Surat dari Pembaca : RSUD Takalar dan Polres Takalar Menyiksa Pasien Kecelakaan Lalu Lintas

KAMI, saya dan istri, mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal ketika melintas di daerah Tonrokassi, Jeneponto, Ahad sore, 05 Juni 2022, dalam perjalanan pulang naik sepeda motor dari Bulukumba ke Gowa.

Akibat kecelakaan tersebut, kami mengalami luka-luka dan sakit di beberapa bagian tubuh. Warga setempat berdatangan membantu kami dan kami beristirahat di rumah salah seorang warga bernama Hamka Daeng Bani.

Setelah luka-luka kami diobati dengan menggunakan minyak kuda dan setelah kami yakin bahwa kami bisa melanjutkan perjalanan dengan naik sepeda motor, kami pun pamit.

Tentu kami tak lupa bahkan kami berkali-kali menyampaikan terima kasih kepada keluarga Hamka Daeng Bani dan warga setempat yang begitu baik berdatangan membantu kami, bahkan menawarkan kami untuk dibawa ke Puskesmas terdekat.

Dalam perjalanan memasuki daerah Takalar, istri saya memaksa berobat di RSUD Padjonga Dg Ngalle Takalar, namun sebelum diobati, petugas medis di IGD (Instalasi Gawa Darurat) terlebih dahulu menanyakan apakah kami memiliki Kartu BPJS atau tidak. Kami mengatakan, kami memiliki dan kemudian memperlihatkan Kartu BPJS (Kartu Indonesia Sehat).

“Tapi kalau mau berobat menggunakan BPJS karena kecelakaan lalu lintas, harus ada laporan kecelakaan dari kantor polisi. Kalau tidak ada, berobat umum saja dan langsung bayar,” kata petugas kepada kami.

Kami tentu saja kaget karena tidak menyangka harus ada laporan kecelakaan dari kantor polisi untuk berobat menggunakan BPJS. Saya kemudian menyanggupi mengurus laporan kecelakaan dari kantor polisi, tetapi kami meminta diobati saja dulu karena kami sedang kesakitan.

Selain luka-luka di beberapa bagian kaki, tangan, dan wajah, saya juga merasakan sakit di bagian pergelangan tangan kanan, tenggorokan, dan juga bagian dada sebelah kanan, sedangkan istri saya mengalami luka di bagian kaki kanan, sakit di bagian dada, dan juga sakit kepala.

Seorang dokter muda laki-laki dan beberapa perawat kemudian memeriksa kami dan setelah itu memberikan obat, tetapi setelah itu petugas medis kembali meminta kami mengurus laporan polisi atau membayar langsung sebagai pasien umum.

Saya berpikir, mengapa harus ada laporan kecelakaan dari kantor polisi ? Apakah tidak cukup bukti bahwa kami luka-luka dan sakit ?
Karena kami kebetulan tidak punya uang tunai untuk membayar biaya pengobatan yang jumlahnya Rp 165 ribu, maka saya pun memaksakan diri pergi melapor di Kantor Polres Takalar, padahal saya dalam keadaan masih kesakitan dan juga ada luka di beberapa bagian wajah.

Tiba di Kantor Polres Takalar kami diarahkan melapor ke Pos Lalu Lintas yang berhadapan dengan Kantor Bupati Takalar.

Tiba di sana, saya dilayani oleh dua orang petugas dan saya menyampaikan bahwa kami diminta oleh petugas medis IGD RSUD Takalar membuat laporan kecelakaan dari kantor polisi.

Salah seorang petugas bernama Pak Eka mengatakan, “Kembali saja pak ke rumah sakit, sampaikan bahwa bapak sudah ketemu Pak Eka, dan nanti Pak Eka yang akan koordinasi dengan Pak Novri, dari Jasa Rahardja yang bertugas di RSUD Takalar.”

Dalam keadaan masih kesakitan, saya pun kembali ke rumah sakit dan menyampaikan kepada petugas medis apa yang disampaikan Pak Eka. Petugas medis kemudian melakukan koordinasi dengan Pak Eka, dan tak lama kemudian saya diminta bicara langsung dengan salah seorang teman Pak Eka.

“Begini pak, kita bayar saja uang pengobatanta’ kalau tidak seberapaji, dari pada harus mengurus laporan kecelakaan, karena sepeda motor bapak harus dibawa ke TKP di Jeneponto,” kata orang yang mengaku temannya Pak Eka dari balik telepon.

“Kalau begitu saya bayar saja pak, terima kasih,” kata saya.

Istri saya kemudian berupaya mencari uang dengan menghubungi keluarga untuk membayar uang pengobatan sebesar Rp 165 ribu. Saya tidak tahu bagaimana caranya ia mendapatkan uang, tapi saya menunggu cukup lama di tempat parkir dalam keadaan kesakitan hingga pembayarannya selesai.

Saya berkesimpulan, pihak RSUD Takalar dan Polres Takalar telah menyiksa kami, pasien kecelakaan lalu lintas, karena kami dipaksa mengurus surat laporan kecelakaan lalu lintas dan ternyata tidak bisa diurus dalam tempo singkat karena urusannya berbelit-belit.

Mungkin memang begitu aturannya, tetapi kalau memang mau membantu, seharusnya tidak perlu kami dipimpong kesana kemari, yang sedang dalam keadaan kesakitan, untuk mengurus laporan kecelakaan dari kantor polisi.

Aturan ini juga sangat memberatkan dan rasa-rasanya tidak masuk akal, karena kasihan pasien yang sudah mengalami kecelakaan dan harus dipaksa lagi mengurus laporan kecelakaan lalu lintas, hanya supaya BPJS bisa berlaku.

Mudah-mudahan aturan ini bisa ditinjau kembali dan pihak rumah sakit serta kepolisian bisa lebih bijak dalam memberikan pelayanan.
Kepada redaksi, kami haturkan terima kasih atas dimuatnya surat kami ini.

* Asnawin
(Nomor Kartu KIS : 0002695804299)