Oleh : Miguel Dharmadjie, ST, CPS® (Penyuluh Agama Buddha Non PNS)
PEMBIMBING Masyarakat (Pembimas) Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan mengadakan kegiatan "Dialog Kerukunan Intern Umat Buddha Kota Makassar" di Phinisi 1, Travellers Hotel Phinisi, Makassar pada Sabtu (26/09/2020).
Kegiatan dialog yang bertujuan untuk meningkatkan kerukunan dan kerjasama lembaga dan organisasi Buddhis ini diikuti 55 orang pengurus majelis agama Buddha, klenteng/vihara/cetiya dan organisasi Buddhis yang ada di Makassar.
Pembukaan kegiatan dilakukan oleh Pembimas Buddha Sulsel Pandhit Amanvijaya, S.Ag, MM, M.Pd.B yang mengatakan, kegiatan dialog sejalan dengan Trilogi Kerukunan Umat Beragama, yaitu : kerukunan intern umat beragama, antar umat beragama, dan antar umat beragama dengan Pemerintah. Agar negara aman, kehidupan masyarakat kondusif dan pembangunan dapat berjalan dengan baik, maka toleransi beragama, termasuk intern umat beragama harus dijaga.
Dalam pemaparan materi "Nilai-nilai Ajaran Buddha tentang Kerukunan Umat Beragama" Pembimas menekankan, konsep ajaran Buddha tentang kerukunan sudah sangat jelas. Ada dua contoh dimana ajaran Buddha menghargai dan menghormati perbedaan serta menjunjung toleransi dan kerukunan hidup beragama.
PEMBIMBING Masyarakat (Pembimas) Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan mengadakan kegiatan "Dialog Kerukunan Intern Umat Buddha Kota Makassar" di Phinisi 1, Travellers Hotel Phinisi, Makassar pada Sabtu (26/09/2020).
Kegiatan dialog yang bertujuan untuk meningkatkan kerukunan dan kerjasama lembaga dan organisasi Buddhis ini diikuti 55 orang pengurus majelis agama Buddha, klenteng/vihara/cetiya dan organisasi Buddhis yang ada di Makassar.
Pembukaan kegiatan dilakukan oleh Pembimas Buddha Sulsel Pandhit Amanvijaya, S.Ag, MM, M.Pd.B yang mengatakan, kegiatan dialog sejalan dengan Trilogi Kerukunan Umat Beragama, yaitu : kerukunan intern umat beragama, antar umat beragama, dan antar umat beragama dengan Pemerintah. Agar negara aman, kehidupan masyarakat kondusif dan pembangunan dapat berjalan dengan baik, maka toleransi beragama, termasuk intern umat beragama harus dijaga.
Dalam pemaparan materi "Nilai-nilai Ajaran Buddha tentang Kerukunan Umat Beragama" Pembimas menekankan, konsep ajaran Buddha tentang kerukunan sudah sangat jelas. Ada dua contoh dimana ajaran Buddha menghargai dan menghormati perbedaan serta menjunjung toleransi dan kerukunan hidup beragama.

Pertama, Dekrit Maha Raja Asoka yang sangat terkenal, yaitu : Dekrit Perdamaian dan Kerukunan Hidup Beragama. Maha Raja Asoka adalah pemeluk agama Buddha yang hidup sekitar abad ke-3 SM.
Kedua, semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang merupakan kutipan dari kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 M. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.
Lebih lanjut Pembimas mengingatkan pentingnya kerukunan hidup beragama karena manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan. Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
"Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan, kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan. Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara," pesan Pembimas kepada para peserta.
Sementara itu tokoh Buddhis Sulsel Dr. Ir. Yonggris, MM dalam materi "Kerukunan Hidup Beragama Modal Dasar Menuju Indonesia Maju" mengatakan, tantangan kerukunan karena multi kepentingan ; multi etnis, adat dan budaya ; dan multi agama dan pemahaman. Dan masalah utama kerukunan ada pada masalah interaksi dengan dirinya sendiri (mind set).
Kedua, semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang merupakan kutipan dari kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 M. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.
Lebih lanjut Pembimas mengingatkan pentingnya kerukunan hidup beragama karena manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan. Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
"Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan, kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan. Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara," pesan Pembimas kepada para peserta.
Sementara itu tokoh Buddhis Sulsel Dr. Ir. Yonggris, MM dalam materi "Kerukunan Hidup Beragama Modal Dasar Menuju Indonesia Maju" mengatakan, tantangan kerukunan karena multi kepentingan ; multi etnis, adat dan budaya ; dan multi agama dan pemahaman. Dan masalah utama kerukunan ada pada masalah interaksi dengan dirinya sendiri (mind set).

Hambatan kerukunan bukan karena kurangnya persamaan, namun ketidakmampuan menerima perbedaan yang sedikit. Ada empat tahapan mengelola perbedaan, yaitu : mengetahui perbedaan, memahami perbedaan, menerima perbedaan dan tidak dengan perbedaan.
"Selama manusia masih ada, konflik akan ada. Hanya Tuhan yang tidak berkonflik dengan manusia. Tanpa konflik, rukun menjadi tidak berarti. Selama ada konflik, orang akan selalu mencari rukun. Rukun tidak perlu dicari, cukup konflik yang perlu dihindari," pesannya.
Sebagai narasumber terakhir Wakil Ketua Bhikkhu Pembina Daerah Sulsel, YM. Bhikkhu Silayatano dengan materi "Implementasi Nilai-nilai Kerukunan Umat Buddha" mengatakan, permasalahan yang timbul dalam kehidupan ini berasal dari dalam diri kita. Untuk itu kita perlu memahami permasalahan dalam diri sendiri dan mencari solusi permasalahan tersebut.
Dengan dapat rukun dan damai dengan diri sendiri, maka akan memberikan ketenangan dalam diri kita dan juga ketenangan kepada orang lain. "Sumber permasalahan adalah akibat keserakahan yang ada dalam diri kita. Maka hendaknya kita dapat menggunakan pandangan benar bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini saling bergantungan. Serta berkesadaran penuh dalam menjalankan setiap aktifitas kehidupan kita," kata Bhikkhu Silayatano. (***)
"Selama manusia masih ada, konflik akan ada. Hanya Tuhan yang tidak berkonflik dengan manusia. Tanpa konflik, rukun menjadi tidak berarti. Selama ada konflik, orang akan selalu mencari rukun. Rukun tidak perlu dicari, cukup konflik yang perlu dihindari," pesannya.
Sebagai narasumber terakhir Wakil Ketua Bhikkhu Pembina Daerah Sulsel, YM. Bhikkhu Silayatano dengan materi "Implementasi Nilai-nilai Kerukunan Umat Buddha" mengatakan, permasalahan yang timbul dalam kehidupan ini berasal dari dalam diri kita. Untuk itu kita perlu memahami permasalahan dalam diri sendiri dan mencari solusi permasalahan tersebut.
Dengan dapat rukun dan damai dengan diri sendiri, maka akan memberikan ketenangan dalam diri kita dan juga ketenangan kepada orang lain. "Sumber permasalahan adalah akibat keserakahan yang ada dalam diri kita. Maka hendaknya kita dapat menggunakan pandangan benar bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini saling bergantungan. Serta berkesadaran penuh dalam menjalankan setiap aktifitas kehidupan kita," kata Bhikkhu Silayatano. (***)