Baznas Sosialisasi UU Pengelolaan Zakat di Masjid Al-Muzzammil

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Zakat yang merupakan pranata keagamaan, untuk meningkatkan keadilan, dan kesejahteraan. Untuk itu, harta tertentu yang wajib dikeluarkan ummat Islam kepada golongan yang berhak menerimanya ini, harus dikelola secara melembaga, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaannya. Lembaga resmi itu adalah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Sebagai lembaga pemerintah non struktural, Baznas, khususnya di Kota Makassar, terus menjebarkan berbagai aturan mengikat. Salah satunya dengan menggelar sosialisasi ke Pedagang Pasar di Masjid Al-Muzzammil, Jl Veteran Utara (Kompleks Pasar Kalimbu, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala), Kamis, (07/10/2021) kemarin.

Ketua Baznas Kota Makassar, Ashar Tamanggong, di sela sela sosialisasi UU No 23 tahun 2021 tentang pengelolaan zakat itu mengemukakan, zakat adalah harta yang wajib hukumnya dikeluarkan seorang muslim, selain infak dan sedekah.

Ketua II Baznas Kota Makassar, Jurlan Em Sahoas

"Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedangkan sedekah adalah, harta atau nonharta yang dikeluarkan seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum,” ujarnya.

Ashar Tamanggong menyebutkan, sejak diundangkan, maka UU zakat sama dengan UU lainnya yang memiliki kekuatan hukum. Artinya, begitu diundangkan, maka tidak boleh ada lagi perseorangan, kelompok, organisasi, atau majelis taklim yang menerima, mengumpulkan, dan mengelola zakat.

“Artinya, UU menyebutkan, hanya Baznas yang mengelola zakat. Tetapi, jika masjid yang menerima zakat, itu karena ada Unit Pengumpul Zakat, atau UPZ. UPZ ini, dibentuk oleh Baznas untuk membantu pengumpulan zakat. Hasilnya wajib disetorkan kepada Baznas,” ujarnya.

Pada sosialisasi yang juga dihadiri Ahmad Taslim, Jurlan Em Sahoas, dan Waspada Santing —masing masing ketua I, II, dan III Baznas Kota Makassar-, termasuk Lurah Kelurahan Wajo Baru (Syamsuddin), Muh.Nawir (Ketua Pengurus Masjid Al-Muzzammil), serta para pedagang, Ashar juga membedah bagaimana peran Baznas Kota Makassar, utamanya dalam menerima, mengelola, menyalurkan, hingga pemberdayaannya.

Di bagian lain, pria kelahiran Takalar ini mengakui, zakat mal, atau zakat yang dikeluarkan dari hasil barang yang dimiliki, disimpan, atau dikuasai. Pemiliknya, wajib mengeluarkan zakat apabila telah mencapai batas minimum berzakat (nisab) dan kepemilikan selama setahun. Seluruh zakat mal tersebut disetor ke baznas.

"Bersamaan dengan penyetoran itu, pengurus UPZ juga mengajukan proposal , mau diapakan itu uang. Zakat mal ini dipergunakan untuk mengentaskan kemiskinan. Sementara itu, zakat fitrah tidak dapat mengentaskan kemiskinan, karena harus habis sebelum idul fitri. Bahkan, zakat fitrah tidak boleh diperuntukan untuk kegiatan lainnya," jelasnya.

Ashar menambahkan, dalam UU disebutkan, jika penerimaan Rp100.000,000, maka 70 persen dari zakat mal diturunkan kembali, dalam bentuk pemberdayaan. Sedangkan 30 persen digunakan untuk kegiatan lainnya. Misalnya kebakaran, gempa bumi, untuk beasiswa.

Pernyataan senada dikemukakan Jurlan Em Sahoas. Ketyua II Baznas Kota makassar yang juga jurnalis dan seniman senior ini menambahkan, hingga saat ini Baznas Kota Makassar telah menghabiskan dana sekitar Rp26 miliar untuk berbagai kebutuhan kaum duafa.

“Jika ada pertanyaan dari mana dana yang diperoleh Baznas, maka jawabannya adalah dari berbagai komponen masyarakat muslim yang memberi zakat, infak dan sadakah. (tim baznas kota makassar)