SOROTMAKASSAR--Makassar.
Pansus Hak Angket mengusulkan kepada DPRD Sulsel untuk memakzulkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Jika DPRD setuju maka rekomendasi pemakzulan itu harus dibawa ke Mahkamah Agung (MA) untuk disahkan.
"Meminta MA menilai adanya pelanggaran Undang-undang yang dilakukan oleh Gubernur. Jika ada unsur pelanggaran untuk dimakzulkan," kata Ketua Pansus Hak Angket, Kadir Halid di gedung DPRD, Jumat (18/2019).
"Intinya mengusulkan ke MA untuk menilai adanya pelanggaran yang terjadi," imbuhnya.
Hingga saat ini, beberapa Fraksi masih melakukan rapat internal untuk pemantapan pada sidang Paripurna yang direncanakan, Senin (19/08/2019). Nantinya, pihak panita akan membacakan kesimpulan atas hasil penyelidikan yang dilakukan.
Sementara itu, beberapa poin telah berhasil disimpulkan dan salah satunya adalah rekomendasi pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah ke Mahkamah Agung (MA).
"Kemungkinan hari Senin depan kita akan sidang Paripurna," ungkap Kadir Halid.
Kadir mengatakan MA akan mengkaji bukti-bukti yang diberikan oleh Pansus apakah bukti itu dinyatakan masuk dalam kategori pelanggaran.
"Nanti kan dikembalikan ke DPRD. Dan kalau disahkan di sini kita kirim surat ke Presiden," katanya.
Isi rekomendasi lainnya adalah mengusulkan kepada penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK untuk mengkaji dugaan pelanggaran pidana yang terjadi.
Ke-7 poin rekomendasi panitia hak angket Gubernur Sulsel sebagaimana beredar di kalangan wartawan, yakni:
1. Mengusulkan pemberhentian Gubernur Sulawesi Selatan untuk dinilai oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia
2. Menuruskan kepada aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK), untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana.
3. Mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pembinaan kepada Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel).
4. Mengusulkan pemberhentian nama-nama terperiksa yang terbukti secara nelawan hukum melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran prosedur dan substansi terkait kontroversi SK 193, pemberhentian jabatan pimpinan tinggi pratama yang tidak sesuai dengan prosedur dan mekanisme, manajemen ASN yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan, terbuktinya dugaan KKN dalam penempatan jabatan tertentu di lingkung pemerintahan Sulawesi Selatan, dan terjadinya serapan anggaran yang rendah Tahun Anggaran 2019.
Adapun nama-nama yang diusulkan untuk segera diberhentikan, yakni Asri Sahrun Said, Andi Muhammad Reza, Bustanul Arifin, Muh Basri, Sri Wahyuni Nurdin, TaufiK Fachruddin.
5. Merekomendasikan pembubaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), dan staf khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
6. Mengembalikan jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) pada posisi semula yang diberhentikan tidak sesuai prosedur dan bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan
7. Meminta kepada pimpinan DPRD Provinsi Sulsel untuk menyatakan pendapat DPRD tentang pemberhentian Gubernur Sulawesi Selatan.
Sebagaimana diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 Pasal 76 dan 78, Gubernur bisa diberhentikan bila melakukan sejumlah pelanggaran. Begini bunyi pasalnya:
Pasal 76
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;
d. menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin;
e. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;
f. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e
g. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;
h. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri; dan
j. meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) Hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 (satu) bulan tanpa izin Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin gubernur untuk bupati. (int)