Membiasakan Mendengar, Jadi Salah Satu Metode Jitu Terampil Berbahasa Arab

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Banyak metode yang baik untuk digunakan dalam mengasah kemampuan berbahasa Arab. Dan salah satu metode jitu yang baik untuk diterapkan di lingkup sekolah umum, maupun di pondok pesantren, yakni metode mendengarkan. Hal ini dikemukakan, Kepala Pondok Putra Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Gombara Makassar, Hasanuddin Jalil, Spdi, MPdi, kepada media, Sabtu, (26/06/2021).

Dikemukakan, pembelajaran Bahasa Arab di pondok pesantren, terbagi dalam dua bagian. Pertama, pembelajaran bahasan arab yang mengarah pada pembelajaran keilmuan, yang lahir dari kemampuan tiap siswa/siswi atau santri, untuk mengerti Bahasa Arab serta kaidah-kaidahnya, termasuk dalam membaca huruf dari buku atau kitab-kitab gundul.

Yang kedua, pembelajaran Bahasa Arab yang berasarkan keterampilan. Jadi, selain mampu membaca huruf, santri tersebut juga mampu bercakap.

"Ini semua tergantung metode apa yang ingin diterapkan. Meski belakanga ini, pembelajaran terhadap Bahasa Arab, cenderung mengalami penurunan. Inilah yang menjadi tantangan untuk ditingkatkan dan digiatkan kembali," tegas Hasanuddin yang juga merupakan Tenaga Pendidik di Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin Bidang Pengembangan Bahasa.

Mengenai metode yang digunakan agar setiap santri dapat lebih cepat menangkap pembelajaran Bahasa Arab, pria kelahiran Parepare 16 Juli 1985 ini mengatakan, sebenarnya ada 4 (empat) metode yang harus dan wajib dilakukan. Yaitu metode mendengarkan, metode berbicara, metode membaca, dan metode kemampuan menulis.

Dari keempat metode tersebut, metode yang paling jitu diterapkan yakni metode mendengarkan. Hasanuddin mencontohkan, seorang bayi atau anak kecil, awalnya tidak mampu berbicara, tapi tetap mendengarkan. Dan bila waktunya tiba, untuk anak tersebut berbicara, maka kalimat pertama yang akan diucapkan, adalah kalimat yang paling sering dia dengarkan.

"Untuk itu, di tiap pondok-pondok pesantren, harus mengutamakan adanya metode mendengarkan untuk pembelajaran Bahasa Arab. Baik dari segi pelafalan, agar para santri tidak asing terhadap bahasa tersebut, hingga ke pengaplikasian lainnya, seperti melalui program radio, pemutaran kaset dan vidio visual. Karena, dengan metode mendengarkan ini, akan merangsang indera santri untuk lebih tertarik menggeluti Bahasa Arab," ungkap alumni Pascasarjana Universitas Islam Bandung Jurusan Pendidikan Islam ini.

Selanjutnya, kata Hasanuddin, cara mengemas sehingga santri cepat menangkap, yakni tenaga pengajar dalam melafaskan Bahasa Arab, haruslah full power dan pas. Karena jika tidak, santri juga akan sulit untuk menangkap dan memahami.

Ketiga, dalam proses pembelajaran, harus lebih banyak latihan. Namun demikian, tiap santri pun tetap harus banyak menghafal kosa kata Bahasa Arab. Karena kosa kata inilah yang nantinya disusun dalam bentuk kalimat.

"Contoh lain misalnya, santri ingin belajar membaca, maka langkah awal sebelum menuju ke situ, dimulai dari mendengarkan terlebih dahulu, lalu melafaskan. Ini dilakukan secara berulang. Dan ketika membaca nanti, santri tersebut akan langsung bisa membaca. Bahkan, kalau pun tanda bacaan hurufnya dihapus, mereka tetap bisa membaca," terangnya.

Selanjutnya, menyangkut santri yang daya tangkapnya kurang maksimal dibanding santri lainnya dalam berbahasa Arab, Hasanuddin memaparkan, proses pembiasaan tetap dilaksanakan. niscaya, lambat laun anak terebut akan bisa.

"Di sini, peran guru tidak boleh berfokus pada santri yang sudah mahir, tapi ke santri yang masih lambat. Dan guru harus menjadikan santri itu pusat perhatiannya. Lalu, bagi santri yang telah mahir, diarahkan untuk menjadi tutor sebaya. Tutor sebaya inilah yang nantinya akan terus mendampingi rekannya yang masih kurang," jelasnya. (zl)