Catatan untuk Anggota DPRD Sulsel 2019-2024 : Wakil Rakyat Itu Mulia


Oleh : Mulawarman

Selamat, kita ucapkan kepada para wakil rakyat DPRD Provinsi Sulsel terpilih untuk periode 2019-2024. Anda tentu saja sebagai orang beruntung, kalau melihat ratusan orang yang pernah ikut sama-sama mencalonkan diri sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) namun belum berhasil terpilih. Sehingga sepatutnya, Anda bersyukur, karena terpilih.

Boleh saja Anda bersuka cita, tetapi saya kira tak perlu berlebihan. Meski dengan ditetapkannya Anda sebagai wakil rakyat yang artinya proses pemilihan sudah selesai, namun jangan senang dulu. Karena, ini sesungguhnya baru permulaan.

Pelantikan Anda, menandakan Anda siap-siap memanggul tugas dan tanggung jawab yang sungguh amat besar dan berat hingga lima tahun ke depan.

Itu artinya, hari-hari ke depan bukan hari-hari santai dari politik atau hari senang-senang menikmati segala fasilitas Anggota Dewan, sebaliknya adalah hari-hari kerja. Kerja merealisasikan janji-janji Anda sebagai wakil rakyat.

Ada banyak agenda ke depan yang perlu diperbaiki oleh para wakil rakyat, mulai dari kerja yang terkait dengan bidang legislasi, budgeting, hingga pengawasan terhadap Pemprov Sulsel mitra kerja DPRD Sulsel.

Semua bidang kerja itu memerlukan kapasitas dan integritas, untuk mencapai sehingga cita-cita penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, good and clean government.

Wakil Rakyat

Wakil rakyat itu mulia. Sejauh Anda memahami tugas dan sungguh-sungguh merealisasikan janji pengabdiannya. Namun, derajat itu mudah sekali jatuh ke dasar paling terendah, jika Anda berlaku sebaliknya.

Karena itu, menjadi tanggung jawab Anda, baik dalam kapasitas anda sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial, maupun sebagai politisi, untuk tetap menjaga semuanya itu dalam neraca yang seimbang.

Media dan masyarakat  akan terus berperan untuk mengingatkan para wakil rakyat agar tetap terjaga dengan janjinya.   

Seorang yang mampu merealisasikan janjinya adalah politisi yang punya kapasitas dan integritas. Kedua karakter ini lahir dari proses politik yang tidak singkat. Melainkan jauh sebelum dirinya menjadi politisi di DPRD, baik itu saat dirinya sebagai aktivis mahasiswa, organisasi, masyarakat, hingga di partai politik.

Rekam jejak seorang politisi dapat kita telusuri dari lanskap kiprahnya di masing-masing bidang tahapan itu. Bilakah seorang sebelumnya telah memiliki kiprah yang baik di masyarakat, maka kita dapat menaruh optimisme pada figur politisi ini kelak dia setelah aktif di DPRD juga akan baik kiprahnya. Sebaliknya, mereka yang tidak, kita perlu meragukannya.

Kapasitas itu terkait dengan kecakapan seorang politisi mampu menguasai bidang kerjanya. Kapasitas ini lebih menunjuk pada kemampuan intelektual, pengetahuan terhadap peran dan fungsi sebagai anggota DPRD, hingga penguasaan terhadap setiap materi pembahasan rapat-rapat DPRD.

Itu tantangan yang tidak mudah, tetapi membaca profil Anggota DPRD Sulsel yang telah dilantik ini, adalah para politisi yang memiliki intelektual tinggi, mengerti Tupoksinya, serta saya yakini dapat menguasai berbagai materi sidang. Meski faktanya, politisi  DPRD kita periode sebelumnya memiliki profil yang sama, namun cita-cita atau harapan kita, masih jauh.

Catatan saya pada pengalaman DPRD yang lalu, kita saksikan politisi DPRD yang terkesan tidak mengerti Tupoksinya sebagai pengawas pemerintah. Di mana ada sejumlah politisi yang melakukan politik kompromi dan terkesan transaksional dalam kerja pengawasannya terhadap Pemprov Sulsel, seperti cerita akhir Hak Angket.

Padahal, tugas mereka adalah murni melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif yang bilamana tidak sesuai dengan program RPJMD yang telah ditetapkan maka sudah seharusnya mengingatkan. Bukan lantas ikut-ikutan tidak produktif.

Dalam penguasaan isu atau materi sidang, pun perlu ditingkatkan sehingga seorang politisi bisa mengerti betul setiap apa yang dibahas di dalam rapat. Kenyataannya dapat dengan mudah dilihat di media, siapa saja politisi DPRD Sulsel yang berkomentar dan memberikan kritik di media dalam isu tertentu.

Faktanya, politisi kita lebih banyak diam, tidak berkomentar. Publik boleh dan sah untuk curiga, mengapa mereka diam, apakah karena memang sudah dilobi dan bertransaksional dengan pihak pemerintah, atau memang tidak mengerti persoalan yang dibahas.

Kalaupun ada yang berkomentar, terkesan hanya untuk menyenangkan semua pihak dan tidak terlihat kejelian mereka melihat persoal, sehingga mereka kritis.

Karenanya catatan saya untuk Anggota DPRD Sulsel yang telah dilantik ini, melihat Anggota DPRD periode ini banyak diisi oleh orang-orang yang relatif baru di dunia politik. Dalam hal ini fungsi Sekwan DPRD Sulsel menjadi sangat penting dalam menyediakan support system untuk memperkuat kapasitas para wakil rakyat ini, sehingga dapat performance sesuai dengan yang diharapkan.

Jangan sampai uang negara habis hanya untuk mendanai para wakil rakyat yang tidak paham dengan fungsi dan tugasnya, lebih lagi paham penderitaan rakyat. hal yang sangat ironi dan memalukan.

Dalam konteks demokrasi, politik berkualitas itu diukur pada efektivitas proses check and balances. Legislatif maupun eksekutif terlibat dinamika politik yang produktif, saling mengkritik, dan mengoreksi terhadap kebijkan publik.

Proses cheks and balances yang produktif itu diandaikan oleh para agen politik yang mengerti dengan masing-masing tugas dan fungsinya. Sebaliknya bila agen politik tidak paham, maka proses itu hanya akan berjalan formalitas dan seremonial saja. Tidak akan substantif.

Politisi DPRD yang tidak punya kapasitas ini sulit diharapkan dapat memperkuat demokrasi, sebaliknya dia hanya menjadi “benalu demokrasi”. Merusak dan bahkan mematikan iklim demokrasi. Saya kira DPRD Sulsel harus waspada pada para politisi benalu ini.

Ada dua hal paling tidak yang dapat saya usulkan untuk dilakukan. Pertama, dari sisi politisinya dituntut untuk terus belajar dengan Tupoksinya dan membangun kesadaran dan empati terhadap setiap permasalahan politik yang terjadi pada masyarakat/konsituennya.

Meski Anda politisi baru, selama Anda mau belajar, saya pastikan anda dapat ikut dengan jalannya politik demokrasi yang terjadi di DPRD Sulawei Selatan.

Kedua, menjadi tugas agensi demokrasi lainnya, mulai dari Partai politik, hingga lembaga Sekwan DPRD Sulsel untuk meningkatkan kapasitas/pengetahuan para wakil rakyat yang baru ini, sehingga betul-betul mengerti mengenai tugasnya.

Betapapun, masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap para wakli rakyatnya yang berkualitas. Janganlah masyarakat kita disuguhkan dengan pemandangan sehari-hari yang amoral mulai dari anggota DPR yang terjerat narkoba, hingga tindak pidana korupsi.

Karena ketika masyarakat memilih anda, berarti publik memiliki harapan bahwa anda akan mampu menyampaikan segala aspirasi dan keinginan mereka. Ironi bila kenyataannya, harapan itu hanya bertepuk sebelah tangan. 

Waspadai Politik Kepentingan

Catatan saya berikutnya, selain kapasitas yang paling penting dijaga oleh para politisi di DPRD Sulsel, adalah integritas. Konsep integritas ini juga dapat disebut sebagai kapasitas moral. Bila tadi adalah tuntutan seorang politisi memilki kapasitas intelektual, maka yang kedua ini adalah kapasitas etis/moral.

Tantangan anggota DPRD Sulsel adalah sejauh mana para wakil rakyat punya integritas yang sesuai dengan nilai-nilai falsafah negara kita, Pancasila.

Moralitas saat ini boleh jadi menjadi masalah yang sangat serius terjadi dalam dunia politik kita, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Lihat saja, di media kita, baik cetak maupun elektronik, dan media sosial kerap kali masyarakat dipertontonkan oleh perilaku elit yang tidak mencerminkan nilai-nilai moral, korupsi, terlibat skandal perempuan, narkoba, hingga berbagai tindak pelanggaran asusila lainnya.

Yang jelas tidak pantas disematkan kepada manusia berbudaya, terlebih lagi tindakan itu dilakukan oleh seorang anggota wakil rakyat yang terhormat.

Reformasi telah berjalan tidak kurang dari dua dekade, namun tidak lantas menjadi refleksi perubahan ke arah perbaikan.

Boleh jadi secara sistem politik ada perubahan, dari Pemilu perwakilan menjadi Pemilu langsung, dari pemilihan oleh Gubernur hingga melalui Pilkada, namun dari kultur politik penting kita pertanyakan. Kultur politik ini terkait dengan perilaku elit dalam berpolitik.

Sudahkah perilaku elit politik kita ada perubahan dari sebelumnya yang feodal menjadi lebih demokratis, dari politik transaksional ke politik prestasi, dari politik birokrasi ke politik aspirasi. Saya kira jawabannya masih jauh dari harapan.

Saya dan rakyat Sulsel sah  menaruh harapan pada Anda wakil rakyat DPRD Sulsel yang baru, namun juga kita perlu mewaspadai ancaman kultur elit politik yang masih banyak belum berubah ini.

Analoginya sederhana. Anak baru masuk ke dalam sistem yang sudah mapan (establish), kemungkinannya, anak baru itu bisa membawa perubahan, atau sebaliknya terpengaruh hingga ikut kultur yang sudah berkembang lama ?

Dalam konteks ini, saya dan kita rakyat Sulsel juga sah tidak dapat menaruh harapan besar kepada Anda para wakil rakyat yang baru, melainkan kami wajib terus mengawasi Anda. Agar DPRD betul-betul punya gigi, jangan macam nenek ompong.

Karena itu, rakyat Sulsel harus terus mewaspadai Anda para politisi DPRD yang pasti akan terlibat dengan beragam kepentingan politik pribadi, partai dan golongannya. 

Pemikir asal Jerman, Max Weber (1864–1871) pernah mengingatkan dalam artikelnya yang sangat terkenal Politics as Vocation, bahwa politisi ada yang hidup dari politik dan untuk politik.

Yang pertama menjadikan politik sebagai profesi, di mana dia mendapatkan berbagai fasilitas hidup dan keuntungan ekonomi dari jabatan politiknya. Sebaliknya, yang kedua adalah menjadikan politik sebagai medan pengabdian cita-cita kemanusiaannya.

Kalau yang pertama adalah mereka yang belum selesai dengan urusan ekonominya, sebaliknya yang kedua sudah selesai : yang kedua ini menjadikan politik sebagai sebuah panggilan dan pengabdian. Mereka yang pertama inilah yang rentan terjebak dalam kepentingan pribadinya. 

Sudah menjadi hal yang jamak dimana setelah duduk di kursi empuk DPRD godaannya akan banyak. Bukan hanya kursi empuk dan ruangan ber AC yang pastinya membuat lupa suasana luar gedung yang panas dan terik, namun lobi-lobi politik di bawah meja tentang kebijakan yang pastinya akan semakin melupakan tugas dan fungsinya sebagai anggota wakil rakyat yang harusnya kritis. Lebih lagi, mereka yang tidak pernah punya pengalaman sebagai anggota DPRD, boleh jadi akan berlaku aji mumpung.

Untuk itu, tugas para aktor civil society, mulai dari anda, kampus, media, ormas, kaum cerdik cendikia, aktivis, hingga para tokoh mayarakat untuk mengawasi secara terus menerus para wakil rakyat ini, agar dapat benar-benar bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat Sulawesi Selatan. (*)
 

Politik

Pendidikan

Opini

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN