Olahraga Pedagogik Melalui Pendidikan Jasmani Sebagai Fondasi Peningkatan Prestasi Olahraga (3-Habis)

Oleh :Nurliati Syamsuddin 

PERATURAN Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019, pada buku II sebagai lampirannya, pemerintah merencanakan program keolahragaan dengan mengusung tema “Budaya prestasi Olahraga”.

Dalam Buku II RPJM tersebut dikemukakan tentang tlantangan pembangunan olahraga ke depan, yaitu : (1) meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berolahraga ; (2) meningkatkan pembibitan dan pengembangan bakat olahragawan berprestasi ; (3) meningkatkan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan keolahragaan ; dan (4) meningkatkan kerja sama dan kemitraan pemerintah dengan dunia usaha dan masyarakat termasuk industri olahraga.

Tantangan tersebut memerlukan penjabaran yang sangat luas dan memerlukan kerja sama semua pihak tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat dan dunia pendidikan sangat berperan guna mewujudkan ketercapaian menghadapi tantangan tersebut, salah satunya dengan melakukan revitalisasi pada fondasi bangunan olahraga yaitu di tataran PJOK di sekolah.

Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan menggunakan media aktivitas fisik yang dipilih guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Di sekolah siswa mulai dikenalkan pada berbagai cabang olahraga di mulai dengan pengenalan bentuk olahraga yang di modifikasi sampai pada olahraga prestasi yang sebenarnya tetapi dalam ruang lingkup pendidikan.

Sudah menjadi pemahaman semua pihak, bahwa sarana dan para sarana keolahragaan di setiap sekolah masih menjadi salah satu kendala utama, banyak sekolah tidak memiliki lapangan, sehingga ketika pelajaran PJOK waktu habis oleh perjalanan menuju lapangan yang ada, atau kalaupun lapangan ada, peralatan yang ada sangat terbatas.

Banyak kebijakan kepala Sekolah dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), peralatan olahraga bukan prioritas utama di banding laboratorium IPA atau yang lainnya, sementara tidak sedikit nama sekolah menjadi harum dan terkenal karena prestasi olahraga peserta didiknya.

Menjawab tantangan tersebut kuncinya ada pada guru PJOK. Sebagai ujung tombak dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, apabila guru PJOK hanya berpangku tangan menunggu dilengkapinya sarana prasarana, mungkin sampai kapan pun tidak akan terwujud, sebab jangankan untuk membeli sebidang tanah untuk seukuran lapangan bulu tangkis, selain harga tanah sangat mahal, juga sangat sulit diperoleh terutama di perkotaan.

Dalam diskusi Persiapan dan Pengembangan Guru yang di gagas oleh “Analytical and Capacity Development Partnership” (ACDP) pada 24 Juni 2015 di Jakarta, Kasi penyuluhan Program Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Tagor Alamsyah Harahap menjelaskan bahwa besarnya dana untuk gaji guru Rp. 200 triliun, ditambah tunjangan profesi guru sebesar 70 triliun. Sungguh satu angka yang fantastis yang telah disediakan pemerintah untuk guru demi mencerdaskan bangsa.

“Founding Father” kita Ir. Sukarno pernah mengatakan : “Janganlah bertanya apa yang telah diberikan negaramu kepadamu, tetapi bertanyalah apa yang kamu dapat berikan untuk negaramu”. Dengan gaji yang sudah lebih baik, ditambah tunjangan profesi 1x gaji pokok, seyogianya guru telah dibekali ilmu “modifikasi” pembelajaran ketika di perkuliahan maupun saat mengikuti Sertfikasi Guru melalui Pusat Latihan dan Pendidikan Guru (PLPG).

Dengan konsep modifikasi, kendala keterbatasan sarana dan prasarana dapat ditanggulangi. Perlu diingat, ketika guru PJOK mengajar, bukan sedang mencetak atlet, dalam satu kelas berbagai cita-cita ada pada setiap siswa. Bagi siswa yang memiliki bakat dalam cabang olahraga, harus lebih diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya, baik mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, atau di motivasi dan dikomunikasikan dengan orang tuanya agar ikut Klub Olahraga yang paling dekat.

Guru PJOK harus menyadari, sebagai guru tidak selalu ahli dalam semua cabang olahraga, sehingga apabila ada peserta didik yang berbakat memiliki potensi untuk menjadi atlet dan guru kurang ahli dalam cabor tersebut, maka guru PJOK profesional yang memiliki Kompetensi Sosial harus mampu mengkomunikasikan dengan pihak lain baik sesama guru maupun pelatih, guna menitipkan siswa yang berbakat tersebut agar di bina dan dilatih sehingga pada akhirnya berkontribusi dalam menunjang pembinaan olahraga prestasi.

Peran orang tua dalam mendorong dan mendukung putera-puterinya yang berbakat dalam olahraga juga sangat penting, dari cerita mahasiswa olahraga di PJKR FKIP UNSIL dalam diskusi mata kuliah sering terungkap bahwa sejak kecil mereka bercita-cita menjadi atlet, tetapi tidak memiliki kesempatan berlatih apakah disebabkan oleh kemampuan ekonomi orang tua, jauhnya tempat untuk berlatih atau karena orang tua dan guru tidak menyadari bahwa anaknya memiliki potensi.

Program Pemerintah di Daerah melalui Dinas Pendidikan perlu di tingkatkan lagi dalam menyelenggarakan kejuaraan olahraga antar sekolah baik tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, tingkat provinsi maupun tingkat nasional. Tidak hanya sekedar memenuhi kewajiban menyelenggarakan O2SN atau PORSENI, tetapi bagaimana sustainabele (keberlanjutan) dari siswa yang memiliki prestasi untuk terus di bina dengan kerja sama yang baik dengan Pengurus Cabang Olahraga maupun KONI.

Saat ini seolah-olah ada kesan siswa yang berprestasi dalam olahraga menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan, sementara Cabor dan KONI hanya membina Atlet yang sudah jadi. Hal tersebut perlu diluruskan, bahwa di manapun atlet itu berada dan di jenjang sekolah manapun, maka atlet tersebut merupakan aset yang harus terus dibina melalui kerja sama yang baik antara orang tua, guru, Dinas pendidikan dan Cabor/KONI.

Semoga melalui pembinaan olahraga sejak dini pada Pelajaran PJOK benar-benar menjadi fondasi guna menghasilkan atlet berprestasi pada waktunya. (***)