SOROTMAKASSAR -- Makassar.
Gempita perkembangan perfileman Makassar, ternyata menyuratkan kondisi objektif di lapangan yang belum kondusif mendorong kerja kreatif para sineas.
Banyak keluhan atas kasus-kasus kritis yang terjadi. Kebijakan perfileman sudah diatur, bahkan dijamin Undang-Undang No 33 Tahun 2009 tentang Perfileman.
Demikian dikemukakan pengamat dan kritikus filem, Yudhistira Sukatanya, di suatu sore di Jalan Gotong Royong IV No.6 Makassar saat media ini bertandang di rumahnya.
Mengutarkan opininya menyoal “Akar Penyakit Kronis Perfileman Makassar”, ia mengungkapkan, sungguh banyak permasalahan yang masih menjangkiti Perfileman Makassar.
Masalahnya seperti penyakit kronis yang terus mengakar dan perlu segera diamputasi. Tanpa komitmen yang tegas dan berani untuk mengamputasi akar penyakit itu, langit kreatifitas Perfileman Makassar masih akan terus dirudung mendung. Entah sampai kapan ?
Pengamat dan Kritikus Film ini lebih jauh memandang perlu menghidupkan lembaga penunjang seperti Lembaga Sensor Film Daerah (LSFD) untuk Provinsi Sulawesi Selatan yang sudah bertahun-tahun diwacanakan kehadirannya.
Padahal, untuk beberapa provinsi, LSFD semacam itu sudah terbentuk seperti di Jawa Timur. Dimasa lalu ada Badan Film Daerah (BAFIDA) yang pernah didirikan oleh Gubernur Sulawesi Selatan.
BAFIDA berperan dan berfungsi seperti lembaga sensor film bagi daerah, yang berhak mengizinkan atau pun menolak film ditayangkan bioskop karena dianggap sesuai atau tidak sesuai dengan kondisi sosial kemasyarakatan daerah.
Mengamputasi penyakit kronis perfilman tersebut diperlukan terobosan yang berani. Upaya luar biasa yang bisa menghentak kesadaran semua pihak-stakeholder bahwa menatap dan mendorong perkembangan perfileman tidak boleh hanya dengan pendekatan apa adanya, melecehkan seperti memandang dengan sebelah mata.
"Apalagi dengan mengabaikan Undang-undang perfilman dan aturan turunannya. Regulasi ini perlu dihidupkan peran dan fungsinya," tegas mantan Kepsta RRI Kepulauan Riau. (rk)