SOROTMAKASSAR -- Palu. Video yang memperlihatkan seorang perempuan dengan badan penuh lumpur sedang duduk lemas setelah diselamatkan dari lumpur di kawasan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah, sedang viral di media sosial, Rabu (17/10/2018).
Dalam video berdurasi 1 menit 5 detik yang menyebar melalui YouTube tersebut, sang perempuan tak telrihat lagi wajahnya karena dipenuhi lumpur. Di bagian kaki sebelah kanan terlihat darah di sela-sela lumpur yang menyelimutinya.
Dalam video viral tersebut disebutkan, perempuan tersebut ditemukan dan diselamatkan oleh warga setelah terbenam selama dua pekan, pasca bencana gempa bumi bermagnitudo 7,4 Skala Richter menghajar Palu dan Donggala.
Kawasan Petobo dikenal karena di lokasi tersebut terjadi likuefaksi, yakni tanah hancur seperti lumpur dan bergerak sehingga rumah yang ada di atasnya terbenam ke dalam.
Informasi yang diperoleh SorotMakassar, video tersebut antara lain oleh akun Dunia Dalam Berita di Youtube, juga oleh akun Indonesian Channel. Keterangannya sama, yakni seorang perempuan selamat setelah terkubur selama dua pekan di lumpur Petobo.
Betulkah video tersebut, atau jangan-jangan hoaks? Kapolres Kota Palu, AKBP Mujianto, belum bisa memastikan keterangan mengenai perempuan yang selamat setelah terkubur dua pekan di dalam lumpur Petobo.
Saat ini, kegiatan evakuasi di Petobo maupun Balaroa telah dihentikan. Kalaupun ada proses evakuasi, umumnya dilakukan oleh warga.
Cerita Desi
Cerita tentang warga yang selamat dari lumpur Petobo antara lain juga dialami Desi Mahfudzah (20). Sebagaimana dilansir Kompas.com, Desy baru saja menggantungkan handuknya di kamar mandi ketika tiba-tiba dinding kamar mandi, juga rumahnya, ambruk pada 28 September lalu.
Desy tak sempat memakai baju, sampai ia sudah terperosok dalam kubangan lumpur yang sangat becek. Ia menjerit sekerasnya, minta tolong kepada siapa saja yang mendengarnya.
Namun, orang-orang di sekitarnya juga menjerit minta tolong. Mereka semua ketakutan luar biasa dan menangis sekerasnya.
"Saya masih sempat mendengar suara azan. Namun, tidak terus karena tiba-tiba semua berguncang hebat, rumah ambruk, gelap menyergap seluruh wilayah Petobo," kata Desi.
Ia melihat rumahnya ambruk, juga rumah-rumah tetangganya. Tiba-tiba, tempat ia berpijak pelan-pelan meleleh, mencair, dan menjadi kubangan lumpur. Desi mendengar suara ibunya, Nani (42), yang memanggil anak-anaknya agar berkumpul bersamanya. Mereka saling peluk. Desi pun memeluk erat-erat Irma Safitri (18), Aulia Rahmadani (14), Anggun Rahmadani (13), dan si bungsu Riskiyah (2).
Pada Jumat, 28 September itu, setelah matahari melewati garis cakrawala, mereka sangat ketakutan. Ayah Desi saat itu sedang bekerja di Biromaru, Kabupaten Sigi.
Mereka semakin masuk ke dalam lumpur. Kaki mereka berusaha mencari pijakan yang keras. Namun, sepanjang kaki mereka mencari-cari tempat yang keras, yang mereka rasakan hanya lumpur lembek.
Sementara itu, jeritan minta tolong muncul dari seluruh penjuru Petobo. Namun, tidak ada yang bisa menolong. Semua orang berusaha mempertahan diri agar tidak tenggelam makin dalam di lumpur. Pepohonan tumbang membantu kaki mereka beristirahat sejenak, kaki mereka berpijak pada ranting atau dahan.
Dalam gelapnya malam, mereka berusaha mencari tanah keras untuk bisa keluar dari neraka lumpur itu. "Malam itu kami masih mendengar suara minta tolong dari kejauhan, namun suaranya makin berkurang dan lemah," ujar Desi.
"Kami terus melangkah mencari tanah keras yang bisa menjadi pijakan, kami menemukan kayu panjang. Kayu inilah yang kami gunakan untuk menduga kedalaman lumpur, jika terlalu dalam, kami tidak akan melangkah. Jika menemukan yang keras seperti atap rumah atau dinding, kami lanjutkan perjalanan," tutur Desi.
Mereka berenam bergandengan. Yang paling depan adalah Nani, ibu mereka, lalu disusul Irma, Anggun, Aulia (14), dan Desi. Si bungsu Riskiyah mereka gendong bergantian.
Desi sempat pingsan. Sepulang bekerja pada sore itu ia belum sempat makan. Adik-adik dan ibunya menepuk-nepuk tubuhnya agar siuman. Ia berulang kali pingsan. "Kami berjalan dalam lumpur setinggi dada orang desawa, sangat berat dan melelahkan. Kami bisa saja tenggelam jika salah meletakkan kaki," cerita Desi.
Ibu mereka selalu memberi semangat, mereka harus berzikir dan berkonsentrasi pada setiap langkah. "Kami mendengar suara minta tolong dari kejauhan, waktu itu sudah larut malam. Namun, dari arah suara tiba-tiba muncul api besar, lalu tidak terdengar lagi suaranya," kenang Desi.
Mereka terus melangkah ke daerah yang lebih tinggi dengan susah payah, wajah mereka sudah penuh lumpur. Kaki mereka terus mencari-mencari pijakan yang keras untuk bisa terus melangkah.
"Kami juga melihat ternak yang sudah tak bergerak, terlihat hanya kepalanya saja," ujar Anggun, adik Desi. Pada suatu titik, mereka merasa lumpur makin cair.
Tiba-tiba ada yang mengetahui arah mereka. Orang itu menyorotkan lampu senter ke arah mereka. Ia seorang pria yang bertahan di bubungan rumah yang ambruk. "Jangan ke atas, di sini lumpur semuanya," kata pria itu.
Mereka pun berpaling arah, mencari bagian yang keras. Desi Mahfudhah bersama ibu dan 4 adiknya berjuang selama 8 jam untuk keluar dari lumpur likuefaksi yang melanda Kelurahan Petobo, Palu, setelah ada gempa bermagnitudo 7,4 pada 28 September 2018.(*/mc)