Pertahankan Tanah Leluhur, Masyarakat Ba'lele Lakukan Ritual Adat Ma'Pallin di Tanah Leluhur

SOROTMAKASSAR - RANTEPAO.

Terkait Tanah adat Ba'lele yang sudah diberikan kepada Pemerintah terancam akan dikuasai oleh segelintir oknum yang mengklaim sebagai miliknya, dan kasus perdata ini sementara bergulir menunggu putusan antara penggugat Pemerintah Provinsi Sulsel di pengadilan Negeri Makale yang kedua kalinya, sebelumnya Pemerintah Daerah Toraja Utara menggugat dan kalah sampai dengan Peninjauan Kembali (PK).

Rumpun keluarga masyarakat Ba’lele tidak akan diam dan melepaskan tanah leluhur tersebut kepada oknum-oknum yang mengklaim sebagai tanahnya tanpa diketahui dari mana asal usulnya. "Kami akan terus berjuang sampai kebenaran dan keadilan hadir di masyarakat Ba'lele. Leluhur kami serahkan untuk pemerintah digunakan sebagai kepentingan umum dan dikelola," ujar Elias dari Tongkonan Layuk Barra-barra.

Ritual adat dilakukan masyarakat Adat Ba'lele yang dinamakan Ma’pallin, Sabtu (10/09/2022) digelar di lokasi Gedung Lapangan Gembira dan sementara menunggu putusan Pengadilan yang sempat tertunda di PN Makale.

Dalam ritual yang didahului ibadah, tokoh adat Yonathan Limbong atas nama masyarakat Ba'lele dengan tegas mengatakan, tanah Lapangan Gembira ini sudah dihibahkan oleh leluhur kami kepada Pemerintah untuk dipakai kepentingan umum. 

"Tanah adat yang sudah diserahkan tidak bisa diganggu lagi oleh siapapun apalagi digugat oleh oknum-oknum yang tidak ketahui dari mana asal usulnya datang mengklaim dan ingin menguasai tanah leluhur kami," ucap Yonathan.

“Kalau ada oknum-oknum yang coba memaksakan untuk mengambil secara paksa atau apapun, maka harus ikut dalam proses sidang adat,” tegasnya.

"Ritual yang dilakukan dengan penanaman pohon cendana adalah bagian dari upacara adat Ma’pallin, sebagai tanda bahwa tanah adat yang resmi diberikan kepada pemerintah dan hal ini sudah sering dilakukan oleh leluhurnya, dan hari ini kembali kami tanam sebagai tanda mempertegas bahwa tanah Lapangan Gembira sudah diserahkan untuk kepentingan umum," jelas Yonathan Limbong.

Selain itu sebelum penanaman Pohon Cendana, ritual Ma’pallin ini juga dilakukan pemotongan hewan babi, pemberian sembako kepada leluhur, selain dimakan bersama oleh yang hadir dalam ritual, juga dibagikan kepada umum dan rumpun keluarga 9 Tongkonan di Ba’lele , juga kepada semua pihak atau golongan yang hadir dalam ritual.

Sementara itu dukungan untuk pertahankan tanah leluhur datang dari gerakan perjuangan tanah adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Ia menyebutkan bahwa ritual adat Ma’pallin ini merupakan penghormatan pada leluhur, alam, dan pemerintah, sehingga acara ini adalah acara kita semua.

Kata Romba yang juga Ketua AMAN, dahulu di Toraja (Tanah Toraja dan Toraja Utara) terdiri dari  32 komunitas adat semuanya adalah tanah adat, tetapi karena banyaknya aturan masuk sehinggga mengalami perubahan.

“Mari kita berjuang bersama, dan laksanakan dengan baik ritual Ma’pallin ini, sebab ini adalah adat Toraja, dimana kita berdoa kepada Tuhan dan leluhur kita,” imbuhnya.(man)