Dr,Hamdan Zoelva, S.H., M.H. ''SI Tak Pertentangkan Islam dan Kebangsaan''

SOROTMAKASSAR -- MAKASSAR

Hubungan antara Islam dan bangsa, bukan hubungan yang saling mengkooptasi atau saling berhadapan, melainkan saling menguatkan. Bagi kaum Syarikat Islam. Islam memperkuat kebangsaan dan kebangsaan haruslah dijiwai oleh nilai-nilai Islam.

“Ada orang yang mempertentangkan antara Islam dan kebangsaan dengan alasan, Islam itu universal, sedangkan kebangsaan itu lokalistikkarena itu tidak cocok dan tidak bisa disatukan. Pandangan demikian tentu tidak tepat,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia periode 2013-2016 Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. dalam kuliah umum secara daring menandai awal pelaksanaan kegiatan akademik Universitas Cokroaminoto Makassar (UCM), Jumat (17/9/2021).

Kuliah umum tersebut dihadiri Rektor UCM Prof.Dr.H.Muh.Tahir Kasnawi, S.U.., Ketua Yayasan SARI Sulawesi Selatan Dr.H.Rahmat Hasanuddin, S.E., M.M., Wakil Rektor I Dr. H.Ibrahim Saman, S.E., M.M. dan Sekretaris UCM Dr. Ir.Hj.Ida Suryani, M.P. yang sekaligus bertindak sebagai moderatur kuliah umum tersebut, para pimpinan dan dosen UCM yang mengikuti secara daring, serta sejumlah mahasiswa baru yang mengikuti secara luring terbatas dengan protokol Covid-19.

Tidak dipertentangkan

Hamdan Zoelva yang juga Ketua Umum DPP Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam (SI) tersebut menegaskan, kita Syarikat Islam, tidak mempertentangkan antara Islam dengan kebangsaan. Sebab bagi SI universalisme Islam dapat diintroduksi dalam bangsa, bahkan menjadi unsur penting sebagai penguat bagi lahir dan keberadaan sebuah bangsa.

Membangun persepsi dan keyakinan mengenai hubungan Islam dan kebangsaan yang tepat, kata Hamdan, dapat menghindarkan kita pada nasionalisme yang “chauvinistik”, yaitu nasionalisme buta yang tidak memperhatikan dunia dan bangsa lain, Pada sisi lain, menghindari pemahaman bahwa Islam tidak dapat disatukan dengan kebangsaan.

“Bagi kaum SI pemahaman yang memisahkan Islam dan kebangsaan membahayakan karena dapat mengantarkan pada dua keyakinan yang dapat saling berlawanan. Pertama, pada satu sisi dapat dibangun dalam sistem politik khilafah, yaitu satu sistem politik yang memandang Islam harus menjadi satu kesatuan politik yang mewadahi seluruh dunia dalam satu pemerintahan khilafah. Hal demikian tidak sejalan dengan realitas perkembangan sosial dan politik serta umat Islam sekarang ini.

Kedua, pada sisi lain dapat berkembang paham sekuler bahwa agama tidak boleh masuk dalam ranah negara. Dapat pula berkembang pada nasionalisme yang sempit “chauvinistik” (sifat ashabiyah) yang berlebihan,” beber Hamdan.

Menurut putra ulama besar di Bima ini, kita menerma kata khilafah dan khalifah sebagaimana diajarkan Alquran dan hadis adalah kekhalifahan dalam arti mengikuti ajaran nilai-nilai (manhaq) yang diajarkan oleh Rasulullah, bukanlah khilafah sebagaimana sebuah sistem politik kenegaraan yang termasuk kelembagaannya.

Kita berkeyakinan, imbuh Hamdan, universalisme Islam membuat Islam itu fleksibel dalam menerima dan mengakomodasi sistem politik dan pemerintahan yang dapat berbeda antara satu zaman dengan zaman yang lainnya tidak selalu sama dari waktu ke waktu.

“Hal yang pokok adalah ajaran dan nilai-nilai Islam dapat sepenuhnya dilaksanakan,” ujar Hamdan dalam Kuliah Umum yang berjudul “Islam dan Kebangsaan”.

Khusus mengenai Mata Kuliah “Islam dan Kebangsaan” yang diampu di Universitas Cokroaminoto Makassar, Hamdan Zoelva menyebutkan, dimaksudkan untuk dua tujuan.

Pertama, memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai relasi dan hubungan antara Islam dan kebangsaan. Kedua, memberikan keyakinan bahwa menurut kita --, SI – Islam dan kebangsaan tidak bisa dipisahkan, paling tidak bagi umat Islam di Indonesia.

“Jadi, mata kuliah “Islam dan Kebangsaan” bertujuan memberikan perspektif politik menurut sudut pandang kita (Syarikat Islam) bahwa Islam dan kebangsaan adalah sesuatu yang menyatu yang tidak bisa dipisahkan, seperti menyatunya bangsa dan negara,” kunci Hamdan Zoelva dalam kuliah umumnya yang berlangsung lebih dari satu jam tiga puluh menit itu.

Selasa (21/9/2021), Pembina Yayasan SARI Sulawesi Selatan Prof.Dr.H.Basri Hasanuddin, M.A.juga membawakan kuliah umum berjudul “Peran dan Fungsi Mahasiswa pada Era 4,0”. (*).

Humas UCM :M.Dahlan Abubakar.