Harijanto Karjadi Bos Hotel Kuta Paradiso Dituntut 3 Tahun Penjara


SOROTMAKASSAR -- Denpasar.

Terdakwa bos Hotel Kuta Paradiso Bali, Harijanto Karjadi dalam perkara dugaan penipuan dan penggelapan serta memberikan keterangan palsu pada akta autentik, Senin (13/01/2020) di Pengadilan Negeri Denpasar dituntut pidana penjara selama tiga tahun.


Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Ketut Sujaya, SH menyatakan terdakwa terbukti bersalah atas perbuatannya melawan hukum. Namun pada amar tuntutan yang dibacakan, jaksa tidak mampu membuktikan terdakwa dalam perkara dugaan pencucian uang.

"Menyatakan terdakwa Harijanto Karjadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam akta autentik," sebut Jaksa.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 226 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan.

"Memohon kepada majelis hakim PN Denpasar menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama tiga tahun," baca Jaksa di muka sidang.

Terhadap tuntutan Jaksa, terdakwa yang berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya Petrus Balapati, SH dkk, menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang lanjutan yang diagendakan Kamis (16/01/2020).

Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus yang menjerat bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta No.87, Kuta Badung.

Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP gunakan untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.

Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifikat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU. 

Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.

“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harijanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. (*)

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN