Rp 526 Juta Disembunyikan di Gardan Truk (3)

Oleh : M. Dahlan Abubakar

Asmawi Syam mengatakan, ada dua kisah yang tak bakal dia lupakan bersama Pak Djokosantoso ketika menyambut kedatangan para eksodus karyawan BRI dari Timor Timur yang tiba di Kupang.

Suatu hari keduanya ditelepon oleh Satpam BRI yang masih berjaga di kantor yang ditinggalkan di Dili. Satpam ini seorang mantan tentara, tetapi tak ikut dievakuasi lantaran sudah lama dan berkeluargakan istri orang Timor Timur di sana, meski dia orang Bugis.

“Jaga kantor BRI Dili apa pun yang terjadi,” begitu pesan Asmawi sebelumnya mengetahui dia “ogah” ikut rombongan dievakuasi. Cerita si Satpam ini nyaris terlupakan jika saja suatu hari dia tidak menelepon Asmawi.

“Kondisi bangunan di sekitar kantor BRI sudah habis dibumihanguskan, rata dengan tanah dan tak ada yang tersisa. Tetapi, kantor BRI aman, Pak. Saya jaga terus,” lapornya ketika menelepon.

Namun dia melanjutkan. “Tapi Pak, kalau diizinkan, saya tinggalkan kantor BRI dulu sebentar. Saya ingin pulang, menengok rumah karena saya dapat kabar, anak istri saya di rumah sudah meninggal dibunuh milisi bersenjata. Rumah saya juga sudah dibakar. Jadi kalau boleh saya izin meninggalkan kantor dulu,” pintanya dengan suara bergetar.

Pak Djokosantoso dan Asmawi tercekat mendengar informasi dari Satpam tersebut. Tidak dapat berkata-kata. Hening. “Pulang kamu..pulang kamu... tinggalkan kantor... cari anak istrimu,” tiba-tiba saja Pak Djokosantoso berteriak di telepon, kemudian kembali hening dan keduanya saling pandang.

Tak terasa di retina keduanya bergulir bola-bola bening mungil dan tumpah. Keduanya, hingga saat ini, tidak pernah tahu bagaimana nasib sang Satpam yang telah mempertahankan kantor BRI Dili itu sampai titik darahnya yang terakhir.

Kisah kedua, imbuh Asmawi, lebih mendebarkan dan menggetarkan. Selain di Dili, BRI pun memiliki beberapa kantor di wilayah Timor Timur yang lebih jauh, seperti di Distrik Baucau, Lospalos, dan Viqueque (Vikeke).

Beberapa karyawan di wilayah-wilayah ini tertinggal karena berusaha menyelamatkan aset. Mereka akhirnya melakukan perjalanan darat ke Dili menggunakan truk. Butuh waktu 4-5 jam perjalanan meski jalannya mulus, ke ibu kota Timor Timur itu atau ke Atambua di NTT untuk melanjutkan perjalanan ke Kupang.

Di atas truk, selain berisi karyawan yang belum sempat dievakuasi, juga terdapat 12 unit sepeda motor operasional BRI. Perjalanan selalu dihambat oleh pemeriksaan berkali-kali yang dilakukan milisi bersenjata. Daripada nyawa taruhannya, biar bisa terus melanjutkan perjalanan terpaksa sepeda motor yang jadi tumbalnya. Tiba di Dili tak ada lagi sepeda motor yang tersisa.

Menjelang memasuki Kupang, ternyata drama perjalanan mereka belum juga berakhir. Pasalnya, Herry A Gasper, pria berkulit putih bertubuh jangkung, memang sepintas lalu mirip keturunan Porto (Portugis).

Menjelang melintasi batas Timor Timur dan NTT, di daerah Matoa’in (di situ ada benteng dan cabang tiga. Dari arah Atambua (NTT) ke kanan, menuju arah selatan, Suai, Betano, Viqueque, Aitame, Ilomar dll. Ke kiri, ke bagian utara ada Maubara, Liquica, Tibar, dan Dili hingga ke timur, Hera, Metinaro, Manatuto yang terletak di daerah delta, dll) rombongan ini dihadang kelompok Milisi Merah Putih (pendukung Indonesia).

Milisi mencurigai si Herry itu tadi yang ditengarai warga Timor Timur yang mau menyelundup ke Kupang. Jelas saja, teman-teman Herry membela dan meyakinkan milisi bahwa temannya itu bukan warga Timor Timur. Aksi membela teman ini sudah sampai ke adu mulut bahkan Herry sempat diancam akan ditembak.

“Kalau Herry ditembak, tembaklah kami semua sekalian,” ancam Sunarto, teman Herry, dan kawan-kawannya memperlihatkan keteguhan sikap dan soliditas para karyawan BRI ini.

Rupanya, “gertakan” Sunarto dan kawan-kawannya mampu mengubah pikiran milisi, Mereka pun dipersilakan melintasi perbatasan. Mereka akhirnya tiba di Kupang dan pekerja yang membawa truk-truk itu menangis terharu karena berhasil keluar dari Timor Timur dengan selamat.

Mereka kaget dan tidak mengira kalau kedatangannya disambut langsung Dirut dan Pemimpin Wilayah Bali (Asmawi Syam).
Mereka meminta izin menggendong Dirut dan Pimwil sebagai wujud rasa syukur.

“Seharusnya kami yang menggendong kalian,” kata Pak Djokosantoso menolak dengan halus yang akhirnya mereka saling berpelukan. Sunarto, meminta maaf karena tidak berhasil menyelamatkan 12 motor itu. “Sudah, tidak apa-apa. Motor bisa dibeli, tetapi nyawamu tidak bisa dibeli. Yang penting semua selamat,” kata Asmawi.

Sunarto kembali beraksi. Dia lantas merangkak ke kolong truk. Sebuah plastik besar terbungkus kain sarung tampak di tangannya ketika muncul dari bawah truk dan memberinya kepada Pak Djokosantoso dan Asmawi. Dia membuka bungkusan sarung itu diawasi tatapan mata Pak Djokosantoso dan Asmawi yang nyaris tak berkedip.

Apa isinya ? Kedua pejabat BRI itu terhenyak. Ternyata bungkusan itu berisi tumpukan uang. Banyak sekali. “Pak, hanya ini yang bisa kami selamatkan dari brankas. Jumlahnya Rp 526 juta. Ini bisa selamatkan karena kami sembunyikan dan diikat di gardan truk,” ujar Sunarto.

Hati Asmawi bergetar, terharu dan bangga berkecamuk jadi satu.
“Seandainya dia belaku tidak jujur, mengambil uang itu untuk mereka bagi dan mengaku yang di brankas kantor tidak sempat dibawa atau dirampas di tengah jalan, maka tak akan ada yang menaruh curiga. Semua akan maklum.” Asmawi membatin.

Tetapi, sambung Asmawi lagi (hlm 97) mereka memilih cara jujur, Berjuang dengan mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan uang BRI sebanyak itu. Padahal, uang sebanyak itu bisa saja membuat mereka gelap mata. Asmawi perkirakan saat itu, gaji mereka sekitar Rp 2 juta per bulan.

“Pak, inilah integritas anak-anak Bapak, anak-anak kita. anak-anak BRI,” kata Asmawi yang membuat Pak Djokosantoso kembali tak kuasa menahan air matanya.

“Hari itu, para karyawan BRI Timor Timur memperlihatkan dedikasi, komitmen, dan integritas mereka yang luar biasa yang membuat kami semua menangis bangga,” dengan suara bergetar Asmawi berkata yang ternyata perjuangannya ini membuat dia memperoleh surat penghargaan dari Direksi BRI bersama beberapa karyawan BRI di Timor Timur yang telah bertarung nyawa dan kejujuran demi menyelamatkan uang negara dan nama baik BRI. (Bersambung)

Top Hit

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN