Bappelitbangda Lutra Gelar FGD dalam Pengembangan Kakao Berkelanjutan, Butuh Keterlibatan Stakeholder

SOROTMAKASSAR, LUWU UTARA

Kepala Bappelitbangda Kabupaten Luwu Utara, Alauddin Sukri, menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Kakao dan Peningkatan Nilai Tambah Berkelanjutan di Kabupaten yang berjuluk Bumi Lamaranginang (Luwu Utara, red) Sulawesi Selatan (Sulsel).

FGD yang juga diselenggarakan secara daring dan luring tersebut berlangsung di Kantor Bappelitbangda, Selasa 4 Januari 2022 kemarin. Dan diikuti Kadis Pertanian Rusydi Rasyid, KPH Rongkong dan KPH Kalaena, Perwakilan Dinas P2KUKM serta mitra SFITAL, ICRAF dan lainnya.

Alauddin Sukri saat menggelar FGD mengatakan, kakao adalah komoditi unggulan Bumi Lamaranginang (Luwu Utara) dengan data seluas areal 40.814 ha di tahun 2020 lalu. Jumlah produksi sebanyak 30.854 ton, dengan melibatkan petani sebanyak 29.481 Kepala Keluarga (KK).

Ia menyebutkan, luas kakao sejak 2016 sampai 2020 mengalami peningkatan 6,5 persen dan produktivitas meningkat dari 990 kg/ha/tahun - 1.005 kg/ha/tahun.

“Saat ini produktivitas rata-rata kakao di Luwu Utara masih berada di 1.005 ton/ha/tahun, sementara di sisi lain beberapa petani kita telah mampu mencapai produktivitas sekitar 3 ton/ha/tahun,” bebernya, seraya menambahkan, untuk mewujudkan Kakao Lestari Berkelanjutan di Lutra, maka butuh keterlibatan semua stakeholder/pihak.

Dengan banyaknya stakeholder terkait, maka diperlukan sinergitas bersama dalam upaya mewujudkan Kakao Lestari yang menjadi salahsatu Major Project 5 Bisa terakomodir dalam RPJMD nantinya.

"Dan tantangannya, kata dia, adalah bagaimana meningkatkan produktivitas kakao di atas 1,5 ton/ha/tahun yang berskala kawasan," terangnya.

Dengan hadirnya klon MCC 02 dari Luwu Utara yang telah mendapatkan SK Menteri Pertanian sebagai klon unggul nasional telah membangkitkan kembali animo petani untuk kembali menanam kakao.

Untuk itu, kata dia, keterlibatan stakeholder sangat dibutuhkan untuk bersinergi dengan pemerintah daerah dalam menuntaskan permasalahan di tingkat petani.

“Besar harapan kami, FGD ini akan melahirkan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi petani kakao, dari hulu sampai ke hilir,” harapnya.

Permasalahan yang dimaksud adalah, bagaimana mengurangi area kakao yang terdampak banjir, mengurangi serangan hama-penyakit, mengurangi alih fungsi lahan kakao ke komoditi lain, mengurangi luasan kakao yang sudah tua dan tidak produktif lagi, serta anjuran menjual biji kakao dalam bentuk fermentasi.  

Ia mengatakan, pemda menghargai semua elemen masyarakat dan stakeholder lainnya yang memberikan sumbangan pemikiran dan aksi nyata untuk bersinergi dengan pemda dalam meningkatkan produksi kakao secara berkelanjutan.

“Tentu ini sangat membantu pemda dalam meningkatkan produksi kakao berkelanjutan di Luwu Utara,” tandasnya. (yus)