Kisruh di Perumahan Telkomas Resmi Dilaporkan Warga ke Lurah Berua, Ombudsman dan DPRD Kota Makassar

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Kisruh yang terjadi belakangan di Kompleks Perumahan Taman Telkomas Makassar terkait kebijakan dan tindakan semena-mena pengurus Kerukunan Keluarga Telkomas (KKTS) bersama beberapa Ketua RT dan Ketua RW setempat, resmi dilaporkan sejumlah warga melalui laporan tertulis yang ditujukan kepada Kepala Kelurahan (Lurah) Berua dan ditembuskan ke Ombudsman Kota Makassar serta DPRD Kota Makassar, Jumat (11/09/2020).

Seperti diberitakan media ini sebelumnya, beberapa kebijakan sepihak yang dikeluarkan pengurus KKTS seperti soal pengelolaan dan pungutan retribusi sampah, pembuatan portal dan penutupan beberapa akses jalan keluar masuk kawasan pemukiman ini hingga pengadaan stiker kendaraan dan penjualannya yang memberatkan warga, telah menjadi pemicu timbulnya keresahan dan protes dari sebagian besar penghuni kompleks tersebut.

Akibatnya, sebagian besar warga yang tergabung dalam wadah silaturahmi Warga Telkomas Bersatu melalui perwakilannya Syamsul Bahry (warga RT 03 RW 01) dan James Wehantouw (warga RT 06 RW 01) membuat laporan tertulis dan dilayangkan kepada Lurah Berua serta ditembuskan ke pihak Ombudsman Kota Makassar dan DPRD Kota Makassar untuk ditindaklanjuti dan ditangani sesuai aturan yang berlaku.

Dalam surat itu dikemukakan beberapa masalah diantaranya menyangkut pelimpahan tugas dan tanggung jawab RT/RW se-Telkomas kepada organisasi KKTS, yakni masalah pemungutan retribusi sampah, pengelolaan sampah, dan pengelolaan keamanan yang saat ini sudah meresahkan warga.

Mengapa dikatakan meresahkan warga, karena pengalihan tugas dan tanggungjawab itu (khususnya masalah keamanan) sama sekali tidak pernah dimusyawarahkan oleh Ketua-ketua RT/RW kepada warganya, disamping itu, KKTS yang merasa mendapat mandat dari para Ketua-ketua RT/RW bertindak semaunya, seperti menetapkan besaran iuran keamanan sendiri, dan saat ini, mewajibkan seluruh warga Telkomas untuk membeli stiker yang dicetak KKTS (harga stiker tidak masuk akal) dengan alasan keamanan.

"Sebagai warga yang baik, sejak tahun 2017 KKT (nama lama) mengambil alih tugas dan tanggungjawab RT/RW, kami sudah sering mengingatkan, baik itu secara langsung kepada Ketua-ketua RT dan Ketua-ketua RW yang ada di Telkomas maupun melalui group-group WA warga Telkomas bahwa, pengalihan tanggungjawab itu menabrak aturan," ungkap Syamsul.

Dijelaskannya, dalam urusan retribusi sampah melanggar Perda Kota Makassar No.11 Thn 2011 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Peraturan Walikota Makassar No. 56 Thn 2015 Tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan serta semua aturan turunan yang berkenaan dengan Retribusi dan Pengelolahan Persampahan/Kebersihan.

"Demikian pula sudah sering kami sampaikan kepada para Ketua2 RT/RW bahwa urusan keamanan lingkungan itu tanggungjawab RT/RW bersama warga, sehingga kebijakan yang diambil oleh Ketua-ketua RT/RW sebelumnya harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan warga," bebernya.

"Anjing menggonggong kafilah berlalu, pepatah itu sepertinya cocok menggambarkan kondisi di Perumahan Telkomas saat ini," ucap Syamsul.

"Oleh karena itu kami ingin sampaikan dan tunjukkan kepada bapak Kepala Kelurahan Berua, aturan mana yang dilanggar para Ketua-ketua RT dan RW itu ketika mengalihkan tugas dan tanggungjawabnya kepada organisasi kemasyarakatan seperti KKTS," tegasnya lagi.

1. Mengacu pada ketentuan Pasal 16 ayat 1 Perda Kota Makassar No. 11 Thn 2011, _"Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan"_.

Maksud ayat ini jelas sekali bahwa pemungutan retribusi sampah tidak dapat dialihkan ke pihak lain (diborongkan). Artinya, Ketua-ketua RT/RW se-Telkomas telah melakukan pelanggaran.

2. Terkait masalah pemungutan retribusi persampahan/kebersihan, warga jadi bingung, celah mana yang digunakan oleh Ketua-ketua RT dan RW itu menyerahkan tugas pemungutan iuran sampah kepada pihak lain, sementara menurut Perda Kota Makassar No.11 Tahun 2011 Pasal 13 ayat 2 yg berbunyi : _Pembayaran retribusi oleh wajib retribusi melalui petugas pemungut yang ditetapkan dengan keputusan Walikota_.

Menjadi pertanyaan warga adalah, adakah MOU (kerjasama) antara Pemerintah Kota Makassar dengan Kerukunan Keluarga Telkomas dalam hal ini ? Atau adakah Surat Keputusan Walikota Makassar yang menetapkan Organisasi seperti KKT menjadi pemungut retribusi sampah ?

Mengenai besaran retribusi sampah di Telkomas, sampai saat ini tidak jelas, dari Rp. 20.000,- yang dibayar warga, adakah yang masuk ke kas RT/RW atau seluruhnya masuk ke kas KKTS, karena kami tahu, yang disetorkan KKTS ke Kelurahan hanya Rp. 16.000,-. Disisi lain, Ketua-ketua RT/RW ini memerlukan dana untuk operasionalnya dlm mewujudkan 9 pilar.

3. Sejak diambil alih penagihannya oleh KKT (Tahun 2017), wajib retribusi tidak lagi mendapatkan SKRD, atau dokumen lain seperti karcis, kupon, buku langganan sebagaimana diatur dalam Perda No.11 Tahun 2011 Pasal 16 ayat 2, padahal menurut Perda dimaksud, wajib retribusi wajib tahu dan memperoleh bukti atas retribusi sampah yang dibayarkannya.

4. Masalah pengelolaan keamanan kompleks Telkomas. Tahun 2017 tiba-tiba KKT (organisasi yang vakum puluhan tahun) menetapkan tarif Rp.30.000,- per kepala keluarga sebagai uang keamanan. Ketika ditanyakan, katanya ini kesepakatan Ketua-ketua RT/RW se-Telkomas dengan pengurus harian KKT (entah darimana datangnya). Padahal setahu kami, sejak tinggal di Telkomas tahun 2004, KKT ini hanya nama, tidak ada kegiatannya. Tapi anehnya tiba-tiba KKT muncul atas nama pengurus harian lalu lakukan klaim mendapat amanah dari Ketua-ketua RT/RW.

Sebenarnya banyak warga yang tetap membayar walau tidak jelas konsep KKT dalam mengamankan Telkomas, dan memang KKT ini tidak punya pengalaman apapun baik dalam pengelolaan sampah apalagi dalam bidang keamanan.

Karena bebasnya orang masuk Telkomas, tindakan kriminal terus terjadi, baik itu pemalakan di jalan, pencurian, pembobolan rumah, pencurian ban mobil, motor, dan penodongan warga yang pulang gereja.

Anehnya, dana-dana yang dikumpulkan oleh KKT itu tidak pernah ada pertanggungjawabannya kepada warga. Puncaknya terjadi ketika awal pandemi Corona Virus Disease 2019, KKT yang menjelma menjadi KKTS pada bulan Maret 2020 menetapkan sistem keamanan baru yaitu memasang portal pada pintu-pintu masuk Telkomas.

Keresahan warga makin menjadi-jadi ketika dengan sewenang-wenang KKTS mencetak stiker dan mewajibkan seluruh warga Telkomas yang memiliki kendaraan roda 4 dan roda 2 untuk membeli stiker tersebut. Petinggi-petinggi KKTS bahkan turun langsung ke jalan utama Telkomas pada jam 10 malam sejak tanggal 3 September 2020 melakukan sweeping. Warga Telkomas ditahan dan diharuskan membeli stiker. Stiker untuk kendaraan roda 4 Rp.25.000,- dan untuk roda 2 Rp.15.000,-. Bagi yang bukan anggota KKTS stiker tersebut dijual dengan harga 2 kali lipat.

Sebagai warga yang selama ini sering mengingatkan Ketua-ketua RT dan RW, bahkan sering berdebat dengan mereka atas tindakan RT/RW yang semena-mena ini, maka melalui kesempatan ini kami mohon kepada pak Lurah untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tindakan KKTS itu semena-mena, bahkan terindikasi kuat adalah pungli karena tidak berdasar, dan Ketua-ketua RT/RW dijadikan corongnya.

"Demikian penyampaian kami mewakili sebagian besar warga Telkomas, dan kami tunggu langkah-langkah pak Lurah sebelum warga bertindak lebih jauh," tandas Syamsul dan James. (tim)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN