Sebuah Pelajaran Berharga dari Kekalahan Telak Indonesia di Kemegahan Kota Osaka

Oleh Muh. Ansharullah Amin

Pada Selasa (10/6/2025) malam, di tengah kemegahan kota Osaka yang dikenal akan keteraturan, kebersihan, dan efisiensinya —nilai-nilai yang mungkin kontras dengan dinamika sepak bola— Timnas Indonesia mengalami kekalahan yang amat memilukan. Bukan hanya kerugian finansial dari biaya perjalanan, tetapi juga harga diri yang harus dibayar mahal dengan skor akhir 0-6.

Angka enam tentunya bukan sekadar deretan digit, bukan pula kode rahasia. Itu adalah jumlah bola yang berhasil menembus gawang Emil Audero — yang pada malam itu, ironisnya, justru lebih sering berinteraksi dengan bola dari dalam gawangnya sendiri ketimbang di luar.

Jepang, sebagai tuan rumah, tidak sekadar meraih kemenangan. Mereka menyajikan demonstrasi langsung sepak bola modern, tanpa jeda komersial dan gratis! Sementara para pemain kita? Mereka tampak seperti pemeran pembantu dalam sebuah film dokumenter: berlari-lari kecil, menyaksikan bola melintas, dan sesekali mengejar bayangan lawan sambil berharap wasit segera meniup peluit akhir pertandingan.

Wataru Endo dan Takefusa Kubo, yang sebelumnya diistirahatkan saat menghadapi Australia, kini diturunkan sejak awal. Seolah memberikan pesan tersirat, "Kami menghargai kalian, tetapi kami tetap akan melibas habis." Dan memang benar, sejak peluit pertama berbunyi, skuad Garuda lebih mirip turis yang tersesat di sebuah kota metropolitan yang bergerak terlalu cepat.

Jepang bermain dengan rencana yang matang. Sementara Kita? Masih mencoba mencari cara untuk menggambar garis lurus di papan strategi. Mereka menguasai bola di separuh lapangan kita, mengunci pergerakan, memberikan tekanan, dan mengobrak-abrik lini pertahanan. Kita tidak diberi kesempatan untuk berpikir, apalagi menyerang. Bahkan satu pun tembakan ke gawang lawan tidak berhasil tercipta. Nol.

Bahkan dalam cerita fiksi sekalipun, kita biasanya diberikan setidaknya satu momen heroik. Namun, tidak pada malam itu.
Kluivert memang berupaya melakukan rotasi pemain, namun tampaknya dibutuhkan lebih dari sekadar "DNA Belanda" untuk mengubah nasib kita.

Di lapangan, tidak ada drama sinetron atau kutipan motivasi yang dapat menyelamatkan tim dari pressing tinggi dan umpan-umpan yang begitu presisi. Rotasi tanpa kedalaman skuad ibarat mengganti ban kempes dengan ban cadangan bekas. Mungkin bisa berjalan, tapi jangan berharap bisa melesat jauh.

Lantas, apa yang akan terjadi selanjutnya? Pulang dengan perasaan malu? Tidak! Namun, pulang dengan sejumlah besar pekerjaan rumah.
Karena pada kenyataannya, meskipun kita dibantai oleh para Samurai, Indonesia tetap berhasil lolos ke Ronde Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.

Dan ini bukanlah hadiah, melainkan hasil dari kerja keras di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Akan tetapi, lolos saja tidaklah cukup jika kita masih mempertahankan pola lama, mengharapkan keajaiban dari langit tanpa memperbaiki fondasi di lapangan.

Tugas kita banyak, dan tidak bisa ditunda, harus segera dibenahi. Dan yang paling penting, kita harus berhenti merasa puas hanya karena sudah "lolos ke ronde berikutnya." Sebab, jika gaya bermain kita tetap seperti ini, Ronde Keempat bisa berubah menjadi acara bulanan yang penuh penderitaan — bukan sebuah perjalanan menuju sejarah.

Kecewa… sudah pasti, itu manusiawi. Kami menerima kenyataan, namun kami masih percaya. Bahwa di balik skor yang memalukan ini, ada momentum penting untuk berefleksi. Bahwa nasionalisme tidak tumbuh dari upaya menutupi kekurangan, melainkan dari keberanian untuk memperbaikinya. Kita boleh kalah, tetapi jangan sampai gagal dalam mengambil pelajaran.

Untuk Jepang, terima kasih telah memberikan pelajaran tanpa banyak bicara. Untuk Timnas, pulanglah dengan kepala tegak.

Malam ini, Jepang memang terlalu superior. Namun, bukan berarti ini akan berlaku selamanya. Langit terlalu luas untuk hanya dikuasai oleh satu bendera. Garuda memang terbang rendah malam ini—namun ia belum jatuh. Dan burung yang belajar dari badai, biasanya akan terbang jauh lebih tinggi. Bravo Timnas Indonesia! (*)