SOROTMAKASSAR -- Makassar.
Gubernur Sulawesi Selatan Prof Nurdin Abdullah gagal melindungi rakyat Sulsel dari serangan Covid-19. Terbukti, jumlah rakyat Sulsel yang Positif Covid-19 per hari ini, telah mencapai 1.427 orang.
Mulawarman seorang pemerhati sosial menegaskan penilaiannya itu ketika Jumat (29/05/2020) pagi dimintai tanggapannya tentang permintaan Presiden Jokowi ke Anggota Kabinetnya untuk segera mengirim bala bantuan ke Sulsel, dimana Covid-19 dinilai tak terkendali.
“Sejak jumlah pasien positif di Sulsel menembus angka 1.000 awal pekan lalu, Prof Andalan sudah bisa dikatakan gagal menangani dan gagal melindungi rakyat Sulsel dari serangan Covid-19. Apalagi pekan ini, saya yakin kasus positif di Sulsel akan tembus 1500 kasus,” kata Mulawarman yang karib disapa Kak Mul.
Angka 1.000 pasien positif ini, lanjut Mulawarman, jelas menunjukkan Sulsel berada di posisi kedua dalam jumlah pasien positif di Indonesia, setelah DKI Jakarta dengan angka kasus positif 7.001 kasus.
“Itu kalau kita mau presentasekan jumlah penduduk dengan jumlah kasus positif Sulsel dengan daerah lain khususnya di Pulau Jawa. Sulsel memang parah dan wajar kalau Presiden Jokowi mengatakan Covid di Sulsel termasuk yang tidak terkendali,” kata Mul lagi.
Mulawarman kemudian menjelaskan, dengan jumlah penduduk 8,8 juta jiwa, tapi jumlah kasus positifnya 1.427, Sulsel memang parah dibandingkan dengan Jawa Timur yang penduduknya 38 juta jiwa, tapi angka kasusnya cuma 4.132 kasus. Atau lihat Jawa Barat 48 juta jiwa penduduknya, kasus positifnya hanya 2.181 kasus.
“Apalagi kalau kita mau lihat atau bandingkan Sulsel dengan Jawa Tengah yang telah dikalahkan Sulsel, penduduknya 32 juta, sekali lagi 32 juta jiwa. Tetapi kasus positifnya hanya 1.336 kasus. Sulsel mau tak mau, harus diakui parah Bos. Ngeri,” ujar Mulawarman menambahkan.
Ditanya mengapa Nurdin Abdullah gagal, Mul menyebut ada 2 hal. Pertama Nurdin meremehkan Covid-19 ini. Kedua, karena meremehkan, akhirnya Prof ini gagal menerjemahkan kebijakan pemerintah pusat tentang Covid-19.
“Jadinya, kerjanya amburadul, cenderung tiba masa tiba akal. Tidak jelas yang ingin dicapainya, menahan laju jumlah pasien PDP, ODP dan positif atau menambah jumlah angka pasien yang sembuh,” tanya Mul.
Bukti Nurdin Abdullah remehkan Covid-19, lanjut Mul lagi, ketika Nurdin mengajukan permintaan anggaran penanganan Covid-19 ke DPRD Sulsel, Nurdin tidak menyertakan rencana kerja. Sehingga meski dua pekan setelah anggaran diketok, Nurdin Abdullah tidak memperlihatkan kinerja terencana dan terukur yang signifikan. “Kerjanya hanya mengimbau dan ikuti acara seremonial,” kata Mul tertawa.
Disaat tenaga medis kekurangan APD, lanjut Mul, Nurdin Abdullah wara-wiri ke daerah meresmikan proyek dan panen jagung. Dan disaat jumlah kasus positif meningkat tajam, Nurdin keliling daerah bagi-bagi bantuan. Kemudian mantan Bupati Bantaeng ini, dengan yakinnya menyatakan ke rakyat Makassar, bulan Mei Makassar bebas Covid-19.
“Bukti terakhir Prof Andalan ini remehkan Covid-19, disaat jumlah pasien positif terus bertambah, dia sibuk mengurus pergantian Pj Walikota Makasar dan disaat krusialnya penerapan PSBB di Makassar dan angka kasus positif mendekati angka 1.000 kasus, Pj Walikota digantinya,” ungkap Mul.
Karena meremehkan Covid-19, Nurdin Prof Andalan, mengganti Pj Walikota Iqbal Suhaib, dengan Prof Yusran sahabat kentalnya yang sedang menjabat di 4 tempat strategis di Pemprov Sulsel, di antaranya Ketua Bappeda dan Ketua TGUPP Nurdin.
"Makassar dianggap Nurdin Abdullah kota yang mudah diurusi dan Covid-19 adalah soal sepele, sehingga tidak membutuhkan pejabat yang full fokus berkonsetrasi ke penanganan Covid-19. Maka tak masalah Yusran dipilihnya jadi Pj Walikota, meski Yusran sudah sangat sibuk di 4 jabatan strategis lainnya di Pemprov. Toh, pekerjaannya di 4 tempat strategis itu, khususnya di Bappeda tidak terganggu, Covid-19 di Makassar ibukota Sulsel meski sudah menjadi epiksentrum penyebaran Covid-19 di Sulsel bahkan di Indonesia Timur, bisa ditangani sambil lalu, bisa selesai di bulan Mei,” tutur Mul tertawa.
Kedua, lanjut Mul lagi, penyebab kegagalan Nurdin Abdullah, menerjemahkan kebijakan pemerintah pusat atau Presiden Jokowi tentang penanganan Covid-19.
Menurut Mulawarman, Prof Andalan menerjemahkan kebijakan Jokowi yang menekankan pada penanganan pada saat pandemi dan pasca pandemi.
Penanganan Covid-19 pada saat pandemi, diterjemahkan Nurdin dengan bagi-bagi sembako, sehingga Nurdin terjun langsung bagi-bagi bantuan. Terus buat Hotel jadi rumah sakit dan mengutamakan kesembuhan dari pencegahan.
“Nurdin Abdullah sepertinya suka kalau banyak rakyatnya yang sakit dan bangga kalau disembuhkan, meski lebih banyak yang tidak berhasil disembuhkan,” kata Mul seraya menyatakan Nurdin bukan pemimpin.
Penanganan pasca pandemi, seperti yang dikatakan Jokowi membantu rakyat bangkit lagi, seperti memberikan stimulus ekonomi untuk mendorong pengusaha atau UKM terdampak Covid-19 bisa bertahan kemudian bangkit lagi. Diterjemahkan Nurdin Abdullah dengan ‘memalak’ pengusaha, bukannya membantu pengusaha.
“Sehingga kita tidak heran, kalau sampe detik ini, kita belum pernah tahu konsep atau cara penanganan Nurdin Abdullah pada UKM pasca pandemi Covid-19. Kalau daerah di Jawa, mereka memberikan berbagai stimulus untuk UKM, mulai dari stimulus pajak, sampai jaminan bahan baku dan peluang pasar sampai bantuan modal,” beber Mul mengingatkan.
Mulawarman kemudian menutup perbincangan dengan saran, Nurdin Abdullah sebaiknya mundur dari jabatan Ketua Gugus, digantikan oleh Pangdam atau Kapolda Sulsel, bisa juga diganti oleh Zakir Sabara Dekan FT UMI. (*)