Profesor Jepang Buat Kampung Sagu di Malangke

SOROTMAKASSAR -- Luwu Utara. Di sektor Perkebunan, Kabupaten Luwu Utara yang juga dikenal Bumi Manurung, merupakan daerah penghasil sagu terbesar di Sulawesi Selatan.

Secara umum, dijadikan makanan pokok dan beragam jenis makanan berbahan dasar sagu cukup beragam, mulai dange berbentuk pipih pengganti nasi, kapurung (makanan khas Luwu Raya) yang menyerupai papeda, sinole (sagu dicampur kelapa parut disangrai) dan lanya (menyerupai ongol-ongol, kue dicampur gula merah atau gula pasir, atau kue kering namanya bagea, kini sudah dimodernkan dalam bentuk kemasan instan, seperti mie sagu dan agar-agar mutiara.

Di Luwu Utara, ada dua jenis sagu tumbuh. Sagu berduri, tabaro duri dan tak berduri adalah tabaro uso. Tabaro adalah sagu dalam bahasa Luwu.

Peneliti teknologi sagu sekaligus pendiri kampung sagu di Kabupaten Luwu Utara, tepatnya di Kecamatan Malangke. Profesor Ozhozawa mengatakan, sagu di Luwu Utara memiliki peranan penting sebagai makanan utama setelah beras memasuki paceklik. Dari dulu Luwu juga mengenal padi. Jadi sagu menjadi makanan pendamping jika tak ada beras. Karena sagu tak pernah habis dan tak memiliki musim.

Mr Ozho telah menjadikan Kecamatan Malangke Barat, sebagai Kampung Sagu atau tempat kampung parawisata Sagu. Hal yang sama juga pernah diungkapkan oleh mahasiswi S3 dari Jepang, Kusuma Putri A Patarai Wawo, saat melakukan penelitian di Luwu Utara sebagai sentra Sagu Sulsel. Jika Malangke secara umum sangat potensial tentang Sumber Daya Alam (SDA) yang lebih produksi.
Pada tahun 1980 lalu, Mr Ozho Sawa, mulai melakukan investasi pembelian lahan yang sangat khas untuk dijadikan sebagai lokasi perkebunan dan penelitian sagu hingga sekarang sudah berproduksi.

Untuk mengolah batang sagu menjadi tepung siap dikonsumsi cukup sulit. Langkah awal harus memilih pohon tepat dan belum berbuah. Mengupas kulit pohon menggunakan linggis atau kampak besar. Bagian inti batang sagu berserat dan berwarna putih dipotong kecil-kecil, dimasukkan dalam penggilingan, isi atau inti sagu dipitong kecil-kecil, lalu ditumbuk secara bersama diinjak dalam wadah agar sari patih keluar. Selama proses menginjak-injak itu, dialurkan air terus menerus dan berhenti pada kolam yang disiapkan dari kain atau terpal, ini masih tradisional kerjanya.

Mengingat sagu sebagai salah satu sumber pangan sehari-hari, pemerintah terus mengupayakan penciptaan teknologi pengolahan sagu, termasuk pembuatan makanan dari bahan sagu yang lebih memikat, baik itu segi cita rasa maupun bentuknya. Sagu akan semakin dilirik oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok untuk menjaga kemandirian pangan, karena sagu mengandung karbohidrat murni dengan jumlah yang cukup banyak, selain itu juga mengandung protein, vitamin dan mineral.(jus/ril)