Perubahan Sosial Pasca Pandemi Covid-19 : "Konsepsi Perubahan Sosial" (Bagian Pertama)

Oleh : Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM.
Anggota DPD RI
Ketua Umum Lembaga Pengembangan Kesenian Dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS)

TULISAN perubahan sosial pasca pandemi Covid-19, akan memuat tiga bagian. Yang pertama, berjudul 'Konsepsi Perubahan Sosial'. Kemudian, 'Covid-19 Pemicu Perubahan Sosial', dan 'Tren Global 2045: Seperti Apa Perubahan Sosial Indonesia'. Tulisan ini telah disampaikan dalam kegiatan Pertemuan Akhir Desember 2020 di Lantai 2 Red Corner Café, pada 29 Desember 2020 lalu.

Perubahan adalah sebuah kepastian. Pasti terjadi pada diri dan lingkungan social kita. Setiap orang, komunitas, terutama organisasi, selalu ingin menuju perubahan yang lebih baik. Sejarah peradaban suatu bangsa, adalah bukti perjalanan suatu perubahan, namun patut dicatat pula, bahwa tidak semua perubahan terjadi kearah yang lebih baik, sekalipun itu menjadi visi dan misi yang bahkan direncanakan secara matang dan dilaksanakan dengan segala daya dukungnya, namun hasilnya jadi lain.

Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi bukan hanya menuju kea rah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran. Perubahan sosial yang terjadi memang telah ada sejak zaman dahulu. Ada kalanya perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung demikian cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya.

Masyarakat dan kebudayaan manusia di manapun selalu berada dalam keadaan berubah. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenal nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku orgnisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interkasi sosial, ekonomi hingga politik kekuasaan.

Siklus perubahan social identic dengan siklus kehidupan manusia dan proses perjalanan organisasi. Sulit membuktikan perubahan duluan atau manusia yang lebih dahulu berubah untuk membuat perubahan terhadap lingkungan sosialnya. Jika secara struktural perubahan ditetapkan lebih awal melalui visi dan misi. Namun pada manajemen operasionalnya, dikelola oleh factor manusia yang harus berubah atau mengubah diri sesuai indicator capaian dari visi dan misi organisasi.

Gillin dan Gillin menyatakan bahwa perubahan sosial sebagai suatu varian dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan, dinamika dan komposisi penduduk, ideology, ataupun karena adanya penemuan-penemuan baru di dalam masyarakat. Gillin, sekan mempertegas perubahan sosial membentuk suatu cara hidup, walau diistilahkan sebagai varian yang memiliki identitas sosial.

Pakar Sosiolog yang teori-teorinya menjadi dasar pengembangan ilmu sosiologi di Indonesia, Selo Soemardjan, menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perlaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Selo Soemardjan dalam pandangan perubahan sosial secara structural organisasi memastikan bahwa perubahan itu terukur jika aspek SDM dalam organisasi berubah sesuai target kelembagaan yang ada. Bisa diartikan bahwa, perubahan sosial secara struktural mempengaruhi perubahan social secara fungsional setiap individu, bahkan kelompok masyarakat.

Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

Membahas tentang perubahan sosial, Comte membginya dalam dua konsep yaitu social/ statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanaya mengenai syruktur sosial yang ada di masyarakat yng melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Pedrubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan bagian yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

Pada perjalanan terjadinya perubahan sosial, dari segi proses, biasanya terdapat tiga tahap secara garis besar yang telah dirumuskan oleh para pakar sosiologi, yakni :1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan. 2. Difusi, yakni dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam system sosial. 3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam system sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.

Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan. Konsep[nya dikenal dengan model force-field yang diklarifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (drivingforces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat drivingforces dan melemahkan resistences to change.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola prubahan, yaitu : 1. Unfreesing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah, 2. Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat drivingforces maupun memperlemah resistences, dan 3. Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).

Perubahan sosial yang secara konpensional digambarkan dengan berbagai teori dari pakar ilmu sosiologi itu, menunjukkan bahwa sejak adanya manusia di bumi telah terjadi perubahan sosial dari individu-keluarga kemudian menjadi kelompok yang membentuk suatu komunitas dan akhirnya berstruktur dalam adat istiadat dan menjelma dalam suatu system pemerintahan. Sebelum Kemerdekaan Indonesia, tak kala kita masih hidup dalam satu kesatuan system sosial kerajaan, maka sikap dan prilaku masyarakatnya dibentuk oleh tatanan adat istiadat kerajaan. Negar kemudian hadir melalui Proklamasi Kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945. Secara formal ditetapkan suatu landasan perubahan sosial baru di Indonesia, truktural di pada tanggal 18 Agustus 1945 melalui pengesahan UUD 1945.

Plat Form perubahan sosial secara struktural di Indonesia sesungguhnya sudah tercantum dalam pembukaan Negara RI tahun 1945 yang intinya pada tujuan bernegara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan kehidupan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam mewujudkan itu, maka haruslah dalam tatanan kehidupan sesuai dasar dan falsafah Pancasila. Dengan demikian perubahan sosial dalam konsepsi kenegaraan, jelas arahnya. Bagi saya setelah 75 tahun Indonesia merdeka, secara bertahap telah dan terus kita berupaya mewujudkannya. (bersambung/*rk)