Menyusuri Tana Rampi, Adat Budayanya Terancam Punah


Oleh : Yustus Bunga (Bagian I)

Rampi, salah satu kecamatan di Kabupaten Luwu Utara (Lutra) masih terisolir di pegunungan Kambuno dan sangat kental adat budayanya. Di kecamatan ini, selain masih kental dengan adat dan budayanya, masyarakatnya juga dikenal ramah tamah, sopan dan menjunjung tinggi derajat serta imannya.

Oleh sebab itu, jurnalis media ini tertarik menyusur hutan belantara, lembah yang terjal dengan jalanan yang ekstrim bersama tukang ojek yang dicarter hanya untuk menyusuri perkembangan pembangunan di kecamatan yang berada di pegunungan Kambuno yang masih terisolir.

Untuk sampai kesana, diketahui ada dua alternatif, yakni naik pesawat terbang Susi Air atau jalan darat yang  masih jauh dari kata baik.

Kecamatan Rampi merupakan salah satu dari sekian banyak lembah yang terdapat didaerah pegunungan di Sulawesi Selatan, dan tepatnya berada di kaki gunung perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan yang bernama Gunung Moraoa.

Menyusuri Rampi banyak yang menarik dengan kekayaannya didalam tanah yakni Emas dan lainnya. Namun budaya dan adat Rampi ada gejala akan terancam hilangnya atau punahnya budaya dan adat Tana Rampi yang dikenal dengan Ada Woi' Rampi, karena ada beberapa penyebab atau faktor.

Faktor yang akan menyebabkan punahnya Ada Woi' Rampi ini dimana banyaknya suku Rampi yang meninggalkan kampung halamannya dan tinggal menetap dibeberapa daerah di provinsi Sulawesi Tengah, sehingga mengikuti budaya atau adat didaerah itu, dan setelah ada yang kembali kedaerah Rampi, mereka akan cenderung memakai adat yang dipakai didaerah Sulawesi Tengah tempat mereka berdomisili sebelumnya.

"Selain itu juga banyaknya putra-putri Rampi yang nikah dengan perjaka dan gadis lain diluar orang Rampi, sehingga gejala ini juga mempengaruhi," tutur Tokey Tongko (Ketua Adat wilayah Rampi) sekarang ini, Paulus Sigi. (Bersambung)