Dakwaan Dipublikasikan, Nurdin Abdullah Disebut Terima Suap Rp6,5 M dan SGD 150 Ribu

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR), Edy Rahmat, tak lama lagi akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar pada 22 Juli 2021.



Bahkan, Tipikor Makassar sudah dipublikasikan surat dakwaan melalui website Pengadilan Negeri (PN) Makassar, http://sipp.pn-makassar.go.id/index.php/detil_perkara. Sesuai publikasi itu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menjerat Nurdin dengan dua dakwaan.      

Dikutip dari Merdeka.com, dakwaan pertama, Nurdin Abdullah didakwa menerima hadiah atau janji uang tunai sebesar Rp2,5 miliar dan SGD150 ribu dari pengusaha kontraktor Agung Sucipto melalui Edy Rahmat. Nurdin didakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan agar memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto bersama Harry Syamsuddin dalam lelang proyek pembangunan pembangunan infrastruktur sumber daya air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.

Nurdin dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sementara dalam dakwaan kedua, JPU menyebut Nurdin Abdullah menerima suap atau gratifikasi total sebesar Rp6,5 miliar dan SGD150 ribu. Pada dakwaan kedua ini Nurdin Abdullah terancam pidana dalam Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

JPU KPK M Asri Irwan mengatakan dakwaan terhadap Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat berbeda dengan Agung Sucipto. Perbedaannya karena Nurdin dan Edy merupakan penyelenggara negara yang diduga melanggar Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebelumnya, JPU KPK hanya menuntut Agung Sucipto dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan

Asri Irwan mengatakan, terdakwa Agung Sucipto secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberikan suap kepada penyelenggara negara dalam hal ini Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat.

Berdasarkan fakta persidangan, kata Asri, terdakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU nomor 31 tahun 1991 tentang Tipikor dengan UU yang telah diubah UU RI nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Sementara untuk terdakwa Nurdin Abdullah itu kebalikannya (dakwaan Agung Sucipto) yaitu pasal penerima suap, yakni Pasal 12 huruf a ditambah dengan gratifikasi," ujarnya. (*)