SOROTMAKASSAR -- Luwu Utara.
Siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) setiap hari harus berjalan kaki di Desa Dodolo, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Karena masih terisolir, sampai dengan tahun 2019 tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Rampi masih tergolong sangat rendah.
Guru SDN 120 Dodolo yang biasa ikut adventure motor trail, Haspan S.Pd yang akrab disapa Pampang mengemukakan, pada tahun 2019 kondisi jalan dari Dusun Saluseba, Desa Pincara, Kecamatan Masamba batas Kecamatan Rampi masih jauh dari yang diharapkan alias tidak baik.
Untuk enam desa, baru tiga desa yang sebagian besar permukaan jalannya rabat beton yang sudah ambruk yakni di Desa Onondowa (Ibukota Kecamatan), Sulaku, dan Leboni. Ketiga Desa lainnya, Dodolo, Bangko, Tedeboe, sebagian besar jalannya berupa tanah bercampur pasir batu dengan lebar hanya 2 sampai 2,5 meter yang bisa dilewati motor ojek.
"Sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti motor trail, merupakan alat transportasi terbanyak di Kecamatan yang berada di wilayah Gunung Kambuno nan jauh dari kebisingan keramaian. Sepeda motor ini berubah wujud menjadi ojek-ojek pengantar warga dari Rampi ke Kota Masamba dan sebaliknya. Sedang alat transportasi lainnya yakni pesawat Susi Air yang berkapasitas 12 penumpang melayani masyarakat Rampi dari Masamba dan sebaliknya satu kali satu hari," tutur Pampang yang setia mengantar Jurnalis ini di Kecamatan Rampi, seraya menambahkan bahwa, jasa pesawat Kargo juga satu kali dalam sehari.
Sekarang jasa ojek dari Kota Masamba ke ibukota Kecamatan Rampi di Desa Onondowa, butuh untuk kemarau hanya bisa ditempuh sekitaran 7 sampai 8 jam, dan bila musim hujan sekitar 9 sampai 10 jam perjalanan untuk menembus hutan belantara sejauh 83 kilometer dari Masamba ke Desa Onondowa. Namun waktu ini belum menjadi jaminan ketika kondisi di tengah perjalanan terjadi hujan lebat dan tanah longsor.
Kita akan mendapati jalanan memburuk, berlumpur dan penuh kubangan, tepi jalan jurang dan pegunungan landai. Sudah pasti, waktu tempuh akan molor dan kalau tiba malam, tak ada pilihan selain menginap di tepi belantara atau pondok yang dibangun Pemerintah Daerah dan pondok yang dibangun pengusaha/kontraktor PT Sinar Rampi Pratama serta tukang ojek buat seperti berkemah dengan terpal yang mereka sudah bawa.
Karena akses yang sulit tersebut, membuat anggota DPRD Lutra dari dapil satu meliputi Kecamatan Mappedeceng, Masamba, Rampi memilih Kecamatan Rampi naik darat dengan ojek serta ongkos transportasi ojek di daerah ini melambung tinggi. Sekali jalan dari Masamba ke Rampi, Anda harus merogoh kocek cukup dalam, Rp 750 ribu sampai Rp.850 ribu sekali jalan. Boleh jadi, inilah angkutan ojek sama dengan ojek ke Seko. Daerah persis bersebelahan di bagian Barat-Selatan Kecamatan Rampi.
Soal tukang ojek di Rampi, anda jangan berpikir seperti tukang ojek kebanyakan. Menurut penuturan Guru SDN Dodolo Pampang, profesi pengojek di Rampi ini butuh keahlian yang tiga kali lipat dengan pengojek motor biasa. Selain handal dalam mengendarai motor di medan super berat yang sangat menantang, juga wajib tahu luar dalam soal sepeda motor. Ya, ini karena medan jalanan menuju Rampi yang masih ekstrim, penuh lumpur dan bebatuan, inilah berkendara di jalur off road. Alasan inilah, wajar jika biaya ojek mahal.
“Tidak cukup dengan kemampuan andal dari si pengemudi motor ojek. Sepeda motor juga harus selalu dalam kondisi prima,” ujar guru yang ditakuti muridnya bila dilihat sekejap tapi hatinya baik dan ramah serta penyayang pada muridnya.
Motor yang dipakai para pengojek di Rampi pun juga sudah mengalami modifikasi. Tak lagi standar keluaran pabrik. Roda gigi depan dan belakang yang biasanya kecil diganti dengan diameter lebih besar agar punya kemampuan untuk mendaki jalanan berbatuan dan menembus medan berlumpur di pegunungan hutan belantara. (yustus)