Rona Kehidupan : Daeng Sikki, Merambah Jalan Cari Rezeki Halal

Oleh  M. Dahlan Abubakar

AHAD (17/04/2022) sore saya menunggang sepeda motor cucu, membonceng istri yang hendak membeli sesuatu di salah satu pasar modern mini di bilang Antang. Jaraknya dari rumah sekitar 1 km. Saya memilih naik sepeda motor dibandingkan menyetir mobil yang berpotensi terjebak macet saat melintasi Pasar Antang yang menjadi titik kemacetan. Apalagi menjelang berbuka puasa.



Sore itu, istri hanya membeli keperluan yang tidak terlalu banyak, sehingga saya tidak perlu ikut menemani ikut membawa barang belanjaannya. Saya memilih menunggu di depan toko itu, sambil menjaga helm yang diletakkan di atas  kaca spion sepeda motor.
    
Menempati kursi plastik yang biasa digunakan penjual parfum isi ulang yang kosong di depan pasar modern mini, saya pun duduk sembari membuka-buka gawai. Melihat siapa tahu ada pesan yang mendesak dan informasi penting yang terkirim melalui telepon pintar itu.
    
Saat mengangkat mata melihat ke arah helm yang disimpan di kaca spion, mata saya tertumbuk pada seorang lelaki tua yang menyelempangkan karung plastik di bahu kirinya. Karung plastik itu  panjangnya hampir sama dengan tinggi tubuhnya. Saya pun berdiri, kemudian memberi kode agar orang tua itu mendekat. Dia meninggalkan kesibukannya mencari botol bekas untuk memenuhi panggilan saya yang maju beberapa langkah ke area parkir sepeda motor.
    
“Pak, ini sedekah saya buat, bapak,” kata saya setelah mencabut dompet dan menarik selembar uang kertas biru dan memberikan kepadanya,
    
“Terima kasih, semoga bapak diberi rezeki berlimpah,” terdengar suaranya bergetar dan membuat saya ikut merasakan suara batin lelaki yang kemudian diketahui beranak tujuh itu.
    
Dia pun kembali menjalankan aktivitasnya, mencari botol-botol kosong dan bekas di sekitar halaman toko modern mini itu. Pandangan saya tidak pernah lepas memperhatikan lelaki tua ini memungut botol-botol bekas yang sempat tertangkap retinanya.  
    
Setelah memungut satu dua botol bekas, dia pun duduk di atas tembok pendek di sebelah kanan pintu masuk kendaraan di toko modern mini tersebut. Saya pun bergegas menuju ke tempat dia duduk, namun  segera bangun dan membiarkan karung plastik tergeletak di tempat dia baru saja duduk. Saya tetap berjalan dan duduk di samping karung plastik yang dia tinggalkan.
    
Lelaki itu pun kembali dan bergabung dengan karung plastik yang berisi entah berapa banyak botol kosong dan bekas hasil pencariannya hari itu. Saya tidak terlalu repot mengajaknya berbincang-bincang karena sudah tahu dan masih mengenal orang yang baru saja memberinya sedekah.
    
Lelaki ini bernama Daeng Sikki, bertempat tinggal di sekitar Panaikang. Katanya, tidak jauh dari Kantor Gubernur. Bersama istri dan enam orang anaknya dia tinggal di sebuah rumah milik sendiri. Dulu rumah ini berukuran kecil, tetapi karena sebagian lahan yang ditempati rumahnya terkena pelebaran jalan, Daeng Sikki memperoleh ganti untung. Dari hasil ganti untung itulah dia sedikit demi sedikit membangun rumahnya, hingga cukup dihuni bersama enam orang anaknya.  
    
Dari kediamannya itulah dia “mengembara” dengan berjalan kaki hingga ke dekat Kantor Lurah Antang bekerja sebagai seorang pemulung. Sambil berjalan matanya memperhatikan kalau-kalau ada botol bekas yang masih dapat bernilai uang. Dia mencari barang-barang bekas yang masih memiliki harga jual. Kebanyakan yang dicari adalah botol-botol bekas. Barang itu tidak langsung dia jual, tetapi disimpan agar terkumpul lebih banyak.
    
“Kadang-kadang sepuluh sampai lima belas hari  baru saya jual,” kata lelaki yang mengaku sudah berusia 70 tahun ini.
    
“Kalau dijual berapa yang diperoleh ?,” usut saya lagi.
    
“Ya..kadang-kadang Rp 700.000 sampai Rp 800.000,” sahutnya lagi.
    
Daeng Sikki pernah mendapat perlakuan yang kurang enak dari orang-orang di sekitar kami bertemu. Hari itu, dia dituding sebagai pencuri yang menyaru sebagai pemulung. Namun, lelaki ini bergeming. Tetap tidak mau menerima dirinya dituduh sebagai pencuri.
    
“Saya ini menjadi pemulung mencari rezeki yang halal, tidak mau melakukan perbuatan yang berdosa,” katanya.
    
Daeng Sikki  mengatakan, jika saja orang itu ngotot menudingnya, dia bersiap akan membela diri dengan membuat perhitungan. Untung saja, dia masih mampu mengendalikan diri dan tetap sabar.
    
“Jangan anggap saya ini sebagai pemulung lantas seenaknya saja dituduh-tuduh macam-macam. Saya ini mencari rezeki yang halal dari Allah swt,” katanya penuh semangat.
    
Bercerita mengenai rumah tangganya, Daeng Sikki mengisahkan, dia dan istrinya 10 tahun baru dikaruniai anak. Oleh sebab itu, awal-awal mereka menikah istrinya pernah menuduhnya sebagai bencong. Rupanya, istrinya tidak tahu kalau Daeng Sikki sengaja belum mau punya anak cepat-cepat. Namun ketika lahir anak pertamanya, yang kini dia sebut berusia 40 tahun dan sudah menikah serta punya 2 anak, istrinya melahirkan secara maraton hingga tujuh anak. Empat laki-laki dan tiga perempuan.
    
Anak yang sudah besar, pertama dan kedua, bekerja serabutan. Yang pertama bekerja sebagai buruh bangunan, sementara yang kedua sebagai tukang las.  Daeng Sikki berpesan kepada keduanya agar jangan bekerja pada bidang dan usaha yang sama. Alasannya, kalau yang satu libur, pasti yang lain juga libur. Jadi tidak ada pemasukan.
    
Akibat kesulitan ekonomi, anak-anaknya tidak ada yang melanjutkan pendidikan. Anaknya rata-rata tamatan SMA. Anak perempuannya yang  bungsu, pun kini duduk di SMA. Dia berharap setelah tamat dapat memperoleh pekerjaan. Tiga anaknya sudah menikah, empat orang – dua laki-laki dan dua perempuan – belum menikah.   
    
“Dia ini lebih baik tidak makan ikan daripada tidak sekolah,” ungkap Daeng Sikki mengenai anak perempuannya yang bungsu itu.  
    
“Di rumah, saya memiliki banyak botol kosong,” kata saya.
    
“Di mana rumahnya ?” dia balik bertanya dan saya pun menjelaskan alamat rumah secara garis besar.
    
“Jauh kasihan, saya ini hanya berjalan kaki,” ujarnya mengalirkan rasa iba yang mendalam di dalam diri saya.  
    
“Simpan baik-baik uang yang saya kasih tadi, Daeng,” saran saya.
    
“Iye, terima kasih banyak,” balasnya, bertepatan dengan istri saya sudah menunggu di sepeda motor. (*)

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN