Kue Bluder, Berkembang di Era Kolonialisme

SOROTMAKASSAR -- Makassar. Kota Makassar dikenal sebagai surganya kuliner. Beraneka kue tradisional khas bumi Anging Mammiri sangat populer dan digemari masyarakat di seluruh pelosok nusantara. Salah satu diantaranya adalah kue Bluder atau Bludere yang memiliki tekstur lembut dengan warna kuning menarik, dan lezat dicicipi oleh siapapun. Meski lebih dominan dikenal berasal dari daerah ini, kue tersebut sesungguhnya sudah ada dan berkembang di era kolonialisme, Belanda. Namun sebagian pihak mengklaim jika keberadaan dan merakyatnya kue itu di tanah air merupakan pengaruh dari kalangan peranakan Tionghoa.

Bahkan sejumlah daerah di Indonesia telah memproduksi kue Bluder dengan resepnya tersendiri dan menjadikan sebagai ole-ole khas yang menjadi andalannya. Misalnya saja di Bandung, ada beberapa pengusaha toko kue yang secara khusus membuat kue Bluder dengan resep asli yang didapat dari orang tua mereka. Diantaranya adalah toko kue Fen’s Bluder & Cakes, lalu toko kue Sumber Hidangan yang berdiri sejak tahun 1929. Sampai sekarang resep asli itu tetap dipertahankan termasuk cara pembuatannya yang tidak menggunakan peralatan mesin modern.

Kemudian di Madiun, Jawa Timur yang juga terkenal dengan ole-ole khasnya kue Bluder Cokro. Produksi kue yang memiliki tampilan mirip bolu, sudah dirintis sekitar belasan tahun silam. Para pengusaha kuenya juga membuat kue Bluder secara hand made (buatan tangan) yang memerlukan waktu tidak kurang dari 7 jam, mulai pengolahan adonan hingga memanggang di oven. Proses pembuatan dengan cara tradisional atau tanpa mesin modern, ini untuk menghasilkan kue Bluder dengan cita rasa dan kualitas seperti kue Bluder yang biasa ditemukan di negeri kincir angin.

Di tanah Nyiur Melambai lain lagi kisahnya. Rakyat disana menyebut kue Bluder dengan sebutan kue Brudel dan mempromosikannya sebagai kue tradisional khas Manado, Sulawesi Utara yang diakui merupakan kue warisan Belanda dengan nama aslinya kue Broedel. Menurut mereka, kue ini selalu disajikan kepada tetamu yang datang di pesta-pesta. Terutama pada pesta perkawinan masyarakat Minahasa, kue Brudel hangat dikunyah para undangan dengan nikmat sambil mengenang kisah nyonya Belanda di masa silam yang telah mengajarkan cara membuat kue dan menata rumah tangga.

{gallery rows=2 cols=3 preview_width=300 preview_height=250 preview_crop=yes lightbox=boxplus/dark lightbox_thumbs=none rotator_orientation=vertical loop=off caption_position=overlay-top}kuliner/bluder{/gallery}

Dicampur Ballo’

Saat ini cukup banyak resep kue Bluder beredar di masyarakat, baik yang diperoleh via internet, media cetak maupun tayangan media elektronik. Sebagian besar merupakan resep hasil aneka kreasi olahan kue Brudel modern, dan juga hasil kreatifitas Master Chef Indonesia serta para anggota komunitas memasak. Namun kue Brudel klasik tradisional yang asli adalah yang pembuatannya hanya diaduk menggunakan whisker (alat kocok manual) atau memakai sendok kayu saja. Apalagi jika pengolahannya dengan mencampurkan bahan tradisional dari hasil bumi khas daerah setempat.

Sesungguhnya, kue Bluder khas Makassar merupakan kue Bluder klasik tradisional yang asli. Selain proses pembuatannya menggunakan cara tradisional agar dapat menghasilkan kue Bluder dengan serat yang benar-benar lembut, juga dicampur dengan ballo’ atau tuak sebagai pengganti ragi. Tuak yang dikenal sebagai minuman keras tradisional Bugis Makassar ini, terbuat dari sari pohon nipa. Untuk mendapatkan tuak yang berkualitas bagus buat campuran kue Bluder, batang pohon nipa ditebang pagi-pagi kemudian diambil sarinya yang belum fermentasi dan masih segar serta mendidih.

Pemilik Toko Kue Mama di Makassar, Ny Mimi Kudrati kepada SorotMakassar beberapa waktu lalu mengklaim pula kue Bluder khas Makassar adalah kue milik kalangan peranakan Tionghoa yang paling khas. Proses pembuatan kue ini terbilang cukup ribet karena membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Berhasil membuat kue Bluder yang sempurna, dinilai suatu pencapaian yang luar biasa, apalagi jika dilakukan oleh orang yang minim pengetahuan dengan dunia masak memasak. Sebab tanpa kesabaran dan kegigihan serta mematuhi aturan resep yang benar, kecil kemungkinan kue Bluder bisa terbentuk sempurna.

Menurutnya lagi, warga keturunan Cina kerap menjadikan tradisi membuat kue Bluder sebagai persyaratan bagi anak gadis mereka yang hendak berumah tangga. Seorang gadis peranakan belum dapat dinikahkan jika bersangkutan tidak bisa membuat kue Bluder. Tradisi ini sudah berlangsung sejak dulu, dimana para orang tua telah memberikan banyak persyaratan yang harus dilalui dan dipenuh oleh gadis-gadis Tionghoa sebelum dipersunting hingga duduk di pelaminan bersama lelaki pujaannya, salah satu diantaranya adalah harus mampu membuat kue Bluder.

Pengusaha kue yang berkali-kali mendapat penghargaan atas eksistensinya mempertahankan kelestarian kue tradisonal Bugis Makassar maupun kue khas kalangan peranakan, menambahkan pula, kue Bluder khas Makassar yang asli sudah sangat jarang ditemui di pasar jajanan tradisional ataupun toko-toko kue di daerah ini. Palingan hanya 1-2 toko di Makassar yang menyediakan setiap harinya dan itupun terbatas stoknya, termasuk di toko kue yang dikelolanya yang berlokasi di Jln Serui dan Jln Bau Mangga dengan harga jual Rp.150.000,- untuk 1 buah kue Bluder berukuran kecil. (jw)

Top Hit

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN