad (APPSSO) pada tahun 2007. Tim Indonesia yang diperkuatnya meraih juara II. Ady kemudian tampil sebagai pemain terbaik pada Pekan Olahraga Nasional SD, setelah timnya terlebih dahulu tampil sebagai juara I tingkat NTB (2006) dan terpilih sebagai pemain terbaik.
Pada APPSO 2008, tim nasional yang diperkuat Ady kembali tampil sebagai Juara II. Sebelumnya pada tahun ini, tim kabupaten yang diperkuatnya meraih juara I tingkat Provinsi NTB. Tim NTB yang diperkuat Ady tampil sebagai juara I O2SN Tingkat Nasional. Pada tahun 2009, Ady memperkuat tim SMP kabupaten dan meraih juara III tingkat NTB. Pada Liga Pendidikan Indonesia (LPI) NTB yang diperkuat Ady meraih juara II.
Pada saat mengikuti Pekan Olahraga Nasional (Ponas) Tingkat Pelajar SD se-Indonesia di Jakarta pada tanggal 9 s/d 18 Agustus 2007, salah seorang pemain asing Persija Jakarta, Robertino Publiara, tertarik dengan penampilan Ady. Pemain bule itu pun menggaet Ady berfoto bareng. Begitu pun dengan Hamzah Hamzah, mantan pemain nasional sempat diabadikan bersama Ady pada dua kesempatan yang berbeda 2007 dan 2009.
Merantau ke Makassar
Setelah menamatkan pendidiakan SMA, Ady memutuskan merantau. Tekadnya dari kampung semata-mata bermain bola. Kota yang menjadi pilihannya, Makassar yang terkenal sebagai penghasil pemain-pemain berkelas. Saat ditawarkan mengikuti kuliah dengan dispensasi diterima tanpa tes melalui jalur prestasi di Unhas dan disediakan beasiswa atas prestasinya, Ady bergeming. Dia hanya ingin bermain bola. Tidak yang lain.
Akhirnya, dia berlabuh di Sekolah Sepak Bola (SSB) Bangau Putra yang dikelola Kamaluddin dan putranya, Kusnadi Kamaluddin. Dalam pemilihan pemain, Kusnadi mengirim Ady mewakili Tim Kota Makassar pada Turnamen Liga Jusuf Kalla (JK).
Langkah berikutnya, Ady tercatat sebagai salah seorang pemain dalam Pra-Pekan Olahraga Daerah (Porda) Kota Makassar pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 mewakili Kota Makassar mengikuti Pekan Olahraga Daerah (Porda) XV/2014 di Kabupaten Bantaeng. Tim yang diperkuatnya keluar sebagai runner up setelah dikalahkan tim tuan rumah Kabupaten Bantaeng pada pertandingan final.
Melihat penampilannya di Porda XV Bantaeng, dia pun dilirik untuk magang pada Tim Senior PSM Makassar (2014). Namun, dia tidak lama di tim “Ikan Merah” (Juku Eja) ini karena pada tahun 2015, Ady menerima tawaran tim Liga II Martapura FC yang diperkuatnya hingga 2017.
Meskipun Ady sudah tercatat sebagai pemain profesional Martapura FC, tetapi namanya terdaftar sebagai pemain Sulawesi Selatan. Dia pun terpilih sebagai salah satu pemain yang mengikuti latihan tim Pra-PON XIX Sulsel yang dipersiapkan berlaga di PON XIX Jawa Barat.
Diperkuat Ady, tim PON Sulsel berhasil mencapai final PON XIX Jawa Barat sebagaimana dijanjikan Ketua Umum KONI Sulsel Andi Darussalam Tabussalla (alm.) kepada Gubernur Sulsel Syahrul Yasim Limpo ketika itu. Keberhasilan Sulsel melaju ke final PON ini tentu tidak dapat dilepaskan dari racikan Syamsuddin Umar, pelatih. Dia-lah yang bertangan dingin memoles anak asuhnya yang dari babak awal pertandingan PON XIX tampil tertatih-tatih.
Di final, Sulsel berhadapan dengan tuan rumah Jawa Barat yang berakhir dengan penentuan melalui adu penalti. Di bawah gangguan sinar laser yang diarahkan untuk merusak konsentrasi penjaga gawang Sulsel, tim tuan rumah akhirnya memenangkan pertandingan final tersebut. Para pemain Sulsel menolak tampil menerima pengalungan medali karena adanya kecurangan melalui sinar laser tersebut.
Setelah memperkuat tim PON Sulsel 2016, setahun kemudian, Ady masih memperkuat Martapura FC. Dia kemudian bergabung dengan tim Liga I Barito Putra yang diperkuatnya hingga tahun 2019.
Pada tahun 2020, putra karyawan Puskesmas Parado, Abdurrahman (alm.) ini, direkrut oleh kesebelasan Persela Lamongan. Namun bersama tim ini, dia hanya setahun. Persebaya yang melihat penampilan Ady tertarik merekrutnya. Dia selalu ditempatkan pada posisi gelandang serang, sehingga tidak mengherankan jika dia kerap sampai ke jalan lawan dan mencetak gol untuk timnya.
Ketika memperkuat Persebaya inilah, masih pada tahun 2021, Ady ditarik pelatih Tim Nasional Senior PSSI, Shin Tae-yong asal Korea Selatan bergabung dengan Tim Senior Indonesia yang dipersiapkan menghadapi Kualifikasi Piala Dunia di Qatar. Bersama timnas ini, Ady Setiawan sempat menjalani latihan di luar negeri dan mengikuti beberapa kali uji coba dengan tim-tim di Asia Tengah.
Ketika mengikuti pelatihan bersama tim nasional, Ady mengaku gemblengan pelatih asal negeri ginseng tersebut sangat berat. Dia malah hampir saja menyerah. Salah seorang pemain naturalisasi Indonesia menyerah.
“Saya sampai menangis menghadapi latihan yang begitu berat ini. Tetapi akhirnya saya jalani saja hingga selesai,” ujar Ady dalam percakapan dengan penulis melalui telepon sebelum terbang ke luar negeri bersama timnas.
Kembali dari luar negeri, Ady masih sempat memperkuat Persebaya dalam berbagai pertandingan. Dia merasa pengalamannya di Persebaya sudah cukup, pada tahun 2022 dia memutuskan mencoba pengalaman baru dengan RANS Nusantara FC besutan Raffi Ahmad.
Meskipun sudah merantau lagi ke Kalimantan dan Jawa, setiap kali timnya bertanding di Makassar, Ady selalu menyempatkan diri menziarahi makam Kusnadi Kamaluddin, di Makassar, lelaki yang membuka pintu karier sepak bolanya. Sayang sekali, Kusnadi tidak sempat menyaksikan wujud mimpinya karena dia meninggal dunia 2014, dua tahun sebelum Ady melangkah sebagai pemain profesional saat bergabung dengan Martapura FC.
Ady Setiawan merupakan putra pertama dari Kabupaten Bima yang mencatatkan dirinya sebagai sepak bola pemain nasional dan pemain profesional. Sebagai pemain yang berasal dari kampung paling ujung, Ady kerap membantu berbagai kompetisi dengan menyisihkan sedikit pendapatnya untuk pengadaan perlengkapan pertandingan atau turnamen di Kabupaten Bima. Dia sering menyumbangkan bola dan menyediakan hadiah bagi pemain terbaik atau tim terbaik. Pada kompetisi Parado Cup I yang berlangsung September-Oktober 2022, dia juga mengulurkan tangannya. Di kampung halamannya dia menjadi inisiator terbentuknya Parado FC, sebuah klub di tingkat desa yang berisikan pemuda-pemuda desa yang dia arahkan mengikuti jejaknya kelak. (*)